Hiperpigmentasi pada kulit wajah memiliki berbagai penyebab dan diagnosis. Hiperpigmentasi pada kulit wajah bisa timbul akibat variasi normal genetik seperti tanda lahir, familial periorbital hyperpigmentation, atau mongolian spot. Meski begitu, hiperpigmentasi pada kulit wajah juga bisa disebabkan oleh proses patologis seperti paparan matahari, hidrokuinon (okronosis), konsumsi pil kontrasepsi, ataupun adanya peradangan yang menimbulkan hiperpigmentasi pasca inflamasi.[1,2]
Hiperpigmentasi Berdasarkan Letak Histologis Melanin
Berdasarkan letak melanin pada pemeriksaan histologi, hiperpigmentasi dapat dibagi menjadi epidermal melanosis, dermal melanosis, dan mixed type. Pada kebanyakan kasus, hiperpigmentasi bersifat jinak, tidak terasa gatal ataupun nyeri, tetapi dapat mengganggu secara kosmetik. Penegakkan diagnosis jenis hiperpigmentasi dilakukan dengan berbagai cara, seperti pemeriksaan lampu Wood, dermoskopi, dan histopatologi.[1-6]
Epidermal Melanosis
Pada epidermal melanosis, area kulit yang mengalami hiperpigmentasi menunjukkan sejumlah melanosit dalam jumlah yang normal, misalnya pada lesi cafe au lait dan urtikaria pigmentosa. Batas bintik-bintiknya tegas jika dilihat dengan pemeriksaan lampu Wood dan akan tampak berwarna coklat gelap. Hiperpigmentasi tipe ini paling berespon baik dengan pengobatan topikal.[1]
Dermal Melanosis
Tipe hiperpigmentasi dermal melanosis disebabkan melanin yang terletak di dermis, antara jaringan kolagen atau pada melanofag (clear cell). Pada hiperpigmentasi jenis ini, melanin epidermis normal. Contoh klinis dari dermal melanosis adalah fixed drug eruption, inkontinesia pigmentii, liken planus, dan banyak tipe hiperpigmentasi pasca inflamasi.
Pemeriksaan dengan lampu Wood tidak menunjukkan lesi berbatas tegas. Warna lesi adalah coklat keabuan. Lesi ini lebih tidak responsif terhadap terapi lokal seperti penggunaan hidrokuinon.[1]
Mixed Type
Hiperpigmentasi mixed type ditandai dengan peningkatan jumlah sel melanin di epidermis dan melanofag di dermis. Contoh yang paling sering dijumpai adalah hiperpigmentasi pasca inflamasi setelah trauma seperti tindakan peeling dan laser, atau dermatosis inflamasi seperti acne vulgaris. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, akan didapatkan tanda klinis tipe pigmentasi tipe epidermal dan dermal melanosis.[1,2]
Hiperpigmentasi Variasi Normal
Ada beberapa bentuk variasi normal hiperpigmentasi akibat genetik dan dipengaruhi ras. Meski demikian, variasi normal ini jarang muncul di wajah. Salah satu contohnya adalah Futcher atau Voigt lines yang sering muncul pada lengan atas anteromedial, bagian posterior tungkai bawah, area pre sternal, dan dada bilateral, serta cenderung dialami orang Asia.
Contoh lain adalah Mongolian spot yang terjadi sebagai akibat dari migrasi melanosit dari neural crest ke epidermis. Lesi normal ini juga mayoritas dialami orang Asia dan Melanesia. Hiperpigmentasi biasanya ditemukan di area sakrum, bokong dan punggung, serta akan memudar seiring bertambahnya usia.[1,2,4]
Hiperpigmentasi Pasca Inflamasi
Hiperpigmentasi pasca inflamasi dapat terjadi setelah seseorang mengalami dermatosis inflamatorik, trauma, ataupun intervensi medis seperti terapi laser. Paparan cahaya matahari dapat memperburuk kehitaman yang dialami pasien. Pada hiperpigmentasi pasca inflamasi, diskromia umumnya mengikuti pola dan distribusi dermatosis asal, tapi intensitasnya tidak selalu berkaitan dengan derajat inflamasi sebelumnya.[2,4,5]
Pigmentasi epidermal paling banyak berwarna coklat dan akan memudar dalam beberapa bulan. Pigmentasi dermal memiliki warna abu kecoklatan dan biasanya menetap selama bertahun-tahun.
Pigmentasi dermal dihasilkan dari kerusakan akibat inflamasi keratinosit basal, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah melanin. Pigmen bebas kemudian difagosit oleh makrofag pada dermis bagian atas dan menjadi tampilan warna biru abu pada lokasi tersebut. Secara klinis, tampak makula yang dapat simetris ataupun asimetris, berbatas tegas atau difus, tergantung distribusi dermatosis inflamasi sebelumnya.
Pada pemeriksaan dengan lampu Wood, bisa tampak lesi epidermal berbatas tegas atau lesi dermal dengan batas kurang tegas. Pada pemeriksaan dermoskopi, bisa tampak susunan reguler globul pigmen kecoklatan dan abu kebiruan yang tersusun secara retikuler.
Hiperpigmentasi pasca inflamasi sulit dihilangkan. Tujuan terapi adalah mengobati etiologi yang mendasari timbulnya inflamasi. Agen depigmentasi topikal dapat diberikan, tetapi harus dibarengi dengan penggunaan sunscreen secara teratur.[2,4]
Melasma
Melasma paling sering terjadi pada wanita yang hamil atau mengonsumi pil kontrasepsi dan sering terjadi di area wajah. Secara klinis, melasma dapat tampak sebagai makula coklat terang sampai gelap dengan batas tepian yang ireguler, biasanya terdistribusi pada dahi, pipi, hidung, di atas bibir, dagu, dan kadang mengenai leher. Faktor etiologi lain termasuk pengaruh genetik, paparan radiasi sinar ultraviolet, dan obat fototoksik seperti golongan tetrasiklin.[4,5]
Pada pemeriksaan dermoskopi didapatkan pola pigmentasi yang bervariasi antara lain retikular, pseudoretikular atau retikuloglobular, granular, dan difus. Lesi bisa tampak kecoklatan regular, abu kebiruan iregular, atau kombinasi keduanya pada epidermis, dermis, maupun tipe campuran. Warna pigmen bervariasi dari terang sampai coklat gelap.
Pada pemeriksaan histopatologi, warna dasar pigmen lesi kecoklatan, retikular atau retikuloglobular, terdapat eritema yang bervariasi, tidak ada perubahan folikular dan tidak ada sisik pada melasma. Selain itu, juga tidak ditemukan bahan okronotik (ochre bodies) seperti pada okronosis eksogen.
Tujuan terapi adalah untuk mengurangi produksi melanin tanpa menghilangkan melanosit. Pilihan terapi terkini antara lain agen depigmentasi, peeling kimiawi, dan penggunaan sunscreen secara teratur.[3-5]
Ashy Dermatosis
Ashy dermatosis atau eritema diskromikum perstans merupakan kelainan pigmentasi yang bersifat progresif. Patogenesis kelainan pigmentasi ini belum jelas. Kebanyakan kasus terjadi pada orang berkulit gelap, terutama dari Amerika Latin dan Asia.
Kelainan ini disebut ashy dermatosis (dermatosis keabuan) karena tampilan klinisnya yang berwarna abu-abu pada fase awalnya dengan tepian kemerahan yang meninggi. Kelainan ini biasanya tidak menimbulkan rasa gatal ataupun nyeri namun hanya menimbulkan gangguan secara kosmetik. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan makula coklat keabuan multipel dan plak yang terjadi pada badan dan ekstremitas. Kelainan ini jarang terjadi pada wajah, telapak tangan, telapak kaki, leher, dan mukosa.[1]
Nevus Ota dan Nevus Ito
Nevus ini sering terlihat pada semua ras, tapi paling sering terjadi pada orang Asia. Nevus Ota (Nevus fuscocoeruleus ophthalmomaxillaris) adalah plak pigmentasi berwarna biru sampai coklat keabuan yang lokasinya terdapat pada wajah, terutama pada distribusi cabang opthalmika dan maksilari dari nervus trigeminus, dengan keterlibatan sklera pada beberapa kasus. Nevus Ito lokasinya unilateral pada bahu dan leher.
Makula umumnya muncul saat lahir atau segera setelah lahir, meskipun kadang masih mungkin muncul sebelum pubertas. Lesinya tampak seperti Mongolian spot tapi tidak hilang spontan. Transformasi ke arah keganasan dapat terjadi meskipun jarang. Terapi dapat dilakukan dengan laser secara bertahap.[1]
Lentigo Solaris
Lentigo solaris ditandai dengan peningkatan jumlah melanosit epidermis yang memproduksi melanin dalam jumlah besar pada epidermis. Secara umum, morfologi epidermis tampak hiperplastik. Secara histologis, lentigo solaris ditandai dengan peningkatan jumlah melanosit dan pemanjangan rete pegs epidermal.
Agen depigmentasi yang mengandung hidrokuinon biasanya tidak efektif dalam mengatasi kelainan ini. Lentigo solaris dapat diatasi dengan laser ablatif dan non ablatif.[1]
Okronosis
Okronosis endogen disebabkan oleh kelainan metabolik autosomal resesif akibat akumulasi asam homogensitik pada jaringan kolagen. Sementara itu, okronosis eksogen disebabkan oleh penggunaan produk yang mengandung hidrokuinon, resorsinol, fenol, merkuri, pikrat, atau obat antimalaria oral. Okronosis eksogen lebih banyak terjadi, termasuk di Indonesia.[3,6]
Patogenesis pasti okronosis eksogen belum jelas, namun diketahui melanosit ditemukan sebagian besar pada area yang terpapar sinar matahari. Teori saat ini menjelaskan bahwa hiperpigmentasi terjadi karena penghambatan enzim homogenisitik oksidase oleh hidrokuinon yang selanjutnya menyebabkan akumulasi asam homogenisitik dan membentuk pigmen okronotik di papilla dermis.
Okronosis eksogen tampak sebagai makula kecoklatan bilateral pada area malar, terdistribusi simetris pada area permukaan bertulang seperti regio infraorbital dan zigomatikus. Awalnya lesi ditandai dengan munculnya makula abu kecoklatan. Penegakan diagnosis okronosis eksogen dibuat dengan dermoskopi, dimana ditemukan struktur sirsinar merah kecoklatan dengan aksentuasi pseudo rete kutaneus. Pada pemeriksaan histopatologi, dapat ditemukan dasar kecoklatan dan putih pucat, globul serat kolagen warna kuning kecoklatan (ochre), atau pigmen okronotik berbentuk seperti pisang pada lapisan superfisial retikular dermis.[1,3,6]
Adapun terapi lini pertama untuk kondisi ini adalah agen depigmentasi seperti hidrokuinon. Bisa juga dilakukan tindakan laser ablatif maupun non ablatif, serta peeling kimiawi.[3,6]
Kesimpulan
Pada kebanyakan kasus, hiperpigmentasi pada wajah bersifat jinak dan tidak mengancam nyawa. Meski demikian, lesi yang ada bisa menimbulkan gangguan kepercayaan diri, gangguan kehidupan sosial, dan akhirnya menurunkan kualitas hidup.
Hiperpigmentasi pada wajah bisa disebabkan oleh paparan sinar ultraviolet, jarang menggunakan sunscreen, penggunan bahan yang menyebabkan fototoksisitas seperti hidrokuinon dan resorsinol, serta konsumsi obat yang menyebabkan fototoksisitas seperti obat antimalaria. Diagnosis umumnya memerlukan pemeriksaan klinis, lampu Wood, dermoskopi, dan histopatologi. Diagnosis yang perlu dipikirkan mencakup hiperpigmentasi pasca inflamasi, melasma, ashy dermatosis, nevus, lentigo solaris, dan okronosis.