Surgical Plating vs Closed Reduction for Fractures in the Distal Radius in Older Patients: A Randomized Clinical Trial
Combined Randomised and Observational Study of Surgery for Fractures in the Distal Radius in the Elderly (CROSSFIRE) Study Group, Lawson A, Naylor JM, Buchbinder R,et al. Surgical Plating vs Closed Reduction for Fractures in the Distal Radius in Older Patients: A Randomized Clinical Trial. JAMA Surgery, 2021. 156(3):229-237. doi: 10.1001/jamasurg.2020.5672. PMID: 33439250
Abstrak
Latar Belakang: Fraktur radius distal menyebabkan beban cedera dan biaya yang cukup besar. Terapi pembedahan rutin dilakukan dalam penatalaksanaan fraktur radius distal tanpa adanya bukti pendukung yang kuat.
Tujuan: Menilai apakah terapi pembedahan yang saat ini rutin dilakukan pada fraktur displaced radius distal memberikan luaran pasien yang lebih baik dari penatalaksanaan non-bedah, dalam hal nyeri dan fungsi pergelangan tangan, pada pasien berusia 60 tahun ke atas.
Desain: Pada uji klinis acak terkontrol multisenter dengan studi observasional paralel ini, 300 pasien yang memenuhi syarat ditapis dari 19 pusat layanan kesehatan di Australia dan Selandia Baru pada 1 Desember 2016 hingga 31 Desember 2018. Sebanyak total 166 subjek penelitian diacak ke dalam kelompok terapi pembedahan dan non-bedah, dan dipantau selama 3 dan 12 bulan oleh evaluator yang menjalani penyamaran (blinded assessors). 134 pasien yang menolak mengikuti pengacakan dimasukkan dalam studi kohort paralel dengan pilihan terapi dan lama pemantauan yang sama. Analisis primer adalah intention-to-treat di mana analisis sensitivitas juga melibatkan analisis as-treated dan per-protocol.
Intervensi: Terapi pembedahan adalah reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan volar-locking plate (VLP). Terapi non-bedah adalah reduksi tertutup (CR) dan imobilisasi menggunakan bidai (cast).
Luaran dan Parameter: Luaran primer adalah skor Patient-Rated Wrist Evaluation dalam 12 bulan. Luaran sekunder adalah skor kuesioner Disabilities of Arm, Shoulder, and Hand, kualitas hidup terkait kesehatan, nyeri, komplikasi berat, keberhasilan terapi menurut pasien, kelainan penampilan pergelangan tangan, dan penggunaan terapi post tindakan.
Hasil: Pada 300 subjek penelitian, rerata usia 71,2 tahun; 269 (90%) jenis kelamin perempuan; 166 terlibat dalam uji klinis acak terkendali (81 VLP dan 85 CR) dan 134 terlibat dalam penelitian observasi (32 VLP dan 102 CR). Tidak terdapat adanya perbedaan yang bermakna pada kedua terapi dalam skor Patient-Rated Wrist Evaluation (PRWE) 12 bulan (rerata skor 19,8 bagi VLP dan 21,5 bagi CR, rerata perbedaan 1,7 poin). Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada kualitas hidup, nyeri, dan kelainan penampilan pergelangan tangan pada 3 bulan dan 12 bulan. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara klinis pada komplikasi berat (12 dari 84 bagi CR dan 6 dari 80 bagi VLP; risk ratio (RR) 0,53).
Keberhasilan terapi menurut pasien didapati lebih tinggi pada grup VLP dalam 12 bulan (Sangat Berhasil dan Berhasil: 70 (89%) bagi VLP dan 57 (70%) bagi CR; RR 1,26; p = 0,005). Terdapat penggunaan terapi post tindakan yang lebih tinggi pada VLP (56 atau 72% bagi VLP dan 44 atau 54% bagi CR; RR 1,32; p = 0,02).
Kesimpulan: Studi ini menemukan bahwa tidak ada perbedaan perbaikan nyeri dan fungsi pergelangan tangan dalam 12 bulan antara terapi bedah dan reduksi tertutup bagi fraktur displaced radius distal pada pasien usia lanjut.
Ulasan Alomedika
Jurnal ini membandingkan penatalaksanaan fraktur radius distal antara terapi bedah dan non-bedah. Terapi pembedahan yang digunakan adalah adalah reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan volar-locking plate (VLP). Terapi non-bedah yang digunakan adalah reduksi tertutup. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui apakah terapi pembedahan lebih baik dalam penatalaksanaan fraktur radius distal pada usia lanjut dibandingkan dengan terapi non-bedah dalam berbagai aspek, termasuk nyeri dan fungsi pergelangan tangan, keberhasilan terapi, serta penampilan.
Ulasan Metode Penelitian
Penelitian ini melibatkan 19 pusat layanan kesehatan di Australia dan Selandia Baru. Pasien yang layak menjadi subjek penelitian adalah penderita fraktur radius distal klasifikasi 23A (extraarticular) atau 23C (complete articular) menurut Association for the Study of Internal Fixation/Orthopedic Trauma Association (AO/OTA). Terdapat dua penelitian yang dilakukan pada studi ini, yaitu uji klinis acak terkontrol maupun penelitian observasional kohort.
Pada uji klinis acak terkontrol, subjek penelitian terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang menerima terapi pembedahan dengan plat bedah (VLP) dan terapi non-bedah dengan reduksi tertutup (CR). Bila subjek penelitian tidak bersedia untuk diacak dalam kedua kelompok uji klinis, maka subjek akan diikutkan dalam penelitian observasional kohort, di mana subjek penelitian tetap menerima terapi yang sama dengan uji klinis acak terkontrol dengan luaran sama, namun terapi dipilih berdasarkan preferensi dokter dan pasien.
Intervensi, baik pembedahan dengan VLP maupun non-bedah dengan CR, dilakukan dalam 2 minggu setelah terjadinya cedera. Teknik pembedahan VLP dan tipe plate, baik ukuran maupun jenisnya, sesuai dengan preferensi dokter yang mengerjakan tindakan. Setelah tindakan, plaster splint dipasang pada pasien selama tidak lebih dari 2 minggu. Terapi non-bedah dengan CR dilakukan dengan pemasangan bidai (casting), baik di ruang gawat darurat maupun kamar operasi, dengan menggunakan anestesi lokal. Cast digunakan selama sekitar 6 minggu dari dimulainya terapi. Pada kedua grup, subjek penelitian diberikan edukasi program latihan mandiri.
Luaran primer penelitian ini adalah skor kuesioner Patient-Rated Wrist Evaluation (PRWE) dalam 12 bulan setelah cedera. Luaran sekunder adalah skor PRWE dalam 3 bulan; skor kuesioner Disability of Arm, Shoulder, and Hand dalam 12 bulan; serta skor Euro-Qol 5 dimensi 5 level (EQ-5D-5L) untuk menilai kualitas hidup dalam 3 dan 12 bulan. Luaran sekunder lainnya adalah skala nyeri dalam 3 dan 12 bulan; keberhasilan terapi menurut pasien dengan skala Likert dalam 3 dan 12 bulan; penilaian pasien mengenai penampilan pergelangan tangan dalam 12 bulan; komplikasi dalam 3 dan 12 bulan; dan penggunaan terapi fisik dalam 3 bulan.
Ulasan Hasil Penelitian
Terdapat 300 pasien dengan rerata usia 71,2 tahun yang layak menjadi subjek penelitian di mana 90% di antaranya adalah perempuan. 166 subjek penelitian diikutkan dalam uji klinis acak terkontrol, di mana 81 subjek menerima terapi bedah VLP dan 85 subjek menerima terapi reduksi tertutup (CR). Sementara itu, 134 subjek diikutkan dalam penelitian observasional, di mana 32 subjek menerima terapi bedah VLP dan 102 menerima terapi CR.
Uji Klinis Acak Terkontrol:
Pada uji klinis acak terkontrol, tidak ditemukan perbedaan yang bermakna terkait nyeri dan fungsi pergelangan tangan dalam 3 dan 12 bulan pada kedua grup. Dalam 12 bulan, rerata skor PRWE grup VLP adalah 19,8 dibandingkan dengan grup CR adalah 21,5. Dalam 3 bulan, rerata skor PRWE grup VLP adalah 28,1 dibandingkan dengan grup CR sebesar 37,1. Begitu pula dengan skala nyeri, dalam 12 bulan rerata skor skala nyeri grup VLP yaitu 1,1 dibandingkan dengan grup CR sebesar 1,0.
Meski demikian, pada penilaian keberhasilan terapi menurut pasien, VLP dalam 3 bulan dan 12 bulan lebih unggul dibandingkan dengan CR. Grup VLP juga lebih cenderung membutuhkan terapi fisik dalam 3 bulan bila dibandingkan dengan CR.
Terdapat 12 kasus komplikasi yang terjadi dalam grup CR dibandingkan dengan 6 kasus dalam grup VLP. Komplikasi ini menyebabkan adanya kebutuhan tindakan bedah tambahan pada 8 subjek penelitian, di mana 6 di antaranya berasal dari grup CR. Insidensi fraktur non-union dalam 6 bulan terjadi sebanyak 4 kasus pada grup CR bila dibandingkan dengan tidak adanya insidensi tersebut pada grup VLP. Insidensi neuropati dan cedera tendon terjadi dalam jumlah yang sama antara kedua grup. Komplikasi lain, seperti infeksi dalam, kegagalan implan, dan complex regional pain syndrome (CRPS) terjadi dalam jumlah kasus yang sedikit namun cenderung terjadi pada grup CR.
Kohort:
Pada penelitian observasional kohort, hasil penelitian yang didapatkan secara umum serupa dengan uji klinis acak terkontrol. Tidak dijumpai adanya perbedaan yang bermakna secara klinis pada rerata skor PRWE grup VLP dan CR. Namun, skor kuesioner Disabilities of Arm, Shoulder, and Hand grup VLP ditemukan lebih baik dibandingkan dengan grup CR. Tidak ditemukan adanya perbedaan insidensi komplikasi pada grup VLP dan CR.
Kelebihan Penelitian
Kelebihan utama dari penelitian ini adalah metode penelitian yang memaksimalkan jumlah subjek penelitian dengan menerapkan dua metode penelitian sekaligus, yaitu uji klinis acak terkontrol dan penelitian observasional kohort. Bila pasien tidak ingin terapi diberikan secara acak, peneliti memberikan pilihan agar pasien tetap terlibat sebagai subjek penelitian dengan mengikutkan pasien dalam penelitian observasional. Dengan metode ini, selain dapat menghargai pilihan pasien, peneliti dapat menjaga jumlah sampel agar tidak berkurang akibat faktor autonomi pasien.
Selain itu, penelitian ini, terutama pada uji acak terkontrol, mampu mempertahankan angka follow-up/pemantauan yang tinggi pada subjek penelitian, di mana angka ketidaktersediaan follow-up studi pada angka 4%. Angka ketidaktersediaan follow-up yang rendah ini didapatkan dari metode follow-up yang tidak dilakukan secara tatap muka, melainkan melalui sambungan telepon sebagai bagian dari randomisasi. Randomisasi ini dilakukan secara computer-based, sehingga risiko bias dapat diminimalisir.
Limitasi Penelitian
Limitasi dari penelitian ini adalah adanya risiko bias dari tenaga kesehatan. Hasil dari tindakan bedah dan non-bedah dapat dipengaruhi oleh kemampuan klinisi yang melaksanakan tindakan. Di satu sisi, kemampuan klinisi dapat menjadi kekuatan, namun di sisi lain juga dapat meningkatkan risiko kelalaian.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa teknik reduksi tertutup pada kasus fraktur radius distal pasien lansia menghasilkan luaran yang tidak berbeda bermakna dibandingkan pembedahan dengan reduksi terbuka dan pemasangan plat bedah. Di Indonesia, di mana tidak seluruh layanan kesehatan memiliki sarana dan prasarana untuk reduksi terbuka, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa reduksi tertutup merupakan pilihan terapi yang sama baiknya.
Penggunaan metode non-bedah juga cocok dilakukan pada pasien dengan morbiditas yang sering ditemui pada lansia yang akan meningkatkan risiko anestesi dan komplikasi bedah, serta pada pasien dengan kecemasan berlebih terhadap tindakan pembedahan.