Stres diduga dapat menyebabkan hendaya kognitif, namun tidak banyak dokter yang mengetahui seberapa bermakna pengaruhnya secara klinis. Stres didefinisikan sebagai konsekuensi yang timbul dari sebuah situasi yang melebihi kapasitas individu untuk mengatasinya.[1] Stres diketahui lebih rentan dialami individu dengan amnestic mild cognitive impairment (aMCI) jika dibandingkan dengan kelompok sehat.[1-3]
Stres juga dikatakan sebagai salah satu faktor risiko perkembangan aMCI menjadi dementia. Hal ini diduga berkaitan erat dengan peran kadar kortisol dan kerusakan hipokampus.[2-5] Selain itu, stres kronik juga menjadi faktor risiko berkembangnya penurunan kognitif di kemudian hari dan dikatakan sebagai salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi.[1,2]
Mekanisme Terjadinya Hendaya Kognitif pada Stres Kronik
Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa stres dapat mendorong penurunan kognitif melalui beberapa mekanisme, seperti disregulasi hormon (misalnya kortisol) dan peningkatan produksi sitokin proinflamasi. Peningkatan kadar kortisol jangka panjang dapat meningkatkan risiko terjadinya stress-related cognitive decline.[1,4] Respons ini akan mengubah struktur dan fungsi otak, khususnya pada area korteks prefrontal (PFC), hipokampus, dan amigdala. Hipokampus berperan penting pada fungsi memori dan merupakan lokasi neuropatologi dari penyakit Alzheimer.[1]
Bersamaan dengan peningkatan kortisol, akan terjadi peningkatan produksi sitokin proinflamasi yang juga akan meningkatkan risiko terjadinya depresi dan dementia.[1,5] Data-data penelitian sebelumnya pada hewan coba juga menunjukkan stres secara langsung berasosiasi dengan terjadinya dementia lewat hilangnya sinaps dan peningkatan kadar β-amyloid dan phosphorylated tau.[1]
Ranah Hendaya Kognitif pada Kondisi Stres
Sebuah penelitian potong lintang terhadap 1.099 orang berusia 64-100 tahun menilai hubungan antara stres dengan ranah kognitif yang terganggu. Penilaian stres dilakukan menggunakan Perceived Stress Scale (PSS) yang menilai kondisi stress dalam 1 bulan terakhir. Sementara itu, ranah kognitif yang diukur meliputi fungsi memori menggunakan Rey Auditory Verbal Learning Test (RAVLT); kecepatan memproses informasi menggunakan coding task; dan fungsi eksekutif menggunakan digit span dan word fluency.
Hasil penelitian ini menunjukkan kelompok dengan kondisi stress memiliki hasil yang lebih buruk pada fungsi kecepatan memproses informasi, direct dan delayed recall, kelancaran semantik, dan digit span backwards [4]
Rekomendasi Tata Laksana
Stres dianggap sebagai salah satu faktor risiko hendaya kognitif yang dapat dimodifikasi. Modifikasi yang dilakukan berupa upaya maupun intervensi tertentu untuk menghilangkan stres. Saat ini belum ada rekomendasi intervensi spesifik untuk menghilangkan stres ataupun mengatasi hendaya kognitif yang ditimbulkan oleh stres.[1,2,4] Intervensi yang ada masih berupa pengembangan respons alam pikiran yang positif, seperti psikoterapi (terutama mindfulness), olahraga, dan melakukan aktivitas yang menyenangkan.[1,6-8]
Olahraga
Sebuah meta analisis terhadap 6 penelitian acak terkontrol (RCT) dilakukan untuk menilai efek olahraga terhadap gejala cemas ataupun gangguan terkait stres. Subjek terdiri dari 262 orang (kelompok olah raga sebanyak 132 orang). Hasil studi menunjukkan bahwa olahraga memiliki efek menengah dalam mengurangi gejala cemas. Efek ini setara dengan penggunaan farmakoterapi seperti paroxetine, fluoxetine, quetiapin, fluvoxamine, dan venlafaxine pada orang dengan gangguan cemas.
Adapun anjuran yang dapat diberikan berupa melakukan olahraga dengan intensitas sedang sekurangnya 150 menit, atau 75 menit jika berupa olahraga aerobik, setiap minggunya.[6]
Belum diketahui mekanisme yang mendasari efek olahraga dalam reduksi gejala stres atau cemas. Diduga peran olahraga terhadap peningkatan kualitas hidup dan reduksi stres meliputi mekanisme terhadap kepercayaan diri, emosi, dan faktor fisik.[6,8] Perbaikkan lain dari faktor emosi dapat juga diakibatkan oleh reduksi rangsangan neuronal akibat peningkatan B-endorfin, serotonin, dan neuropeptida opioid.[6]
Mindfulness
Mindfulness dapat meningkatkan kesehatan mental lewat kemampuan beradaptasi terhadap stres. Konsep utama dari mindfulness adalah perspektif penerimaan diri seutuhnya tanpa menghakimi; kesadaran penuh terhadap pengalaman saat ini (present-moment awareness); serta atensi terhadap stimulus internal dan eksternal yang dirasakan. Mindfulness juga dikatakan memiliki efek yang setara dengan olahraga terhadap perbaikan fungsi atensi, eksekutif, awareness, self-compassion, dan gejala cemas.[8,9]
Mekanisme utama mindfulness terhadap stres diduga berkaitan dengan perbaikan regulasi emosi, ketenangan diri, efektivitas interpersonal, keterampilan sosial, self-efficacy, dan peningkatan kepercayaan diri seseorang.[8] Selain itu, perbaikan proses kognitif dari mindfulness seperti kontrol atensi dan fungsi eksekutif (kemampuan shifting, inisiasi, monitoring, dan regulasi perilaku) berhubungan langsung dengan penurunan gejala stres dan cemas.[9]
Mindfulness Based Stress Reduction (MBSR) merupakan salah satu teknik mindfulness yang telah distandarisasi dan digunakan untuk mengatasi stres, menurunkan kadar kortisol, dan meningkatkan kesejahteraan (well-being). Program ini dijalankan selama minimal 8 minggu dan terdiri dari meditasi mindfulness dan yoga, masing-masing sesi selama 30 menit per hari dan sekurangnya dilakukan 5 hari dalam seminggu.[3,10]
Kesimpulan
Stres kronik merupakan faktor risiko berkembangnya penurunan kognitif dan merupakan salah satu faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Mekanisme utama yang menyebabkan hendaya kognitif pada kondisi stres belum sepenuhnya dipahami. Adapun dugaan yang ada berkaitan dengan disregulasi hormon, peningkatan produksi sitokin proinflamasi, dan regulasi kortisol yang terganggu akibat kerusakan hipokampus.
Ranah hendaya kognitif yang terbukti terganggu dalam kondisi stres meliputi fungsi kecepatan memproses informasi, direct dan delayed recall, kelancaran semantik, dan digit span backwards.
Hingga saat ini belum ada rekomendasi intervensi spesifik yang ditujukan untuk mengatasi hendaya kognitif yang diinduksi stres. Intervensi yang ada bersifat reduksi stres seperti mindfulness, olahraga, dan melakukan aktivitas yang menyenangkan