Penentuan terapi pada cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) dipengaruhi beberapa faktor, agar dapat memberikan tata laksana yang yang cepat dan tepat, terutama bila yang mengalaminya adalah seorang atlet usia muda. Banyak teori yang menyarankan rekonstruksi secepatnya untuk mencegah perburukan atau kerusakan lebih lanjut dari sendi lutut. Namun, pemilihan terapi sebenarnya bukan hanya terapi operatif saja, melainkan juga terapi nonoperatif termasuk fisioterapi. [1-3]
Cedera ACL merupakan cedera pada lutut yang cukup serius karena dapat menyebabkan ketidakstabilan pada sendi lutut. Sehingga cedera ini dapat berdampak pada terbatasnya gerakan untuk beraktivitas di sendi ACL. Ligamen ini memegang peranan yang cukup penting pada seseorang yang memiliki aktivitas tinggi, misalnya pada kalangan atlet yang perlu melakukan aktivitas olahraga dengan intensitas yang tinggi. Cedera yang terjadi dapat menurunkan ruang gerak, penurunan fungsi dari sendi lutut, dan penurunan fungsi hidup seseorang. Bahkan kondisi ini memiliki kaitan yang cukup erat dengan peningkatan resiko terjadinya osteoarthritis pada sendi lutut. [1-3]
Pilihan Terapi pada Cedera ACL Akut
Tujuan dari terapi cedera ACL adalah untuk mengembalikan fungsi sendi, mengurangi gejala, meningkatkan kualitas hidup, dan meminimalkan risiko komplikasi di kemudian hari. Terdapat beberapa pilihan terapi yang dapat dilakukan pada kasus cedera ACL akut, yaitu terapi nonoperatif dan terapi operatif. [1,4]
Terapi Nonoperatif
Terapi nonoperatif terdiri dari rangkaian fisioterapi yang dijalankan selama kurang lebih 3 bulan dengan supervisi, disertai pemberian obat anti inflamasi, hingga dapat kembali ke aktivitas rutin secara bertahap. Latihan yang diberikan termasuk range-of-motion (ROM), penguatan dari otot quadriceps, hamstrings, hip abductors, dan otot batang tubuh. Evaluasi biasanya akan dilakukan pada minggu ke-6 hingga ke-12 setelah cedera, untuk menilai efektivitas rehabilitasi dan untuk mempertimbangkan apakah perlu dilakukan rekonstruksi ACL. [1-3]
Terapi Operatif
Pada terapi operatif, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan di antaranya penentuan waktu pembedahan, komplikasi yang mungkin terjadi, teknik pembedahan, serta rehabilitasi setelah operasi.
Penentuan Waktu Pembedahan
Sebuah telaah Jurnal (systematic review) yang melibatkan 3583 pasien menjelaskan bahwa, tidak ada perbedaan signifikan secara statistik terhadap hasil yang didapatkan yang berkaitan dengan waktu pembedahan. Namun, waktu penentuan pembedahan dapat memberikan dampak pada perkembangan berat tidaknya kerusakan jaringan yang terjadi. Sebuah studi retrospektif yang membandingkan rekonstruksi ACL segera dengan rekonstruksi ACL kemudian, menunjukan terjadinya angka kerusakan yang cukup tinggi, pada meniskus medial dan kartilago medial tibiofemoral, pada subjek yang menjalani terapi pembedahan lebih lambat. Studi lain menjelaskan terjadi peningkatan risiko dua kali lebih tinggi apabila rekonstruksi ACL ditunda lebih dari 5 bulan setelah cedera, dan enam kali lebih tinggi resikonya bila ditunda lebih dari 1 tahun. [1,2]
Guideline dari The American Academy of Orthopaedic Surgeons mengenai manajemen dari cedera ACL, merekomendasikan terapi nonoperatif dalam waktu 12 minggu harus diikuti dengan evaluasi, apakah tindakan pembedahan dibutuhkan atau tidak. Apabila rekonstruksi ACL diindikasikan, maka tindakan pembedahan harus dilakukan dalam waktu 5 bulan setelah cedera untuk menghindari berulangnya ketidakstabilan sendi lutut yang dapat menambah kerusakan pada meniskus, kartilago artikular, atau keduanya. [1,2]
Komplikasi Rekonstruksi ACL
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada terapi rekonstruksi ACL adalah infeksi pada luka superfisial (kurang dari 1% pasien). Komplikasi lainnya yang mungkin terjadi adalah infeksi sendi dan hemarthrosis postoperatif, hingga kelemahan otot quadriceps. Gangguan gerak juga dapat terjadi apabila kedudukan graft tidak tepat, atau karena arthrofibrosis, yaitu pembentukan jaringan skar pada sendi yang menimbulkan rasa nyeri saat digerakan, mengakibatkan gerak sendi terbatas. [1-3]
Teknik Pembedahan
Penelitian menunjukan bahwa penggunaan autograft yang berasal dari otot hamstrings (tendon dari otot semitendinosus dan gracilis), maupun dari tendon patella, memberikan hasil yang sama. Sumber lainnya adalah penggunaan tendon quadriceps, yang memiliki resiko kerusakan lebih kecil bila dibandingkan dengan tendon patella. Jika dibandingkan dengan autograft, penggunaan allograft membutuhkan biaya yang lebih tinggi, dan kemungkinan terjadinya kegagalan lebih tinggi, sehingga kejadian robekan berulang dapat terjadi. Karena itu, direkomendasikan penggunaan autograft dibandingkan allograft. [1,2]
Ketika cedera ACL berkaitan dengan cedera multiple ligament lutut, penanganan bedah untuk semua kerusakan ligamen dapat dilakukan segera, baik melalui artroskopi maupun rekonstruksi terbuka dari ligamen kolateral. Pada dasar nya baik artroskopi maupun rekonstruksi terbuka memiliki fungsi yang sama baiknya. Perbedaannya adalah pada luka bekas operasi yang dihasilkan, dimana artroskopi memiliki luka sayatan yang lebih kecil dibandingkan rekonstruksi terbuka sehingga membutuhkan waktu pemulihan luka yang lebih cepat. [1,2,5]
Hal yang harus ditekankan adalah waktu penanganan segera disaat diketahui terjadi cedera multiple ligament lutut. Penanganan segera dari cedera multipel ligament dapat menghasilkan pemulihan yang lebih cepat, mencegah atrofi otot karena mobilisasi segera, pencegahan instabilitas valgus, dan menjaga fungsi proprioseptif. [1,2,5]
Rehabilitasi
Pada dasarnya rehabilitasi setelah operasi memiliki prinsip yang sama sebagaimana yang dilakukan pada terapi nonoperatif. Rehabilitasi yang dilakukan mencakup latihan ROM secara maksimal, pencegahan hipertrofi otot, pengurangan rasa nyeri dan bengkak, dan pencegahan terjadinya tekanan pada ligamen yang telah direkonstruksi. Rehabilitasi dimulai pada minggu pertama setelah pembedahan, hingga 6 sampai 9 bulan kemudian, dengan durasi 2 hingga 3 sesi tiap minggunya. Rehabilitasi yang dilakukan termasuk terapi krioterapi (kompresi dengan perban elastis dan es untuk mengurangi pembengkakan), latihan beban sesuai kemampuan pasien, penguatan otot quadriceps, hingga pelatihan neuromuskular. Pelatihan neuromuscular adalah latihan pengontrolan otot, stabilitas sendi, dan gerakan sendi. [1,2]
Telaah Penelitian Pilihan Terapi pada Cedera ACL Akut
Sebuah penelitian mengenai pemilihan terapi yang optimal yang dapat diberikan pada kondisi cedera ACL, dimana sejauh ini manajemen terapi yang optimal belum diketahui. Penelitian ini melibatkan 121 atlet muda yang mengalami cedera ACL akut, dan diberikan dua jenis strategi terapi, yaitu rehabilitasi terstruktur yang diikuti dengan rekonstruksi ACL segera, dan rehabilitasi terstruktur yang diikuti rekonstruksi ACL kemudian jika dibutuhkan. Hasil terapi dinilai berdasarkan peningkatan nilai Knee Injury and Osteoarthritis Outcome Score (KOOS) pada 4 dari 5 poin yang ada setelah 2 tahun terapi. KOOS-4 tersebut meliputi penilaian nyeri, gejala yang timbul, penurunan fungsi pada aktivitas olahraga dan rekreasi, serta taraf kualitas hidup yang terkait sendi lutut. [2]
Hasil dari penelitian didapatkan 62 subjek menjalani rehabilitasi diikuti rekonstruksi ACL segera, dan 59 subjek menjalani rehabilitasi diikuti rekonstruksi ACL kemudian jika dibutuhkan. Dari 59 subjek kelompok kedua, 23 subjek menjalani operasi rekonstruksi dan 36 subjek tanpa rekonstruksi. Perhitungan peningkatan nilai KOOS-4 setelah 2 tahun pengamatan menunjukan bahwa subjek yang menjalani rehabilitasi diikuti rekonstruksi segera, mengalami peningkatan nilai sebesar 39,2 poin, sedangkan subjek yang menjalani rehabilitasi diikuti dengan atau tanpa rekonstruksi kemudian, mengalami peningkatan nilai sebesar 39,4 poin. [2]
Sehingga dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara kedua terapi yang diberikan. Strategi terapi rehabilitasi yang diikuti dengan rekonstruksi ACL segera tidak lebih baik bila dibandingkan dengan strategi terapi rehabilitasi yang diikuti dengan rekonstruksi ACL kemudian atau tanpa rekonstruksi sekalipun. [1,2]
Faktor yang Mempengaruhi Pilihan Terapi pada Cedera ACL
Cedera ACL sangat krusial karena dapat menimbulkan ketidakstabilan sendi lutut, terutama pada aktivitas olahraga. Poin penting dalam pemilihan terapi cedera ACL adalah mengembalikan kualitas hidup pasien sebagaimana yang dimiliki pasien sebelum mengalami cedera, serta mempertimbangkan risiko kerusakan meniskus atau kartilago artikular. Semakin lama tindakan operatif yang perlu dilakukan tidak dikerjakan, maka semakin meningkat angka kejadian kerusakan meniskus atau kartilago artikular. [3,4]
Derajat disabilitas yang dialami setelah cedera ACL sangat beragam, bergantung pada tipe dan level aktivitas fisik yang dimiliki. Misalnya cedera ACL pada atlet muda, rekonstruksi ACL segera dianjurkan, sehingga memungkinkan mereka lebih cepat kembali menjalani aktivitas olahraga. Selain itu, terapi operatif lebih dipilih untuk mencegah kerusakan kartilago artikular sendi lutut dan meniskus. [3,4]
Derajat kerusakan cedera lutut juga dapat mempengaruhi pilihan terapi yang akan dilakukan. Sebagai contoh, kesuksesan penyembuhan setelah perbaikan meniskus sangat dipengaruhi oleh beratnya kerusakan dari ACL, maupun cedera atau kerusakan lain yang menyertainya. Oleh sebab itu, angka kesembuhan akan lebih tinggi pada perbaikan meniskus yang diikuti dengan rekonstruksi dari ACL secara bersamaan. [3,4]
Hal yang paling penting yang dapat dijadikan acuan untuk memprediksi keberhasilan terapi adalah bukan dari kerusakan ACL nya sendiri, melainkan keberadaan lesi yang muncul pada meniskus dan kartilago artikular, yang akan berkembang menjadi prematur arthritis. Oleh karena itu, pilihan terapi yang tepat disertai waktu penanganan yang segera menjadi faktor yang dapat mencegah kejadian prematur artritis. Sebuah studi melaporkan bahwa, angka kejadian arthritis setelah trauma di antara pasien usia muda yang mengalami cedera ACL mencapai 50% pada 10 hingga 20 tahun observasi, baik dengan atau tanpa pembedahan rekonstruksi ACL. Dengan demikian, apabila sudah diketahui terdapat lesi pada meniskus maupun kartilago artikular saat cedera ACL, maka keduanya pun harus segera diperbaiki dengan rekonstruksi perbaikan meniskus selain dari perbaikan pada ACL-nya sendiri untuk mencegah risiko arthritis. [3,4]
Kesimpulan
Cedera ACL harus segera didiagnosis, baik itu melalui pemeriksaan fisik maupun dengan pemeriksaan penunjang seperti MRI, dan segera ditentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan terapinya. Hasil penelitian menunjukan tidak terdapat perbedaan berarti antara rekonstruksi segera dengan rekonstruksi kemudian. Namun, apabila dipilih terapi rehabilitasi nonoperatif, maka evaluasi fungsi sendi lutut harus dilakukan 3 bulan setelah cedera. Gangguan fungsi yang masih tetap ditemukan setelah terapi rehabilitasi, menandakan bahwa terapi pembedahan perlu dipertimbangkan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dari meniskus dan kartilago artikular. [1-4]
Pada kasus tertentu seperti cedera ACL pada atlet dengan aktivitas tinggi, rekonstruksi ACL segera dapat menjadi pertimbangan. Baik terapi pembedahan dilakukan atau tidak, pemeriksaan fungsi sendi harus dilakukan sebelum atlet kembali melakukan aktivitas olahraganya untuk mencegah kejadian cedera berulang, cedera kontra lateral, atau bahkan keduanya. Penentuan terapi, baik direkonstruksi maupun tidak, sangat bergantung pada karakteristik cedera yang dialami, dan kebutuhan yang dimiliki oleh masing-masing pasien. [1-4]