Injeksi kortikosteroid, seperti dexamethasone dan betamethasone, telah lama digunakan dalam penatalaksanaan plantar fasciitis. Plantar fasciitis adalah nyeri tumit yang disebabkan oleh iritasi degeneratif pada insersi fasia plantar (plantar aponeurosis) di prosesus medial tuberositas kalkaneus. Plantar fasciitis merupakan salah satu nyeri area kaki yang paling sering dialami orang dewasa. Rasa sakit yang ditimbulkan bisa mengakibatkan gangguan aktivitas sehari-hari.[1,2]
Injeksi Kortikosteroid dalam Pengelolaan Plantar Fasciitis
Terdapat beberapa pilihan tata laksana plantar fasciitis, mulai dari pendekatan konservatif, invasif, sampai surgikal. Salah satu tata laksana invasif yang cukup populer adalah injeksi kortikosteroid. Injeksi kortikosteroid diberikan di titik nyeri yang berguna untuk mengurangi keluhan nyeri. Titik nyeri yang dimaksud adalah bagian dari telapak kaki yang nyeri saat dilakukan penekanan pada posisi jari-jari kaki difleksikan.[1-3]
Injeksi kortikosteroid umumnya ditujukan untuk penanganan nyeri pada plantar fasciitis. Beberapa sediaan kortikosteroid yang sering dipilih antara lain methylprednisolone, triamcinolone hexacetonide, dexamethasone, dan betamethasone. Walaupun cukup sering digunakan, bukti ilmiah yang berkualitas masih sangat sedikit untuk membuktikan efikasi terapi kortikosteroid pada plantar fasciitis. Selain itu, dokter juga perlu mempertimbangkan potensi risiko dari terapi kortikosteroid berulang, seperti ruptur fascia dan atrofi.[1,4]
Efikasi Injeksi Kortikosteroid Terhadap Nyeri pada Plantar Fasciitis
Kortikosteroid digunakan sebagai pengobatan plantar fasciitis karena dapat mengurangi inflamasi, proliferasi fibroblas, dan protein substansi dasar yang diduga berperan dalam patogenesis plantar fasciitis. Dengan mekanisme kerja tersebut kortikosteroid injeksi diharapkan mampu secara signifikan mengurangi nyeri pada kasus plantar fasciitis.[4]
Bukti Ilmiah
Dalam sebuah meta analisis (2015) dilakukan telaah terhadap 4 uji klinis acak terkontrol dengan 289 partisipan. Rerata usia partisipan adalah 40-50 tahun dan semua penderita plantar fasciitis diketahui mengalami obesitas. Meta-analisis tersebut menyimpulkan bahwa injeksi kortikosteroid pada plantar fasciitis lebih efektif dibandingkan plasebo dalam menurunkan rasa nyeri yang diukur dengan visual analog scale (VAS) dalam waktu 1 bulan pemantauan, tetapi tidak lebih efektif pada penggunaan yang lebih lama.[5]
Meta analisis lain (2018) terhadap 9 uji klinis dengan total 748 partisipan membandingkan efikasi injeksi kortikosteroid dengan terapi non-invasif lain, seperti shockwave, terapi fisik, dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Dalam studi ini dilaporkan bahwa injeksi kortikosteroid bisa menurunkan skor VAS lebih baik dibandingkan terapi non-invasif dalam jangka waktu 1-3 bulan. Meski demikian, uji klinis yang dianalisis dalam studi ini memiliki heterogenitas yang tinggi.[6]
Dalam meta analisis lainnya (2019), dilakukan peninjauan terhadap 47 uji klinis dengan total 2889 partisipan. Dalam jangka waktu pendek kurang dari 6 minggu, injeksi kortikosteroid ditemukan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibandingkan injeksi darah autologus dan penggunaan ortosis, tetapi tidak lebih efektif dibandingkan terapi lain seperti shockwave dan penggunaan OAINS. Dalam jangka waktu sedang antara 7-12 minggu, efikasi injeksi kortikosteroid sama dengan plasebo dan tidak lebih efektif dibandingkan terapi lain. Sementara itu, dalam jangka waktu yang panjang antara 13-52 minggu, efikasi injeksi kortikosteroid lebih rendah dibandingkan terapi dry needling dan injeksi platelet rich plasma (PRP).[7]
Efikasi Injeksi Kortikosteroid Terhadap Perbaikan Fungsi pada Plantar Fasciitis
Sebuah meta analisis mengevaluasi manfaat injeksi kortikosteroid dalam perbaikan fungsi pada pasien plantar fasciitis. Meta analisis ini mengevaluasi hasil dari 47 uji klinis dengan total 2889 partisipan. Fungsi dinilai berdasarkan kuisioner khusus yang sudah teruji validasinya, seperti Foot and Ankle Ability Measure (FAAM), Foot and Ankle Disability Index (FADI), Foot and Ankle Outcome Score (FAOS), dan Revised Foot Function Index.
Dalam jangka waktu pendek, injeksi kortikosteroid pada kasus plantar fasciitis ditemukan lebih efektif memperbaiki fungsi dibandingkan terapi fisik, namun kualitas studi tergolong rendah. Efikasi injeksi kortikosteroid pada kasus plantar fasciitis dalam memperbaiki fungsi ditemukan sama dengan terapi penggunaan ortosis kaki, shockwave, injeksi PRP, dan injeksi botox.
Dalam jangka waktu sedang, terdapat bukti kualitas sangat rendah yang menunjukkan bahwa efikasi injeksi kortikosteroid sama dengan terapi fisik, shockwave, dan injeksi PRP dalam memperbaiki fungsi pada kasus plantar fasciitis. Serupa dengan hal tersebut, dalam jangka waktu panjang juga terdapat bukti kualitas rendah yang menunjukkan bahwa efikasi injeksi kortikosteroid dalam memperbaiki fungsi sama dengan injeksi PRP.[7]
Keamanan Injeksi Kortikosteroid
Efek samping yang perlu diwaspadai akibat injeksi kortikosteroid pada kasus plantar fasciitis adalah nyeri pasca injeksi di lokasi penyuntikan. Selain itu, pada kasus yang lebih jarang dapat terjadi efek samping mayor seperti ruptur fascia, infeksi pada lokasi injeksi, dan fat pad atrophy.[1,4,7]
Kesimpulan
Injeksi kortikosteroid merupakan terapi yang populer digunakan dalam terapi plantar fasciitis. Injeksi kortikosteroid diharapkan akan mengurangi peradangan dan dengan demikian akan mengurangi nyeri yang dirasakan pasien.
Meski begitu, kualitas bukti ilmiah yang ada saat ini belum adekuat untuk mendukung efikasi injeksi kortikosteroid dalam terapi plantar fasciitis. Bukti yang tersedia saat ini masih berkualitas rendah dan mengindikasikan bahwa efikasi injeksi kortikosteroid mungkin tidak lebih baik dibandingkan terapi non-invasif seperti pemberian obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS). Injeksi kortikosteroid mungkin dapat memberi manfaat kecil atau efek penghilang nyeri jangka pendek, namun belum ada bukti kuat terkait manfaat jangka panjangnya. Injeksi kortikosteroid juga membawa risiko ruptur fascia.
Uji klinis acak terkontrol skala besar masih diperlukan sebelum kesimpulan lebih pasti dapat diambil. Sebelum ada bukti ilmiah lebih lanjut yang lebih definitif, terapi non-invasif sebaiknya lebih dipilih pada kasus plantar fasciitis.