Saat ini, salah satu perawatan nonbedah yang banyak digunakan untuk kerutan dan penuaan adalah stem cell facelift. Meski demikian, studi terkait profil manfaat dan risikonya masih sangat terbatas.[1]
Praktik stem cell facelift yang dimaksud adalah tindakan rejuvenasi dengan sel punca multipoten yang berasal dari jaringan lemak (adipose-derived) yang kemudian diinjeksikan pada kulit yang tampak kisut atau keriput, misalnya dahi atau pipi. Praktik ini belum didukung bukti ilmiah adekuat ataupun dinyatakan aman untuk digunakan pada manusia. Di Indonesia sendiri, penggunaan sel punca diatur dengan ketat dan tidak semua layanan kesehatan dapat dengan bebas menggunakannya.[1-3]
Teori Terkait Peran Stem Cell dalam Mengatasi Tanda Penuaan Kulit
Terapi untuk mengatasi tanda penuaan kulit terus diteliti. Telah banyak pilihan modalitas terapi, seperti terapi oksigen hiperbarik dan penggunaan filler asam hyaluronat. Salah satu pilihan modalitas terapi yang masih menjadi perdebatan adalah penggunaan stem cell atau sel punca.
Mesenchymal Stem Cells (MSC) merupakan jenis sel punca yang banyak digunakan dalam bidang medis, karena sifat dari sel tersebut yang mudah didapatkan, mudah dibiakkan, dan multipotensial. Salah satu jenis MSC yang banyak digunakan dalam bidang dermatologi adalah sel Adipose-derived Stem Cells (ADSC), yang dapat digunakan tunggal ataupun dikombinasikan dengan Stromal Vascular Fraction (SVF).[4-6]
Efek antipenuaan dari ADSC diduga didapat dari hambatan produksi melanin setelah paparan sinar ultraviolet (UV), ditambah dengan supresi glikasi, efek antioksidan, dan efek trofik. Hal ini diduga akan mengarah pada pemulihan kapasitas fungsional kulit.[5]
Keterbatasan Penggunaan Stem Cell
Meskipun teknologi sel punca telah banyak mengalami kemajuan dalam dua dekade terakhir, masih terlalu banyak hal yang belum diketahui terkait efikasi dan keamanan penggunaannya pada manusia. Hingga kini, belum diketahui bagaimana interaksi molekular sel punca dengan populasi sel di sekitarnya. Selain itu, belum diketahui pasti seberapa besar risiko perubahan sel punca pluripoten menjadi teratoma atau kanker.[7]
Stem Cell Facelift
Untuk melakukan perawatan stem cell facelift, perlu dilakukan kultivasi dan penyemaian terlebih dulu. Kultivasi sel dilakukan dengan pengambilan jaringan melalui proses lipoaspirate. Kemudian dilakukan proses pemisahan untuk mengambil sel adiposa, dilanjutkan dengan pemisahan enzimatik untuk mendapatkan Adipose-derived Stem Cells (ADSC). Penyemaian dilakukan dengan proses seperti skin graft. Proses ini seringkali disebut dengan proses fat grafting.[5]
Kontraindikasi dari perawatan ini secara umum bukan terkait toleransi pasien terhadap ADSC, namun lebih ke arah apakah pasien dapat menoleransi anestesi umum yang diberikan. Tindakan ini juga tidak disarankan bagi pasien dengan kadar lemak yang terlalu sedikit. Perawatan ini juga tidak disarankan pada pasien dengan kelebihan kulit yang terlalu banyak, karena tidak akan memberi hasil yang baik.[8]
Bukti Ilmiah Efikasi Stem Cell Facelift Untuk Perawatan Tanda Penuaan Kulit
Dalam sebuah studi yang melibatkan 50 partisipan, efikasi injeksi subkutan dari ADSC terhadap rejuvenasi kulit dievaluasi. Dalam studi ini, ADSC diambil dari sel lemak paha medial, bagian dalam lutut, atau daerah perut bagian bawah, kemudian disuntikkan ke dalam lapisan subkutan di lokasi wajah yang berbeda. Peneliti melaporkan efek klinis signifikan berupa peningkatan kualitas kulit dan efek lifting dari kerutan.[9]
Studi lain melibatkan 16 partisipan untuk mengevaluasi efikasi ADSC-SVF dalam mengatasi tanda penuaan. Sel punca diambil dari lemak abdomen dan digunakan pada tanda penuaan, seperti kerutan wajah, di area nasolabial. Hasil studi menunjukkan adanya peningkatan densitas dermis dan vaskularisasi hipodermis. Pemindaian menunjukkan adanya penurunan dari skor kerutan wajah.[10]
Dalam sebuah studi retrospektif yang melibatkan 126 pasien, dilakukan evaluasi efikasi dari ADSC-SVF terhadap rejuvenasi kulit. Studi ini melaporkan bahwa seluruh pasien menunjukkan perbaikan dalam augmentasi dan kontur wajah. 54,5% pasien menyatakan puas dengan hasil perawatan. Efek samping yang ditemukan adalah pembengkakan pasca operasi dan keperluan operasi sekunder.[11]
Walau hasil dari ketiga studi di atas menjanjikan, perlu dicatat bahwa studi-studi tersebut memiliki berbagai keterbatasan. Sampel yang digunakan relatif kecil, tidak dilakukan penyamaran ataupun pengacakan, serta intervensi tidak dibandingkan baik dengan plasebo ataupun intervensi lain. Faktor perancu, seperti penggunaan perawatan lain secara bersamaan atau faktor pekerjaan yang dapat mempengaruhi luaran klinis (misal, pekerja luar ruang tentu lebih berisiko mengalami photoaging), juga sulit untuk dikendalikan.
Potensi Risiko Stem Cell Facelift
Seperti telah disebutkan di atas, terapi sel punca masih dihadang oleh berbagai keterbatasan. Banyak hal belum diketahui pasti terkait efek dari terapi ini, termasuk bagaimana interaksi selular dari sel punca yang ditransplantasikan dengan sel di sekitarnya. Selain itu, ada pula kekhawatiran terkait perkembangan sel ke arah neoplasma.[7,12]
Untuk tindakan stem cell facelift secara spesifik, potensi efek samping mencakup kontaminasi bakteri saat proses kultivasi dan penyemaian, keperluan intervensi lanjutan, serta pembengkakan pasca tindakan. Efek samping berat dari perawatan ini belum dilaporkan.[2,3,11]
Kesimpulan
Perawatan stem cell facelift diduga dapat bermanfaat dalam melawan tanda penuaan kulit, seperti keriput. Studi yang ada saat ini menunjukkan hasil yang positif, yang mengindikasikan potensi penggunaannya. Meski demikian, masih belum ada uji klinis terkontrol skala besar yang dapat memberi basis bukti yang kuat terkait manfaat dan keamanan perawatan stem cell facelift. Studi lanjutan masih diperlukan sebelum kesimpulan yang lebih pasti dapat ditarik.
Penulisan pertama oleh: dr. Hunied Kautsar