Penting untuk memahami patogen penyebab hospital acquired pneumonia (HAP), agar klinisi dapat memberikan terapi antibiotik yang adekuat sehingga angka kematian menurun. Menurut jenis patogen, pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komunitas. Bakteri penyebab HAP lebih virulen karena umumnya memiliki resistensi terhadap banyak antibiotik. Mengetahui bakteri penyebab dan pemberian.[3–5]
Pneumonia adalah radang paru-paru yang disebabkan oleh infeksi, baik bakteri, virus, jamur, maupun parasit). Berdasarkan klinis dan epidemiologis, pneumonia dapat dibedakan menjadi community acquired pneumonia (CAP), pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP), dan ventilator associated pneumonia (VAP). Pneumonia yang didapat di rumah sakit adalah infeksi yang tidak berada dalam masa inkubasi saat pasien masuk rumah sakit, dan terjadi ≥48 jam sesudah masuk rumah sakit.[1,2]
Suatu studi di Asia melaporkan angka kejadian CAP sebanyak 988 kasus CAP dan HAP 538 kasus dari 100.000 pasien yang menyelesaikan perawatan rumah sakit di Indonesia. Dilaporkan juga angka kematian pada kejadian HAP lebih tinggi dibandingkan CAP.[3]
Faktor Risiko dan Patogenesis HAP
Faktor risiko kejadian pneumonia pada populasi dewasa–lansia adalah penyakit komorbiditas. Seseorang dengan penyakit jantung kronik, penyakit liver kronis, penderita HIV dan pengguna obat-obatan imunosupresan karena riwayat transplantasi memiliki risiko lebih besar untuk mengalami pneumonia.[3]
Studi kasus kontrol oleh Sopena et al. mendapatkan beberapa faktor risiko yang mempengaruhi risiko HAP pada pasien diluar perawatan ICU, antara lain malnutrisi dengan kadar albumin serum <30 g/dL, nebulisasi, pemasangan intubasi endotrakeal, trakeostomi, nasogastric tube, pembedahan, riwayat perawatan ICU sebelumnya, terapi antibiotik sebelumnya, dan pemberian antasida.[6]
Stenlund et al melakukan studi retrospektif untuk mengetahui faktor risiko HAP pada pasien bedah di bangsal emergensi dengan akut abdomen atau trauma. Menurut penelitian tersebut, faktor risiko HAP adalah aspirasi (dua kali lebih tinggi dibandingkan faktor risiko imobilisasi), penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), asma, pembedahan abdomen, dan retensi gaster.[7]
Patogenesis Hospital Acquired Pneumonia
Patogenesis HAP dipengaruhi oleh faktor eksogen dan endogen. Faktor endogen adalah kolonisasi di rongga orofaring, trakea, hidung, cairan lambung dan kondisi sinusitis. Faktor eksogen adalah bakteri yang didapat dari lingkungan rumah sakit.Petugas kesehatan maupun alat kesehatan dapat membawa bakteri patogen yang menyebabkan kolonisasi di trakeobronkial.[8]
Kolonisasi di rongga orofaring merupakan mekanisme terjadinya HAP atau VAP. Apabila kolonisasi bakteri ini masuk ke saluran napas bawah karena berbagai faktor maka dapat terjadi pneumonia. Aspirasi adalah salah satu penyebab masuknya kolonisasi kuman ke saluran napas bawah.[9,10]
Aspirasi terjadi bisa karena kebocoran sekresi orofaring saat proses intubasi atau dalam kondisi daya tahan tubuh melemah sehingga kerja silia pada saluran napas menurun dan tidak mampu membersihkan kuman dalam jumlah besar.[9,10]
Patogen Penyebab Hospital Acquired Pneumonia
Bakteri penyebab HAP memiliki sifat lebih virulen dan resisten terhadap berbagai antibiotik (multidrug-resistance/MDR). Sebagian besar kuman penyebab HAP adalah gram negatif, meskipun dapat pula disebabkan oleh gram positif dan bakteri anaerob. [2,11,12]
Patogen penyebab HAP antara lain golongan Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae, E.coli, Serratia marcescens, Enterobacter spp), Acinetobacter spp dan Pseudomonas aeruginosa. Sementara itu, patogen Multidrug Resistance (MDR) yang sering menjadi penyebab HAP dan VAP adalah methicillin-resistant Staphylococcus Aureus (MRSA).[2,13,14]
Data Penyebab Hospital Acquired Pneumonia di Indonesia
Suatu studi deskriptif di Indonesia dari RS Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2012-2013 menunjukkan Klebsiella pneumoniae adalah penyebab tersering kejadian HAP yang peka terhadap amikasin meropenem dan tigesiklin. Kuman lainnya adalah Acinetobacter baumannii yang sensitif terhadap amikasin dan meropenem, sedangkan penyebab bakteremia adalah Klebsiella pneumonia yang diperkuat dengan bakteri Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) yang resisten terhadap penicillin.[15]
Data dari beberapa RS Pendidikan di Indonesia, yaitu RSUP Persahabatan Jakarta, RSUD Dr.Soetomo Surabaya, RSUD Dr.Saiful Anwar Malang, dan RSUD M Djamil Padang, menunjukkan patogen terbanyak penyebab HAP adalah Klebsiella pneumonia, Acinetobacter baumannii, Staphylococcus Aureus, dan Pseudomonas Aeruginosa.[2]
Data Penyebab Hospital Acquired Pneumonia di Asia
Menurut salah satu studi deskriptif yang menggabungkan berbagai data dari beberapa negara Asia mendapatkan beberapa penyebab utama dari HAP. Acinetobacter spp ditemukan cukup tinggi di negara Malaysia, Thailand, Pakistan, dan India. Pseudomonas aeruginosa paling banyak di Cina dan Filipina. Sementara, kuman methicillin-resistant S. aureus (MRSA) terutama di Korea dan Taiwan.[16]
Penelitian tahun 2022 di Thailand menemukan P. aeruginosa sebagai patogen gram negatif yang sering ditemukan pada pasien HAP. Faktor risiko kematian termasuk penderita kardiomiopati, perokok aktif, dan penggunaan insulin.[19]
Hospital Acquired Pneumonia dan Resistensi Antibiotik
Bakteri penyebab HAP seringkali memiliki sifat resisten terhadap banyak antibiotik. Penggunaan antimikroba spektrum luas menyebabkan peningkatan prevalens gen resisten terutama pada spektrum beta laktam dan carbapenem.[14]
Faktor risiko seseorang kuman MRSA antara lain jika berada di ruangan yang >20% isolate Staphylococcus aureus resisten terhadap methicillin, pemberian antibiotik dalam 90 hari terakhir beratnya gejala klinis (melalui penilaian skor APACHE), pembedahan, dan pneumonia onset lambat dengan kolonisasi MRSA di nasofaring.[17]
Faktor risiko terhadap Pseudomonas aeruginosa yang resisten antibiotik adalah adalah >10% prevalens P.aeruginosa yang resisten terhadap antibiotik pada ruang perawatan, pemberian antibiotik intravena terutama fluorokuinolon atau karbapenem dalam 90 hari, perawatan lebih dari 3 minggu di RS sebelum kejadian HAP, penyakit penyerta gangguan hepar kronik, diabetes mellitus, dan perawatan di ICU.[17]
Faktor risiko seseorang untuk terinfeksi Acinetobacter baumannii yang resisten terhadap antibiotic adalah jika dalam ruang perawatan tersebut didapatkan prevalensi tinggi terhadap kuman A.Baumannii, perawatan lebih dari 14 hari dan lebih dari 10 hari di ICU, skor Acute Physiologic And Chronic Health Evaluation (APACHE) ≥16, dan pemberian antibiotik cefepime, piperacillin-tazobactam atau karbapenem.[17]
Faktor risiko seseorang terinfeksi kuman ESBL antara lain perawatan di ruangan yang memiliki prevalensi Enterobacteriaceae cukup tinggi, pemberian obat-obatan imunosupresif, kolonisasi K. pneumonia atau Enterobacteriaceae yang resisten obat, pemberian fluorokuinolon atau sefalosporin spektrum luas dan perawatan ICU.[17]
Pedoman Tata Laksana Hospital Acquired Pneumonia
Cara untuk mendapatkan sediaan yang dapat diperiksakan untuk mengetahui mikroba yang menyebab HAP adalah melalui kultur dan resistensi dari cairan sputum, aspirat trakea, cairan Bronchoalveolar Lavage (BAL) melalui bronkoskopi dan darah perifer.[14,18]
Setelah mengetahui kuman penyebab dan hasil kultur maka selanjutnya kita dapat melakukan pemilihan antibiotik yang tepat sesuai dengan hasil kultur dan resistensi, namun seringkali sulit dilakukan sehingga klinisi dapat mempertimbangkan pemberian antibiotik empirik untuk menurunkan angka mortalitas.[2]
Pedoman penatalaksanaan HAP menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyarankan dalam pemberian antibiotik HAP dapat dipertimbangkan risiko mortalitas dan risiko MRSA. Risiko mortalitas adalah keperluan akan bantuan ventilasi mekanis akibat pneumonia dan syok sepsis. Sedangkan faktor risiko MRSA adalah riwayat penggunaan antibiotik 90 hari terakhir dan isolate pada ruangan perawatan memiliki prevalens S.aureus >20%.[2]
Berikut ini adalah pilihan antimikroba sesuai dengan PDPI:
- Memiliki risiko MRSA maupun risiko mortalitas pasien dapat diberikan salah satu dari beberapa jenis antibiotik ini, yaitu cefepime, levofloksasin, imipenem, meropenem atau piperacillin-tazobaktam
- Memiliki risiko mortalitas namun memiliki risiko MRSA dapat dipilih salah satu dari antibiotik ini yaitu: cefepime, levofloksasin, ciprofloxacin, imipenem, meropenem, aztreonam atau piperasilin-tazobaktam ditambah salah satu diantara vankomisin atau linezolid
- Memiliki risiko keduanya dapat dipilih salah satu dari antibiotik ini yaitu : piperacillin-tazobaktam,cefepime, levofloksasin, siprofloksasin, imipenem, meropenem, amikacin, gentamisin, tobramisin atau aztreonam ditambah satu diantara vankomisin atau linezolid[2]
Kesimpulan
Mengetahui penyebab hospital acquired pneumonia (HAP) merupakan salah satu tugas klinis di setiap jenjang pelayanan kesehatan. Hendaknya setiap rumah sakit memiliki antibiogram berdasarkan distribusi patogen penyebab HAP lokal. Hal ini agar pemberian antibiotik secara empiris dilakukan sesuai dengan bakteri lokal tersebut.
Berdasarkan pedoman Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) pemilihan antibiotik mempertimbangkan risiko mortalitas dan risiko MRSA. Semakin banyak risiko yang dimiliki oleh pasien, semakin rumit pemberian antibiotiknya.
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini