Kontraktur Dupuytren: Terapi Injeksi vs Bedah – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr.Wendy Damar Aprilano

Collagenase Injection versus Limited Fasciectomy for Dupuytren’s Contracture

Dias J, Tharmanathan P, Arundel C, et al. New England Journal of Medicine. 2024. 391(16):1499-1510. doi: 10.1056/NEJMoa2312631.

studilayak

Abstrak

Latar belakang: Perawatan untuk kontraktur Dupuytren meliputi fasiektomi terbatas dan injeksi kolagenase. Bukti mengenai perbandingan efikasi kedua perawatan ini masih terbatas.

Metode: Peneliti melakukan uji coba non-inferioritas unblinded, multisenter, pragmatis, pada dua kelompok acak terkontrol, yang membandingkan injeksi kolagenase dengan fasiektomi terbatas pada pasien dengan kontraktur Dupuytren sedang.

Luaran primer adalah skor pada Patient Evaluation Measure-Hand Health Profile (PEM), sebuah kuesioner untuk menilai kesehatan tangan yang dilaporkan oleh pasien, pada 1 tahun setelah perawatan. Skor pada PEM berkisar antara 0 hingga 100, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan hasil yang lebih buruk. Margin non-inferioritas yang telah ditentukan adalah 6 poin

Hasil: Sebanyak 672 orang (336 per kelompok) dibagi untuk menerima injeksi kolagenase atau menjalani fasiektomi terbatas. Analisis utama mencakup 599 orang: 314 pada kelompok kolagenase dan 285 pada kelompok fasiektomi terbatas. Skor rerata pada PEM pada 1 tahun adalah 17,8 di antara 284 pasien dengan data yang tersedia pada kelompok kolagenase dan 11,9 di antara 250 pasien dengan data yang tersedia pada kelompok fasiektomi terbatas (estimasi perbedaan, 5,9 poin; p one tail = 0,49 untuk non-inferioritas).

Di antara pasien dengan data yang tersedia (229 pasien pada kelompok kolagenase dan 197 pasien pada kelompok fasiektomi terbatas), estimasi perbedaan skor rerata pada PEM pada 2 tahun adalah 7,2 poin. Persentase komplikasi sedang hingga berat adalah 2% pada kelompok kolagenase dan 5% pada kelompok fasiektomi terbatas. Kontraktur rekuren yang perlu intervensi ulang terjadi pada 8% kelompok kolagenase, dibandingkan 1,7% fasiektomi terbatas.

Kesimpulan: Injeksi kolagenase tidak non-inferior terhadap fasiektomi terbatas dalam hal skor PEM pada 1 tahun setelah perawatan.

A,3d,Medical,Illustration,Displaying,A,Patient's,Hand,With,Dupuytren's

Ulasan Alomedika

Kontraktur Dupuytren adakah penyakit fibroproliferatif di mana jaringan fibrosa semakin menarik satu atau beberapa jari ke dalam posisi tertekuk, paling sering jari kelingking dan jari manis, sehingga mengganggu fungsi tangan dan berpotensi mengganggu kualitas hidup. Saat ini, tidak ada terapi definitif untuk kondisi ini. Fasiektomi terbatas merupakan intervensi yang paling sering diberikan. Alternatif lain adalah injeksi kolagenase. Meski begitu, data mengenai perbandingan efikasi kedua intervensi tersebut masih terbatas.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan uji klinis multisenter, unblinded, pragmatis, dengan desain acak dua kelompok paralel yang mengevaluasi non-inferioritas. Studi dilakukan di 31 unit National Health Service (NHS) di Inggris, dengan pengumpulan, pemantauan, dan analisis data dilakukan oleh tim akademik Bedah Muskuloskeletal dari Universitas Leicester dan York Trials Unit.

Partisipan penelitian adalah pasien dewasa dengan kontraktur Dupuytren dengan derajat ≥30° dan memenuhi syarat untuk kedua jenis pengobatan yang diteliti. Partisipan diacak dalam rasio 1:1 untuk mendapat injeksi kolagenase atau fasiektomi terbatas. Pengumpulan data dilakukan pada beberapa titik waktu pemantauan, yakni pra-perawatan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun pasca perawatan. Luaran primer berupa skor Patient Evaluation Measure (PEM) pada 1 tahun.

Ulasan Hasil Penelitian

Pada akhir masa studi, total sebanyak 672 peserta diacak ke dalam dua kelompok intervensi, tetapi jumlah ini lebih kecil dari target awal 710 peserta. Pada analisis, injeksi kolagenase tidak menunjukkan non-inferioritas dibandingkan fasiektomi terbatas berdasarkan skor PEM pada 1 tahun (selisih rata-rata: 5,9). Pada pemantauan 2 tahun pasca intervensi, perbedaan ini meningkat menjadi 7,2.

Hasil ini menunjukkan bahwa fasiektomi terbatas lebih efektif dalam meningkatkan fungsi tangan. Lebih lanjut, hasil studi menunjukkan bahwa 88,1% partisipan pada kelompok fasiektomi melaporkan perbaikan klinis signifikan, dibandingkan 68,6% pada kelompok kolagenase.

Selain itu, pengukuran joint extension deficit menunjukkan bahwa fasiektomi terbatas lebih unggul dalam mengurangi defisit pasif dan aktif hingga 2 tahun pasca perawatan, dengan selisih hingga 10,1° untuk defisit pasif dan 11,5° untuk defisit aktif pada 1 tahun. Risiko rekurensi kontraktur lebih tinggi pada kelompok kolagenase (17,2% vs 13,8%), begitu pula kebutuhan untuk reintervensi (hazard ratio: 4,7). Namun, kolagenase memiliki komplikasi prosedur sedang hingga berat yang lebih rendah (2% vs 5%).

Kelebihan Penelitian

Studi ini memiliki desain uji acak terkontrol (randomized controlled trial) yang dapat memberikan tingkat bukti yang baik untuk membandingkan efikasi injeksi kolagenase dengan fasiektomi terbatas. Dalam penelitian ini, prosedur dilakukan oleh ahli bedah yang rutin mengerjakan intervensi, sehingga hasilnya mencerminkan praktik klinis sehari-hari.

Selain itu, ukuran sampel yang besar (672 peserta) memungkinkan analisis adekuat, meskipun target awal tidak sepenuhnya tercapai. Data pemantauan hingga 2 tahun juga memberikan wawasan terkait efikasi jangka panjang, rekurensi, serta kebutuhan reintervensi.

Limitasi Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan di mana tidak bisa dilakukan proses blinded terhadap intervensi yang diberikan sehingga bisa memengaruhi respon pasien selama penilaian dilakukan. Jumlah peserta yang tidak menerima pengobatan atau menarik diri sebelum intervensi (7,6%) juga dapat memengaruhi generalisasi hasil. Luaran primer skor PEM pada penelitian ini juga bersifat subjektif dan self-reported sehingga sangat berpotensi bias.

Pada titik penelitian yang berbeda selama uji coba, pengobatan untuk pasien dengan kontraktur Dupuytren juga dipengaruhi oleh perubahan substantif pada penyediaan perawatan, termasuk perubahan prioritas terapi dan proses pengiriman obat di lokasi perawatan tertentu serta kejadian penangguhan pengobatan dan tindak lanjut selama pandemi COVID-19.

Selain itu, meskipun analisis per protokol dan data yang diimputasi mendukung konsistensi temuan, potensi bias akibat ketidaklengkapan data tetap ada. Studi ini juga mencatat insiden komplikasi yang rendah secara keseluruhan, tetapi perbedaan antara kedua kelompok mungkin kurang terwakili karena jumlah komplikasi yang sedikit.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memandu pemilihan terapi pada kasus kontraktur Dupuytren. Berdasarkan hasil penelitian ini, fasiektomi terbatas lebih superior dalam memperbaiki defisit ekstensi pasif dan aktif serta tingkat kepuasan pasien.

Meski demikian, perlu diingat pula bahwa injeksi kolagenase menawarkan keuntungan berupa prosedur yang kurang invasif dengan risiko komplikasi lebih rendah (walaupun ada catatan keterbatasan berupa tingkat rekurensi dan kebutuhan reintervensi yang lebih tinggi). Pada praktiknya, pilihan terapi perlu disesuaikan dengan preferensi pasien, profil risiko, serta kebutuhan fungsional

Referensi