Alo dr. Dianty,

 Tes buta warna melalui smartphone dapat dilakukan terutama untuk skrining pada pasien normal (tidak ada kelainan mata). Namun, pada pasien dengan kelainan mata, tetap dianjurkan untuk tes buta warna menggunakan Ishihara plate. Karena pemeriksaan via smartphone cenderung me-underestimate kelainan yang ada (pasien seolah-olah menjadi normal hasil tes nya)

https://journals.lww.com/jneuro-ophthalmology/Fulltext/2018/03000/Validity_and_Acceptance_of_Color_Vision_Testing_on.4.aspx

Alo dr. Defianti,

Hingga saat ini, belum ada terapi untuk menyembuhkan buta warna. Namun, terdapat alat bantu berupa kacamata khusus sehingga pasien dengan buta warna dapat melihat warna yang tentu dapat menjadi solusi sementara pada orang dengan buta warna. Perlu diingat bahwa kacamata ini tidak menyembuhkan kelainan buta warna, sehingga pasien akan tetap buta warna bila tidak memakainya. Sampai saat ini pun yang baru tersedia adalah kacamata untuk buta warna parsial red-green deficiency, diharapkan di masa mendatang sudah tersedia teknologi untuk semua jenis buta warna. Mengenai pertanyaan apakah alat bantu kacamata tersebut dapat digunakan supaya anak bisa masuk jurusan IPA, ini kembali lagi ke kebijakan sekolah masing-masing /diskusi dengan pihak sekolah terkait. Tentunya dengan inovasi di bidang kedokteran diharapkan dapat membantu dan memberikan harapan serta meningkatkan kualitas hidup bagi penderita (dalam hal ini buta warna) bukan untuk membatasi ataupun justru me"labelling" orang dengan penyakit tertentu.

Demikian, semoga menjawab ya!

Sebaiknya pasien dicek dulu jenis buta warnanya sebelum menyarankan pasien untuk menggunakan kacamata buta warna, karena kacamata ini sampai skr hanya baru bisa membantu untuk orang dengan red green deficiency partial dan sayangnya harganya masih cukup mahal. Untuk ketersediaannya di Indonesia, bisa ditanyakan ke Rumah sakit khusus mata/Klinik Mata yang cukup besar.

Berikut ada article menarik mengenai kacamata buta warna:

Kacamata buta warna, apakah benar-benar efektif?