Studi observasional dan intervensi telah menunjukkan peran penting aktivitas fisik dalam manajemen sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan kumpulan beberapa gangguan yang secara bersama dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit kardiovaskular aterosklerotik, resistensi insulin, diabetes mellitus, dan komplikasi serebrovaskular.[1,2]
Gangguan metabolik dikatakan sindrom metabolik jika terdapat 3 dari 5 kriteria berikut:
- Lingkar pinggang lebih dari 120 cm pada pria dan 88 cm pada wanita
- Peningkatan kadar trigliserida ≥ 50 mg/dl
- Penurunan high-density lipoprotein (HDL) ≤ 40 mg/dl pada pria atau ≤ 50 mg/dl pada wanita
- Peningkatan glukosa puasa ≥ 100 mg/dl
- Tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg atau diastolik ≥ 85 mmHg[1,2]
Prinsip Tata Laksana Sindrom Metabolik
Penerapan gaya hidup sehat adalah landasan utama pengobatan sindrom metabolik. Diet, aktivitas fisik, tidur berkualitas, kontrol emosi, menghindari merokok tembakau dan konsumsi alkohol, serta penggunaan obat yang mempengaruhi rasa kenyang atau berat badan merupakan modalitas tata laksana yang kerap digunakan.[2]
Edukasi faktor yang dapat dimodifikasi, dalam hal ini dengan peresepan olahraga, harus ditekankan pada pasien dengan sindrom metabolik. Terlebih lagi, dalam dekade terakhir telah banyak penelitian yang menunjukkan manfaat peningkatan aktivitas fisik dan kebugaran jantung paru terhadap perbaikan sindrom metabolik.[3,4]
Aktivitas fisik dan kebugaran yang dimaksud tidak hanya dicapai dengan sekedar olahraga yang tidak terukur, namun harus menggunakan program latihan yang terukur dan teratur.[4]
Prinsip Umum Peresepan Olahraga
Secara umum ada 3 jenis latihan yang biasa diresepkan, yaitu latihan aerobik (jantung-paru), latihan beban (otot), dan latihan fleksibilitas (peregangan). Masing-masing latihan harus memiliki minimal 4 komponen dalam peresepan. Empat komponen tersebut adalah frekuensi, intensitas, durasi, dan tipe.[5]
Empat komponen ini diresepkan oleh seorang ahli dengan pertimbangan kondisi pasien berdasarkan pemeriksaan prepartisipasi dan target yang ingin dicapai. Selain meresepkan frekuensi, intensitas, durasi dan tipe latihan pada pasien, jangan lupa mengedukasi setiap 1 sesi latihan idealnya harus memiliki 4 fase. Fase yang dimaksud adalah fase pemanasan, fase gerakan inti, fase pendinginan, dan fase peregangan.[5]
Frekuensi Olahraga
Frekuensi dalam resep latihan atau olahraga merupakan berapa kali latihan dilakukan dalam seminggu. Latihan otot bisa diresepkan dengan frekuensi 2-3 kali seminggu. Latihan aerobik bisa diresepkan dengan frekuensi 3-5 kali seminggu. Latihan fleksibilitas bisa diresepkan dengan frekuensi 2-6 kali seminggu.[6]
Intensitas Olahraga
Intensitas dalam resep latihan atau olahraga merupakan seberapa berat latihan yang dilakukan. Indikator berat latihan pada latihan aerobik yang paling umum bisa dilihat dari persentase nadi maksimal (HRMax). Intensitas ringan berkisar 57-63% HRMax, intensitas sedang berkisar 64-76% HRMax, dan intensitas berat berkisar 77-95% HRMax.
Namun, perlu diingat pada beberapa kasus, persentase HRMax tidak bisa dijadikan patokan intensitas latihan aerobik, terutama pada pasien-pasien yang memiliki gangguan irama jantung atau mengonsumsi beta bloker seperti propranolol.
Sementara itu, untuk latihan otot, indikator intensitas adalah RM. 1-RM merupakan beban maksimal yang bisa diangkat oleh kelompok otot tertentu yang hanya bisa dilakukan sebanyak satu kali dengan gerakan sempurna.[6]
Durasi Olahraga
Durasi dalam resep latihan merupakan seberapa lama latihan dilakukan dalam satu sesi. Latihan aerobik secara umum dianjurkan dengan durasi 30-60 menit setiap satu sesi.
Durasi untuk latihan otot tidak menggunakan waktu, namun menggunakan set dan repetisi. Repetisi merupakan jumlah gerakan yang sama dalam satu set jenis gerakan, sedangkan set merupakan pengulangan repetisi yang sama setelah interval istirahat singkat di antaranya. Biasanya untuk tahap awal diberikan durasi 2 set dan 8 repetisi untuk satu jenis gerakan latihan otot.[6]
Tipe Olahraga
Tipe dalam resep latihan merupakan jenis latihan atau modalitas yang digunakan dalam latihan. Latihan aerobik bisa berupa jogging, berenang, atau sepeda. Latihan otot bisa berupa kalistenik, free weight, atau mesin beban. Sedangkan latihan fleksibilitas bisa berupa peregangan multipel area sendi.[6]
Pertimbangan Pemberian Resep Olahraga pada Pasien Sindrom Metabolik
Beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat latihan aerobik atau latihan jantung-paru yang sangat besar terhadap pasien sindrom metabolik. Salah satu uji klinis yang melibatkan 51 partisipan menunjukkan adanya manfaat dari olahraga yang rutin pada pasien sindrom metabolik.
Pada penelitian ini, dilaporkan bahwa setelah 5 tahun terjadi peningkatan intensitas latihan pada kelompok yang diberikan intervensi latihan aerobik, yang diiringi dengan perbaikan kondisi pasien sindrom metabolik. Pasien yang mendapat intervensi olahraga juga dilaporkan mengalami penurunan kebutuhan terhadap obat-obatan, terutama penggunaan obat hipertensi dan total penggunaan obat secara keseluruhan.[7]
Beberapa pertimbangan khusus dalam peresepan olahraga pada pasien sindrom metabolik adalah:
- Olahraga dimulai dengan intensitas ringan-sedang
- Karena sebagian besar pasien dengan sindrom metabolik memiliki masalah overweight dan obesitas, pertimbangan olahraga untuk pasien berat badan berlebih harus dimasukkan
- Pemeriksaan tekanan darah sebelum olahraga diperlukan pada pasien dengan hipertensi, karena adanya risiko peningkatan tekanan darah selama latihan
- Pemeriksaan prepartisipasi sangat dianjurkan, terutama pada pasien yang telah memiliki faktor risiko kardiovaskular demi keamanan selama latihan
- Pemantauan dilakukan setiap 1 bulan untuk lingkar pinggang dan berat badan. Sedangkan pemeriksaan laboratorium, seperti kadar gula darah dan profil lipid, dilakukan setiap 3 bulan[4,8]
Resep Olahraga untuk Pasien Sindrom Metabolik
Secara umum, resep olahraga untuk pasien sindrom metabolik mengacu kepada frekuensi, intensitas, durasi dan tipe yang mirip dengan dewasa sehat, sembari mempertimbangkan berat badan, tekanan darah, dan komorbiditas masing-masing pasien. Secara umum, pasien sindrom metabolik disarankan melakukan olahraga dengan intensitas sedang dengan durasi total minimal 150 menit setiap minggu.[9]
Resep Olahraga Aerobik untuk Sindrom Metabolik
Secara umum, resep olahraga aerobik yang dapat diberikan antara lain:
- Frekuensi: 5 kali seminggu untuk intensitas sedang dan 3 kali seminggu untuk intensitas berat
- Intensitas: intensitas sedang-berat
- Durasi: 30-60 menit untuk intensitas sedang, 20-60 menit untuk intensitas berat
- Tipe: semua jenis olahraga aerobik yang melibatkan gerakan seluruh kelompok otot besar, seperti jogging, senam, dan berenang[6,9]
Resep Latihan Otot untuk Sindrom Metabolik
Resep latihan otot yang dapat diberikan antara lain:
- Frekuensi: 2-3 kali seminggu
- Intensitas: intensitas sedang antara 50-60% 1-RM, pada lansia dimulai dengan 20-50% 1-RM
- Durasi: bisa dimulai dengan 2 set, masing-masing 8 repetisi
- Tipe: resistance training menggunakan mesin untuk kelompok otot besar, free weight dengan dumbel, atau kalistenik[6,9]
Resep Latihan Fleksibilitas untuk Sindrom Metabolik
Resep latihan fleksibilitas yang dapat diberikan pada pasien sindrom metabolik antara lain:
- Frekuensi: 2-3 kali seminggu, jika dilakukan setiap hari diperbolehkan
- Intensitas: peregangan sampai titik terasa tidak nyaman tapi tidak nyeri
- Durasi: menahan peregangan statis selama 15-30 detik. Pada lansia, peregangan dilakukan lebih lama, yaitu 30-60 detik
- Tipe: peregangan statis atau dinamis di seluruh bagian otot besar[6,9]
Kesimpulan
Sindrom metabolik merupakan kumpulan gejala kelainan metabolik yang jika dibiarkan berkelanjutan akan meningkatkan risiko mendapatkan penyakit diabetes, kardiovaskular dan serebrovaskular pasien. Modifikasi gaya hidup, termasuk dengan olahraga, merupakan pilar dari tata laksana sindrom metabolik.
Peresepan olahraga pada pasien dengan sindrom metabolik harus mempertimbangkan berat badan pasien, kondisi kardiovaskular, tekanan darah, dan komorbiditas yang dimiliki. Olahraga yang dianjurkan dapat berupa latihan aerobik, 3-5 kali seminggu, dengan intensitas sedang-berat, dan durasi antara 20-60 menit. Bentuk olahraga lain yang dianjurkan adalah latihan otot 3-5 kali seminggu dengan intensitas sedang-berat; ataupun latihan fleksibilitas 2-3 kali seminggu dalam bentuk peregangan statis dan dinamis.