Effect of Empagliflozin on Weight in Patients with Prediabetes and Diabetes
Sanjari M, Hadavizadeh M, Sadeghi N, et al. Scientific Reports. 2025;15:118. https://doi.org/10.1038/s41598-024-83820-7.
Abstrak
Latar Belakang: Dalam pengobatan pasien diabetes melitus, dampak konsumsi obat penurun glukosa darah terhadap berat badan selalu menjadi topik yang menarik. Studi ini meneliti efek konsumsi empagliflozin terhadap berat badan pada pasien dengan pradiabetes dan diabetes melitus tipe 2.
Metode: Studi kuasi-eksperimental ini dilakukan pada pasien dengan pradiabetes atau diabetes melitus tipe 2 dengan kadar HbA1c hingga 1% lebih tinggi dari target pengobatan, dan tidak mengonsumsi obat penurun glukosa darah lainnya.
Pasien menerima 10 miligram empagliflozin satu kali sehari selama tiga bulan. Selama mengonsumsi obat ini, berat badan, indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang, dan tekanan darah dievaluasi setiap bulannya. Sebanyak 43 pasien yang terdiri atas 21 wanita dan 22 pria mengikuti penelitian ini.
Hasil: Berat rata-rata pasien menurun sebesar 2,96±1,96 kg (3,8%) (P<0,001). IMT menurun sebesar -1,10±0,71 Kg/m2 (3,72%) (P<0,001). Lingkar pinggang pasien menurun sebesar -3,23±3,69 sentimeter (P<0,001). Kadar glukosa plasma puasa menurun dari 114,86 menjadi 109,48 mg/dL (P<0,001), dan HbA1c menurun dari 6,52% menjadi 6,38% (P<0,001).
Perubahan berat badan lebih signifikan pada pria daripada wanita (-3,59±1,74 vs. -2,30±1,99), (P=0,029). Penurunan berat badan lebih besar pada pasien dengan laju filtrasi glomerulus (GFR) lebih tinggi dari 90 dibandingkan dengan GFR lebih rendah dari 90 (-3,34±2,00 vs. -2,16±1,67) (P=0,063).
Selain itu, tidak ada perbedaan signifikan yang diamati dalam perubahan berat badan, IMT, dan lingkar pinggang antara kelompok IMT yang berbeda (kurang dari 25, 25 hingga 30, 30 hingga 35, dan lebih tinggi dari 35).
Tren perubahan signifikan diamati pada berat badan dan IMT dalam periode pengobatan empagliflozin selama tiga bulan (P<0,001) dan tidak mencapai tingkat plateau setelah tiga bulan. Perubahan lingkar pinggang juga signifikan, mencapai tingkat plateau setelah satu bulan (P<0,001). Tidak ada perubahan signifikan dalam tekanan darah.
Kesimpulan: Berat badan, IMT, dan lingkar pinggang pasien menurun setelah pemberian empagliflozin. Penurunan berat badan lebih besar pada pria daripada wanita dan pada pasien dengan GFR di atas 90 daripada mereka yang memiliki GFR di bawah 90.
Ulasan Alomedika
Obesitas dan kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko diabetes yang dapat dicegah, tetapi strategi penurunan berat badan berbasis gaya hidup seringkali kurang efektif dalam jangka panjang. Oleh karena itu, pendekatan farmakologis seperti penggunaan sodium-glucose cotransporter-2 (SGLT2) Inhibitor seperti empagliflozin semakin dipertimbangkan.
Empagliflozin dikenal memiliki manfaat dalam menurunkan berat badan. Namun, sebagian besar penelitian menilainya sebagai terapi lini kedua bersama Metformin pada pasien diabetes yang tidak terkontrol atau gagal jantung. Studi ini bertujuan mengevaluasi efek Empagliflozin sebagai terapi lini pertama pada pasien pradiabetes atau diabetes dengan kadar HbA1c sedikit di atas ambang diagnostik.
Ulasan Metode Penelitian
Penelitian ini melibatkan individu berusia 18-65 tahun yang didiagnosis dengan pradiabetes atau diabetes melitus, didefinisikan berdasarkan kriteria yang diberikan oleh American Diabetes Association. Kriterianya dengan kadar HbA1c tidak lebih dari 1% di atas target untuk manajemen diabetes dan tidak mengonsumsi obat pengontrol gula darah lain.
Semua peserta menerima dosis harian 10 mg empagliflozin yang dikonsumsi satu kali sehari selama tiga bulan dan kemudian diukur berat badan, lingkar pinggang, tekanan darah sistolik dan diastolik, serta potensi efek samping dipantau perubahannya setiap bulan selama tiga bulan. Sayangnya, tidak ada kelompok kontrol dan metode blinding yang diterapkan sehingga rentan terhadap bias.
Analisis statistik yang digunakan pada jurnal ini yaitu IBM SPSS Statistics 27 dengan uji-T Sampel Berpasangan, uji-T Independen, ANOVA Satu Arah, serta Persamaan Estimasi Umum untuk mengevaluasi hubungan antar variabel. Analisis statistik ini cukup komprehensif untuk analisis sebelum dan sesudah intervensi serta hubungan antara perubahan berat badan dan variabel lainnya.
Ulasan Hasil Penelitian
Dari total 43 peserta yang awalnya ikut serta dalam studi, semuanya berhasil menyelesaikan penelitian hingga akhir. Namun, hanya 36 dari mereka yang benar-benar menghadiri semua kunjungan yang telah dijadwalkan.
Dalam studi ini, perubahan variabel demografi (seperti berat badan, lingkar pinggang, dll.) dianalisis secara berkala setiap bulan menggunakan Uji Pengukuran Berulang (Repeated Measures Test). Analisis ini dilakukan hanya pada 36 peserta yang hadir di semua kunjungan, yaitu:
- Kunjungan awal (sebelum pengobatan dimulai)
- Kunjungan kedua (setelah satu bulan terapi Empagliflozin)
- Kunjungan ketiga (setelah dua bulan terapi)
- Kunjungan keempat (setelah tiga bulan terapi)
Setelah 12 minggu pemberian empagliflozin, penelitian ini menunjukkan perubahan klinis yang signifikan, khususnya pada parameter metabolik. Empagliflozin menurunkan berat badan dan indeks massa tubuh (IMT) pada sebagian besar partisipan, dengan penurunan berat badan berkisar antara +1,8 hingga -6,3 kg. Hasil ini diperkuat oleh data lingkar pinggang yang juga mengalami penurunan bermakna.
Efek penurunan berat badan yang signifikan ini sejalan dengan mekanisme kerja empagliflozin sebagai inhibitor SGLT2, yang mendorong ekskresi glukosa melalui urin dan secara tidak langsung meningkatkan kehilangan kalori. Efek ini juga tampak lebih kuat pada pria dan individu dengan fungsi ginjal yang lebih baik, mendukung adanya variasi respons berdasarkan faktor fisiologis individu.
Dengan tidak adanya perbedaan signifikan pada tekanan darah, hasil ini menegaskan bahwa efek utama empagliflozin dalam konteks studi ini memang terfokus pada parameter metabolik, khususnya berat badan dan kontrol glikemik, bukan tekanan darah.
Kelebihan Penelitian
Penelitian ini mengevaluasi empagliflozin sebagai terapi lini pertama pada pasien dengan prediabetes atau diabetes dengan HbA1c sedikit di atas ambang diagnostik, berbeda dari studi sebelumnya yang meneliti penggunaannya sebagai terapi tambahan terhadap metformin.
Menggunakan desain kuasi-eksperimental dengan pemantauan berkala selama 12 minggu, penelitian ini menganalisis perubahan berat badan, IMT, lingkar pinggang, dan tekanan darah. Selain itu, penelitian ini membandingkan efek empagliflozin berdasarkan jenis kelamin dan tingkat fungsi ginjal (glomerular filtration rate / GFR), memberikan wawasan tambahan terkait faktor yang memengaruhi respons pengobatan.
Hasil studi ini konsisten dengan penelitian sebelumnya mengenai efek penurunan berat badan empagliflozin, namun juga mengungkap adanya variasi efek berdasarkan jenis kelamin dan GFR.
Limitasi Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Ukuran sampel yang kecil dengan hanya 43 peserta dan tidak adanya kelompok kontrol sehingga sulit untuk mengisolasi efek empagliflozin dari faktor lain. Durasi penelitian yang relatif singkat selama 12 minggu juga membatasi penilaian terhadap keberlanjutan efek penurunan berat badan.
Pemantauan intensif dengan durasi singkat terhadap peserta dapat memunculkan efek Hawthorne, di mana perubahan perilaku, seperti peningkatan kepatuhan terhadap pengobatan dan gaya hidup sehat, mungkin tidak mencerminkan kondisi di dunia nyata.
Penelitian lebih lanjut dengan metode randomized controlled trial dan jumlah sampel yang lebih besar perlu dilakukan, untuk mendeteksi perubahan yang signifikan dalam berat badan secara klinis atau penurunan target HbA1c. Diabetes sangat umum dijumpai, sehingga mengumpulkan sampel seharusnya tidak menjadi masalah.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa empagliflozin berpotensi sebagai terapi farmakologis untuk membantu manajemen berat badan pada pasien pradiabetes dan diabetes di Indonesia, terutama pada pria dan individu dengan fungsi ginjal yang lebih baik.
Dengan meningkatnya prevalensi obesitas dan diabetes, penggunaan empagliflozin dapat menjadi salah satu strategi dalam pengendalian berat badan. Sayangnya, metode penelitian ini tidak memberikan bukti yang cukup kuat untuk menunjukkan bahwa empagliflozin dapat digunakan sebagai pengobatan lini pertama, karena penelitian ini tidak terkontrol dan jumlah sampelnya terlalu kecil.
Kedepannya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menyertakan kelompok kontrol serta evaluasi jangka panjang untuk menilai efektivitas dan keamanan obat ini dalam penggunaan yang lebih luas.
Selain itu, mengingat pengaruh GFR terhadap penurunan berat badan, penelitian lebih lanjut pada kelompok pasien dengan tingkat fungsi ginjal yang berbeda juga perlu dipertimbangkan. Studi di negara lain dengan pola makan yang beragam juga direkomendasikan untuk memahami efek empagliflozin dalam berbagai konteks budaya dan gaya hidup.
Secara keseluruhan, studi ini tidak memiliki metode dan jumlah sampel yang cukup untuk mengkonfirmasi potensi empagliflozin. Sehingga diperlukan penelitian lanjutan dengan desain randomized controlled trial dan jumlah sampel yang lebih besar untuk memastikan temuan ini dan meningkatkan validitas eksternal hasilnya.