Studi yang ada saat ini menyatakan bahwa fetus dengan gastroschisis dapat dilahirkan pervaginam, kecuali terdapat indikasi untuk operasi caesar, seperti presentasi nonvertex, kehamilan kembar, dan eklamsia.
Pemilihan metode persalinan pervaginam atau caesar untuk fetus dengan gastroschisis hingga saat ini masih kontroversial. Beberapa studi berpendapat bahwa persalinan pervaginam berisiko memperparah kerusakan anatomi dinding anterior abdomen dan meningkatkan risiko infeksi pada organ pencernaan akibat kontraksi uterus.[1–5,7]
Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Persalinan pada Kehamilan dengan Fetus Gastroschisis
Faktor yang memengaruhi pemilihan metode persalinan untuk fetus dengan gastroschisis hampir mirip dengan faktor pemilihan metode caesar pada umumnya. Hal ini karena berbagai studi merekomendasikan bahwa keputusan metode persalinan caesar untuk fetal gastroschisis hampir seperti indikasi persalinan caesar pada umumnya.
Namun, terdapat sedikit perbedaan seperti ukuran defek dinding abdomen. Terdapat 2 faktor yang memengaruhi penentuan metode persalinan untuk gastroschisis yaitu faktor maternal dan fetal.
Faktor Maternal
Faktor maternal terdiri dari multiparitas, persalinan yang direncanakan, kurangnya asupan gizi ibu hamil, konsumsi alkohol maupun obat-obatan, merokok, serta tingkat pendidikan dan sosioekonomi rendah. Komplikasi persalinan, seperti eklamsia, juga menjadi faktor yang memengaruhi metode persalinan.
Konsumsi alkohol dan obat-obatan dapat memengaruhi keadaan klinis seperti gawat ibu maupun janin. Pertimbangan dilakukan caesar berhubungan dengan indikasi kegawatdaruratan tersebut. Perlu diperhatikan bahwa, caesar atas indikasi persalinan yang direncanakan sudah tidak direkomendasikan, karena meningkatkan morbiditas ibu.[6,7,18]
Faktor Fetal
Sedangkan faktor fetus meliputi malpresentasi (presentasi nonvertex), ukuran defek dinding abdomen, adanya intrauterine growth restriction (IUGR), persalinan prematur, tanda gawat janin seperti abnormalitas denyut jantung janin (DJJ), serta kehamilan kembar.
Ukuran defek dinding abdomen dan adanya dilatasi usus pada janin juga memengaruhi pemilihan metode persalinan. Dilatasi usus menurut beberapa rekomendasi merupakan indikasi persalinan emergensi. Walaupun masih terdapat pro dan kontra mengenai hasil prognosis yang buruk terkait hal ini.[2,5–9,15]
Metode Caesar pada Fetus dengan Gastroschisis
Awalnya metode caesar pada fetus gastroschisis dipilih karena caesar dihipotesiskan melindungi usus yang berada di luar abdomen dari kontraksi uterus yang mungkin dapat menyebabkan strangulasi dan iskemia usus. Alasan lainnya adalah trauma dan kontaminasi bakteri di jalan lahir, serta persalinan yang direncanakan.
Hal yang dihipotesiskan tersebut tidak ditunjang beberapa meta-analisis, di mana studi tidak menemukan superioritas metode caesar dibandingkan pervaginam dilihat dari outcome bayi yang dilahirkan. Metode caesar juga meningkatkan risiko morbiditas janin dan ibu. Maka dari itu, pada bayi gastroschisis, caesar direkomendasikan bila terdapat indikasi obstetri yang jelas, misalnya gawat janin, dilatasi usus janin, dan ukuran defek.[5,7–9,17]
Dilatasi Usus Janin
Adanya dilatasi usus janin pada beberapa studi dihubungkan dengan gastroschisis kompleks. Gastroschisis kompleks merupakan defek dinding anterior abdomen yang disertai dengan komplikasi lain, seperti atresia intestinal, perforasi, iskemia, nekrosis, maupun volvulus. Akan tetapi, tidak semua temuan dilatasi usus janin mengindikasikan persalinan caesar emergensi.[5,7,21]
Dewberry et al. melakukan studi kohort yang melibatkan 55 bayi gastroschisis. Berdasarkan hasil analisis studi, didapatkan bahwa ditemukannya diameter usus intraabdomen (intra-abdominal intestinal diameter/IAID) ≥17 mm pada usia kehamilan 23 minggu berhubungan dengan gastroschisis kompleks, dengan sensitivitas 75%, spesifisitas 92%, positive predictive value (PPV) 75%, dan akurasi 87%.[20]
Ukuran Defek Dinding Ventral Abdomen
Metode caesar lebih dipilih pada defek dinding ventral abdomen yang sangat besar dengan herniasi hepar yang signifikan. Pada keadaan ini, benefit yang didapat ibu dan janin dari persalinan secara caesar lebih besar daripada risikonya.[17]
Risiko Persalinan Caesar
Metode persalinan secara caesar juga memiliki risiko komplikasi baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, persalinan secara caesar meningkatkan risiko distress pernapasan saat lahir dan morbiditas ibu. Risiko persalinan caesar pada ibu diantaranya keluhan nyeri dan infeksi yang lebih tinggi, serta memengaruhi pemilihan metode persalinan pada kehamilan selanjutnya.[5,7]
Metode Persalinan Pervaginam pada Fetus dengan Gastroschisis
Metode persalinan pervaginam merupakan metode persalinan yang fisiologis dan cost effective. Risiko efek samping yang ditakutkan pada persalinan pervaginam, seperti sepsis, trauma, iskemia usus, dan necrotizing enterocolitis (NEC), juga tidak ditemukan pada studi-studi meta-analisis.
Selain itu, durasi enteral feeding pertama dan lama rawat di rumah sakit tidak berbeda signifikan pada neonatus yang dilahirkan pervaginam dibandingkan metode caesar. Morbiditas ibu pada persalinan pervaginam juga dinilai lebih rendah.[6–8]
Dengan demikian, bila tidak terdapat indikasi obstetri yang memengaruhi outcome ibu dan janin pada persalinan bayi dengan gastroschisis, persalinan pervaginam lebih dipilih. Hal ini karena persalinan secara caesar dianggap tidak lebih benefisial dibandingkan pervaginam, baik dalam outcome ibu maupun neonatus.[7,8]
Risiko Persalinan Pervaginam
Beberapa studi meta-analisis tidak menemukan pengaruh metode persalinan dengan outcome bayi dengan gastroschisis. Akan tetapi, terdapat satu studi yang menemukan adanya hubungan persalinan pervaginam dengan perubahan ukuran defek dinding abdomen dan eventration.
Sliepov, et al. melakukan studi analisis retrospektif pada 135 ibu hamil dan neonatus dengan gastroschisis yang sudah dilahirkan, dengan metode pervaginam (n = 55) atau secara caesar (n = 80).
Pada studi ini didapatkan bahwa ukuran defek di anterior dinding abdomen lebih besar pada kelompok yang dilahirkan pervaginam (4,17±0,3 cm dan 4,7±0,29 cm) dibandingkan caesar (3,02±0,58 cm).
Selain itu, pada studi ditemukan frekuensi eventration duodenum dan pankreas lebih banyak pada persalinan pervaginam, tetapi tidak pada organ lain. Hal ini dicurigai berhubungan dengan kontraksi uterus intrapartum yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen. Kecurigaan ini karena tidak adanya lesi inflamatorik pada permukaan organ (pankreas dan duodenum) yang mengalami eventration ini.[6]
Studi Perbandingan Persalinan Pervaginam dan Caesar pada Bayi Gastroschisis
Kirollos et al, melakukan studi meta-analisis pada 38 studi kohort retrospektif dengan total sampel 6.577 bayi. Total bayi yang dilahirkan secara pervaginam adalah 3.019 bayi (46%), sedangkan 3.558 bayi (54%) secara caesar.[8]
Pada hasil studi tidak didapatkan perbedaan signifikan terkait penentuan metode persalinan baik pervaginam maupun caesar terhadap overall mortality dan mortalitas neonatus, serta primary closure.
Analisis pada luaran sekunder juga tidak ada perbedaan signifikan antara pemilihan metode persalinan dengan waktu sampai mulai enteral feeding, secondary repair, kejadian necrotising enterocolitis (NEC), sepsis, short gut syndrome (SGS), dan lama rawat di rumah sakit.[8]
Studi ini tidak bisa membuktikan bahwa persalinan pervaginam lebih superior daripada caesar untuk persalinan bayi dengan gastroschisis. Akan tetapi, studi ini menunjukkan bahwa tidak ada bukti yang kuat untuk mendukung rekomendasi metode persalinan secara caesar untuk semua bayi dengan gastroschisis.[8]
Kesimpulan
Hingga saat ini, masih terdapat kontroversi mengenai pemilihan metode persalinan pada fetus dengan gastroschisis. Meski demikian, berbagai studi meta analsis telah dilakukan dan tidak menemukan adanya perbedaan outcome yang bermakna antara bayi yang dilahirkan secara pervaginam maupun caesar, seperti mortalitas, kejadian sepsis, primary dan secondary repair, durasi sampai enteral feeding dimulai, serta necrotising enterocolitis (NEC).
Terdapat sebuat studi yang menemukan adanya hubungan antara ukuran defek dinding anterior abdomen dan kejadian eventration dengan persalinan pervaginam. Akan tetapi, hal ini tidak didukung studi meta analisis lainnya. Studi-studi yang ada tidak mendukung rekomendasi metode caesar untuk persalinan semua fetus dengan gastroschisis.
Persalinan secara caesar pada bayi dengan gastroschisis kemungkinan besar hanya direkomendasikan apabila terdapat indikasi obstetri, seperti gawat janin dan eklamsia. Adanya dilatasi usus dan ukuran defek besar dengan herniasi hepar juga dapat menjadi pertimbangan dilakukannya persalinan dengan metode caesar.