Iron Deficiency Beyond Anemia: Understanding the Barrier and A Life Course Approach to Prevent - Diskusi Dokter

general_alomedika

Simposium Nutri Indonesia ke-19, yang diselenggarakan bersamaan dengan Simposium Nutrisi Internasional ke-11, berlangsung pada 27–28 Juli di Vertu Hotel...

Diskusi Dokter

  • Kembali ke komunitas
  • Iron Deficiency Beyond Anemia: Understanding the Barrier and A Life Course Approach to Prevent

    Dibuat 12 September 2024, 14:32
    dr. ALOMEDIKA
    dr. ALOMEDIKA
    Dokter Umum

    Simposium Nutri Indonesia ke-19, yang diselenggarakan bersamaan dengan Simposium Nutrisi Internasional ke-11, berlangsung pada 27–28 Juli di Vertu Hotel Jakarta. Dengan tema "Nutrition Advancement in Healthcare From Conception to Well-Aged Perfection: Unveiling Nutrition’s Impact", acara ini mempertemukan para praktisi kesehatan untuk membahas isu krusial anemia defisiensi besi (ADB) pada berbagai tahap kehidupan. Pada hari pertama, simposium ini melanjutkan tradisinya dalam memajukan ilmu nutrisi dengan sebuah lunch symposium yang disponsori oleh PT Sarihusada Generasi Mahardhika.

    PT Sarihusada Generasi Mahardhika berkolaborasi dengan pemerintah untuk menurunkan kasus anemia defisiensi besi (ADB) dan berkomitmen pada berbagai inisiatif. Komitmen ini meliputi edukasi mengenai pola hidup sehat serta kontribusi dalam pengurangan anemia dan stunting, termasuk mendukung penelitian ilmiah terbaru untuk kedua isu tersebut. Selain itu, perusahaan ini juga berkomitmen untuk berinovasi dalam menciptakan tambahan nutrisi harian yang mudah diakses, memperkuat peran mereka dalam memajukan kesehatan masyarakat.

    Lunch symposium ini dimulai dengan presentasi yang informatif yang membahas topik "Iron Deficiency Anemia in a Woman's Life Cycle and Its Impact". Pembicara menjelaskan bahwa anemia pada kehamilan merupakan kondisi yang sering terjadi dan dapat mempengaruhi kesehatan ibu serta perkembangan janin. Kebutuhan zat besi meningkat selama kehamilan, dan dibutuhkan cadangan besi tubuh yang memadai untuk mendukung kehamilan yang sehat, yaitu minimal 500 mg. Anemia selama kehamilan dapat mengakibatkan dampak serius pada janin, seperti kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah, yang dapat mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak di masa depan.

    Beliau menguraikan bahwa asupan zat besi dari diet tidak dapat memenuhi kebutuhan pada trimester kedua kehamilan. Oleh karena itu, penting untuk melakukan perawatan pra-konsepsi dan memastikan kecukupan zat besi melalui suplemen. Pembicara menyoroti masalah yang dihadapi dalam program suplementasi zat besi di Indonesia, seperti rendahnya kesadaran tentang anemia, kunjungan antenatal yang rendah, dan defisiensi mikronutrien lainnya.

    Dalam sesi ini, pembicara juga membahas Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) terkait anemia pada kehamilan dengan diagram yang menunjukkan klasifikasi anemia berdasarkan mean corpuscular volume (MCV): mikrositik (MCV <80 fl), normositik (MCV 80–95 fl), dan makrositik (MCV >100 fl). Untuk anemia mikrositik, jika hasil pemeriksaan menunjukkan kadar feritin rendah, serum besi rendah, dan total iron binding capacity (TIBC) tinggi, maka didiagnosis sebagai anemia defisiensi besi. Namun, jika status besi normal disertai c-reactive protein (CRP) tinggi, maka perlu diatasi infeksi atau inflamasi yang mungkin menyebabkan anemia penyakit kronis.

    Untuk anemia normositik, perlu dicurigai adanya anemia akibat perdarahan, hemolisis, atau enzimopati. Sedangkan anemia makrositik memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk anemia megaloblastik, dengan cek vitamin B12 dan folat untuk koreksi defisiensi.

    Pembicara menekankan pentingnya edukasi pasien tentang fungsi tablet zat besi dan kepatuhan terhadap program suplemen. Terapi zat besi harian sebaiknya ditingkatkan menjadi 120 mg hingga konsentrasi hemoglobin kembali normal. Ferrous fumarate satu tablet dan ferrous sulfate dua tablet merupakan pilihan dosis optimal untuk menghindari efek samping yang berlebihan. Evaluasi hemoglobin setelah dua minggu terapi untuk memastikan pencapaian target.

    Sesi ini diakhiri dengan diskusi mengenai efektivitas terapi zat besi dan kemungkinan penggunaan suplemen multivitamin-multimineral khusus untuk ibu hamil sebagai langkah pencegahan defisiensi zat besi.

    Setelah itu, Dr. dr. Ariani Dewi Widodo, Sp.A(K), FISQua menyampaikan seminarnya tentang "Iron Deficiency Anemia in Breastfeeding Women and Its Impact on Offspring's Health". Dr. Ariani membuka dengan penjelasan tentang peningkatan kebutuhan zat besi selama kehamilan dan menyusui, yang dapat mempengaruhi kesejahteraan ibu, fungsi kognitif, serta kualitas dan produksi ASI. Beliau menyoroti bagaimana kekurangan zat besi pada ibu menyusui dapat berdampak langsung pada pertumbuhan dan perkembangan bayi, baik di dalam rahim maupun setelah lahir.

    Dr. Ariani memberikan gambaran komprehensif tentang prevalensi anemia secara global dan nasional, dengan fokus khusus pada ibu menyusui di Indonesia, di mana lebih dari setengahnya terdampak anemia. Beliau menjelaskan perbedaan antara anemia gizi dan non-gizi, serta berbagai penyebabnya, termasuk asupan makanan yang tidak memadai, penyerapan zat gizi yang terganggu, dan peningkatan kehilangan zat gizi.

    Sesi ini menekankan pentingnya memastikan kecukupan nutrisi ibu melalui diet yang tepat dan suplemen, untuk mendukung kesehatan ibu dan bayi serta mencegah dampak negatif jangka panjang akibat anemia.

    Seminar terakhir, yang dipresentasikan oleh Dr. dr. Dian Novita Chandra, M.Gizi, berfokus pada "The Latent Risk of Iron Deficiency During Childhood". Dr. Dian memulai dengan menjelaskan tantangan diagnostik terkait ADB pada anak-anak, dengan mencatat bahwa tidak ada satu standar emas untuk skrining. Dia membahas berbagai alat yang tersedia, termasuk metode yang minimal invasif dan non-invasif, serta pentingnya deteksi dini. Seminar ini menyoroti dampak signifikan dari ADB terhadap pertumbuhan anak, terutama hubungannya dengan stunting dan keterlambatan perkembangan.

    Dr. Dian mempresentasikan model konseptual yang menghubungkan defisiensi besi dengan perilaku dan hasil kognitif, dan menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan zat besi harian melalui diet dan suplemen. Dia mengutip rekomendasi WHO untuk pendekatan berbasis makanan guna mencegah ADB dan membahas manfaat makanan yang diperkaya zat besi, terutama untuk anak-anak di tahun-tahun awal kehidupan yang kritis. Sesi ini juga membahas studi terbaru yang menunjukkan efek positif dari suplemen zat besi pada metrik pertumbuhan dan kadar hemoglobin pada anak-anak, memperkuat kebutuhan untuk strategi nutrisi yang proaktif.

    Presentasi-presentasi tersebut diikuti oleh sesi tanya jawab yang dipandu oleh dr. Juwalita Surapsari, M.Gizi, Sp.GK. Selama diskusi, para peserta mengeksplorasi berbagai aspek manajemen defisiensi besi, termasuk pertimbangan diet untuk keluarga vegan dan vegetarian. Salah satu pembicara menyoroti bahwa meskipun banyak pasiennya yang menyadari risiko yang terkait dengan diet mereka dan mengambil suplemen yang sesuai, tantangan tetap ada dalam mencapai target kadar hemoglobin selama kehamilan.

    Dr. Ariani membahas pentingnya status zat besi ibu, terutama pada ibu yang mengalami anemia, dan dampaknya terhadap anak, terlepas dari penyebab anemia tersebut. Beliau juga menekankan perlunya penilaian diet yang menyeluruh dan penggunaan suplemen pada populasi yang berisiko. Dr. Dian menambahkan dalam percakapan tentang pentingnya penilaian diet dalam mengidentifikasi anak-anak yang berisiko ADB, merekomendasikan pengembangan kuesioner skrining yang disesuaikan untuk defisiensi besi. Sesi ini juga membahas kekhawatiran tentang ketahanan nutrisi dalam ASI beku dan tren baru yaitu ASI freeze-dried, dengan Dr. Ariani memberikan wawasan tentang bukti saat ini dan potensi manfaat dari praktik ini.

    Sesi lunch symposium ini memberikan wawasan mendalam tentang pentingnya menangani ADB di berbagai tahap kehidupan, dari kehamilan hingga masa kanak-kanak. Pembahasan menggarisbawahi dampak serius ADB pada kesehatan ibu dan anak, termasuk risiko kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, serta keterlambatan perkembangan dan penurunan fungsi kognitif. Pentingnya deteksi dini dan intervensi melalui suplemen dan diet yang tepat menjadi fokus utama, didukung oleh komitmen kolaboratif antara sektor kesehatan dan pemerintah dalam mengurangi prevalensi ADB dan stunting di Indonesia. Inovasi dan edukasi yang berkelanjutan menjadi kunci dalam upaya mendukung kesehatan ibu dan anak.