Kesehatan mental remaja yang dipengaruhi oleh media sosial merupakan topik yang banyak diperdebatkan beberapa tahun terakhir. Tingginya penggunaan media sosial membuat kanal tersebut menjadi elemen penting dalam proses perkembangan remaja.
World Health Organization melaporkan pada tahun 2017 terdapat 10–20% anak-anak dan remaja yang menderita gangguan kesehatan jiwa. Gangguan yang paling sering ditemukan pada kelompok tersebut adalah gangguan ansietas dan depresi, dengan prevalensi yang meningkat hingga 70% dalam 25 tahun terakhir.[1]
Era baru teknologi telah merevolusi cara kita berkomunikasi dan berinteraksi. Beberapa ahli berspekulasi bahwa media sosial memiliki pengaruh terhadap kesehatan mental remaja. Berbagai penelitian dilakukan untuk menilai apakah media sosial memiliki dampak positif atau negatif terhadap kesehatan mental remaja.[2–4]
Hubungan antara Media Sosial dan Kesehatan Mental Remaja
Hubungan antara media sosial dan kesehatan mental telah lama menjadi perbincangan. Pernyataan dari beberapa organisasi kesehatan, seperti American Association of Suicidology atau Royal Society for Public Health mengenai topik ini menjadi perdebatan di kemudian hari karena didasari oleh penelitian dengan desain yang kurang adekuat.[5]
Pada tahun 2011, American Academy of Pediatrics menyebutkan bahwa “Depresi Facebook” merupakan sebuah kondisi yang mungkin terjadi pada kaum muda yang menggunakan media sosial terlalu lama. Pernyataan tersebut menjadi kontroversi setelah diketahui bahwa laporan tersebut tidak didasari sumber primer, melainkan berita di media.[5]
Di sisi lain, studi-studi primer yang telah dilakukan sejauh ini menunjukkan hasil yang bervariasi mengenai hubungan antara media sosial dan kesehatan mental remaja.[5]
Bukti Klinis Pro Adanya Hubungan Kesehatan Mental Remaja dan Media Sosial
Media sosial sering dianggap memberikan dampak negatif pada remaja. Penggunaan media sosial dinilai memiliki risiko terhadap penyimpangan psikososial remaja, seperti penghargaan diri, gambaran tubuh ideal, dan identitas remaja. Selain itu, media sosial juga berkaitan dengan isu mengenai perundungan dunia maya, akses pornografi yang lebih mudah, dan perilaku sexting atau bertukar pesan yang berbau seksual.[4]
Pada tahun 2018, tinjauan oleh Crone et al menunjukkan bahwa perkembangan sistem saraf yang sedang mengalami perkembangan signifikan pada saat remaja berkontribusi terhadap sensitivitas remaja terhadap penolakan di dunia maya, penerimaan dan pengaruh teman sebaya, serta interaksi yang penuh emosi di media sosial.
Sensitivitas terhadap pengaruh teman sebaya ini lebih tinggi ditemukan pada kelompok remaja daripada kelompok usia lebih tua. Dari tinjauan ini dapat disimpulkan media sosial memiliki pengaruh yang lebih besar pada kelompok remaja.[3]
Tinjauan pustaka dari 13 artikel primer pada tahun 2020 oleh Keles et al menunjukkan bahwa ada hubungan antara penggunaan media sosial dan masalah kesehatan mental pada remaja, terutama depresi.[1] Tinjauan lain oleh Primack juga menunjukkan hubungan antara penggunaan media sosial dan peningkatan insidensi depresi, ansietas, dan gangguan tidur pada remaja.[6]
Penelitian O’Reilly et al pada tahun 2018 menunjukkan hasil yang menarik tentang pandangan remaja mengenai hubungan media sosial terhadap kesehatan mental mereka sendiri. Penelitian kualitatif tersebut menganalisis 6 focus group discussion di berbagai sekolah di kota Leicester dan London.[7]
Para responden yang terdiri dari para remaja, cenderung setuju bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Namun, mayoritas menjawab dengan subjek “remaja pada umumnya”, bukan berdasarkan pengalaman pribadi.[7]
Para remaja tersebut mungkin tidak merasakan sendiri dampak media sosial terhadap kesehatan mental mereka, tetapi menjawab berdasarkan informasi yang pernah mereka dapatkan. Hal ini menunjukkan bahwa remaja memiliki kekhawatiran mengenai risiko internet dan media sosial terhadap kesehatan mental, baik secara langsung yang berujung pada kelainan mood dan ansietas maupun secara tidak langsung melalui perundungan dunia maya.[7]
Meskipun banyak penelitian yang menunjang adanya hubungan antara penggunaan media sosial dan kesehatan mental remaja, banyak penelitian lain menunjukkan hasil sebaliknya dan menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua variabel tersebut.
Meskipun demikian, perlu diketahui bahwa kebanyakan metode penelitian tersebut adalah potong lintang, sehingga sulit menentukan hubungan kausalitas penggunaan media sosial memengaruhi kesehatan mental, atau sebaliknya, yaitu orang yang mempunyai kecenderungan untuk depresi, ansietas, atau distres psikologis lainnya menggunakan media soial dengan intensitas yang lebih tinggi.[1]
Bukti Klinis Kontra Adanya Hubungan antara Kesehatan Mental Remaja dan Media Sosial
Pada tahun 2017, Berryman et al meneliti hubungan berbagai aspek media sosial terhadap kesehatan mental 467 responden. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa media sosial tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk memprediksi kesehatan mental. Berryman et al juga menyatakan kekhawatiran bahwa penggunaan media sosial yang mencetuskan krisis kesehatan mental juga tidak dapat dibenarkan.[5]
Namun, penelitian tersebut mengeksklusi perilaku vaguebooking, yaitu unggahan pada media sosial yang tidak memberikan informasi yang jelas, yang bertujuan untuk menarik perhatian dari pembacanya, seperti “Kadang aku merasa seperti… entahlah..” Dalam konteks penggunaan media sosial, vaguebooking dapat menjadi peringatan seseorang sedang mengalami masalah mental.[5]
Meskipun tidak setuju bahwa media sosial dapat menyebabkan krisis kesehatan mental, Berryman et al menyatakan bahwa hubungan antara penggunaan media sosial dan kesehatan mental dipengaruhi oleh bagaimana seseorang menggunakan media sosial tersebut. Kualitas dan cara penggunaan media sosial lebih memengaruhi kesehatan mental daripada waktu yang dihabiskan.[5]
Hal ini sesuai dengan tinjauan oleh Keles et al, yaitu beberapa studi menunjukkan tidak ada hubungan antara frekuensi penggunaan media sosial dan mood depresi, meskipun beberapa studi lain menunjukkan hal sebailknya. Variasi hasil penelitian tersebut dapat disebabkan penggunaan media sosial berpengaruh secara tidak langsung terhadap kesehatan mental, tetapi dijembatani oleh faktor-faktor mediator seperti insomnia, dukungan sosial yang dirasakan, dan ruminasi.[1]
Dari studi-studi tersebut ditemukan, penggunaan media sosial semata tidak secara langsung memiliki hubungan dengan kesehatan mental. Komponen dalam penggunaan media sosial memainkan peran lebih terhadap kesehatan mental. Selain itu, faktor luar juga dapat memengaruhi dan menjembatani hubungan antara penggunaan media sosial dan kesehatan mental remaja.
Komponen Penggunaan Media Sosial yang Berperan pada Kesehatan Mental Remaja
Dalam penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara media sosial dan kesehatan mental remaja, terdapat variasi hasil mengenai komponen media sosial yang berperan. Sebagian besar penelitian menunjukan hubungan tersebut sangat kompleks dan tidak bisa dinyatakan sebagai hubungan langsung. Hal ini menunjukkan hubungan antara media sosial dan kesehatan mental bersifat multifaktorial.[1]
Dari 13 penelitian yang dianalisis oleh Keles et al, dapat disimpulkan bahwa ada empat faktor risiko utama terhadap gangguan kesehatan mental remaja akibat penggunaan media sosial, yaitu durasi penggunaan media sosial, tingginya aktivitas di media sosial, investasi personal pada media sosial, dan adiksi media sosial.[1]
Aktivitas media sosial yang dimaksud adalah frekuensi memeriksa pesan masuk, jumlah teman di dunia maya, dan jumlah swafoto. Hal lain yang perlu digarisbawahi adalah adanya perilaku-perilaku tertentu (contoh: perbandingan sosial, penggunaan media sosial secara aktif atau pasif, motif penggunaan media sosial) yang lebih berpengaruh menimbulkan gejala depresi, ansietas, dan distres psikologi lainnya daripada frekuensi penggunaan media sosial atau jumlah teman di dunia maya.[1]
Faktor lain yang diperkirakan menjembatani penggunaan media sosial dan kesehatan mental adalah faktor budaya yang memengaruhi peran dan ekspektasi keluarga terhadap individu remaja, lingkungan yang memengaruhi perkembangan remaja dan kemampuan bersosialisasi, motivasi penggunaan media sosial, pembanding sosial dan umpan balik teman sebaya, penghargaan diri, faktor kontekstual, kurangnya aktivitas fisik, serta perundungan di dunia maya.[1]
Dampak Positif Media Sosial bagi Kesehatan Mental Remaja
Terlepas dari risiko gangguan kesehatan mental, media sosial juga memiliki potensi sebagai platform untuk memberikan dukungan bagi orang dengan gangguan kesehatan jiwa dengan mempromosikan kesehatan mental, mendukung retensi pengobatan kesehatan jiwa, dan meningkatkan layanan kesehatan mental yang sudah ada.[8]
Media sosial dapat memfasilitasi interaksi sosial, salah satu aspek penting yang biasanya ditemukan bermasalah pada orang dengan gangguan mental, seperti spektrum skizofrenia. Dalam beberapa studi ditemukan remaja dan kaum muda dengan gangguan mental menggunakan media sosial untuk mengurangi rasa kesepian.[8]
Media sosial juga dapat digunakan sebagai jaringan komunikasi bagi remaja untuk saling mendukung satu sama lain. O’Reilly et al pada tahun 2018 mengajukan adanya potensi media sosial dalam promosi kesehatan mental pada remaja. Media sosial dapat menjadi medium alternatif yang baik bagi remaja untuk mencari informasi dan konseling mengenai kesehatan mental di saat topik ini masih menjadi stigma dan tabu untuk dibicarakan.[8,9]
Kesimpulan
Media sosial memiliki potensi memengaruhi kesehatan mental remaja, terutama gangguan ansietas dan depresi. Meskipun demikian, hubungan tersebut bersifat multifaktorial dan dipengaruhi bagaimana seseorang menggunakan media sosial itu sendiri. Di sisi lain, media sosial juga memiliki potensi dalam mendukung remaja dengan gangguan kesehatan mental.
Penelitian lebih lanjut mengenai kesehatan mental remaja di era media sosial sangat diperlukan. Penelitian dapat diperluas dalam bentuk follow up longitudinal dan diperluas dalam penilaian media sosial secara keseluruhan, tidak hanya pada satu platform tertentu.[1] Pengaruh penggunaan, medium yang digunakan, frekuensi, dan tingkat aktivitas di media sosial pada remaja memerlukan kajian lebih lanjut.[3]