Amputasi adalah salah satu pilihan tata laksana pada kasus kaki diabetes. Namun, keputusan untuk melakukan amputasi tidak bisa serta-merta diambil karena risikonya yang tinggi. Kurang lebih 50% pasien kaki diabetes yang menjalani amputasi meninggal dalam waktu 5 tahun.[1]
Insidensi diabetes mellitus terus meningkat. Hal ini berkontribusi pada peningkatan insidensi komplikasi, termasuk kasus kaki diabetes. Pada penderita diabetes mellitus, penyakit kaki diabetes lebih mudah mengalami infeksi dan berkaitan dengan penyakit arteri perifer yang dipercepat oleh kerusakan langsung pada saraf dan pembuluh darah akibat tingginya kadar glukosa. Penyembuhan luka kaki diabetes juga terganggu akibat hambatan pada fase sintesis kolagen. Kaki diabetes yang tidak kunjung sembuh dapat menyebabkan morbiditas yang serius, termasuk gangguan emosi, kehilangan mobilitas, serta beban finansial yang besar.[2,3]
Sebagian besar infeksi kaki diabetes memerlukan intervensi bedah, mulai dari tindakan yang minor (debridemen) hingga tindakan mayor (amputasi). Namun, dengan manajemen infeksi yang tepat dan berkembangnya teknik endovaskuler saat ini, diharapkan kondisi infeksi, luka kronik, dan penyakit arteri perifer pada pasien diabetes dapat membaik, sehingga kebutuhan amputasi pada kaki diabetes menurun dan angka harapan hidup pasien meningkat.[1]
Sekilas Tentang Manajemen Kaki Diabetes
Ulkus pada kaki diabetes lebih dalam dan lebih mudah terinfeksi. Infeksi kaki diabetes secara sederhana didefinisikan sebagai infeksi inframalleolar pada penderita diabetes mellitus. Ini termasuk paronikia, selulitis, miositis, abses, fasciitis nekrotikan, arthritis septik, tendonitis, dan osteomyelitis. Manifestasi lesi yang paling umum dan klasik adalah ulkus kaki “mal perforans” yang terinfeksi. Bakteri kokus gram positif aerob adalah mikroorganisme utama yang berkoloni dan menginfeksi kulit yang rusak. Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-hemolytic adalah patogen yang paling sering diisolir.[4-6]
Penggunaan Antibiotik
Studi berbasis bukti tidak mendukung penggunaan antibiotik untuk pengelolaan ulkus kaki diabetes tanpa tanda infeksi secara klinis, baik untuk tujuan meningkatkan penyembuhan luka atau sebagai profilaksis terhadap infeksi. Hal ini karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat indikasi hanya akan mendorong resistensi antimikroba, meningkatkan biaya finansial, dan dapat menyebabkan efek samping obat.
Tanda infeksi secara klinis diketahui berdasarkan adanya sekresi purulen (pus) atau setidaknya 2 dari manifestasi utama inflamasi (eritema, hangat, bengkak atau indurasi, dan nyeri). Tetapi, pada beberapa kasus, sulit menentukan apakah luka kronis terinfeksi atau tidak, misalnya ketika kaki tampak iskemik, memiliki warna abnormal atau bau busuk, memiliki jaringan granulasi yang rapuh, atau pada ulkus yang gagal sembuh. Pada beberapa kasus yang meragukan ini, dapat dilakukan kultur pada luka dan diberikan terapi antibiotik singkat sesuai dengan hasil kultur.[4,7]
Terapi antibiotik awal biasanya empiris dan harus didasarkan pada tingkat keparahan infeksi dan data mikrobiologi. Untuk infeksi berat dan infeksi sedang yang luas, dapat dimulai terapi antibiotik spektrum luas. Antibiotik tersebut harus memiliki aktivitas melawan kokus gram positif dan organisme anaerob gram negatif. [8] Terapi antibiotik dapat dilanjutkan sampai ada bukti bahwa infeksi telah membaik, tetapi tidak terus menerus diberikan sampai menunggu luka sembuh.[4]
Pembedahan
Selain pemberian antibiotik, kebanyakan infeksi kaki diabetes memerlukan prosedur bedah. Tindakan bisa dalam bentuk drainase pus, debridemen jaringan yang terinfeksi dan nekrotik, hingga revaskularisasi ekstremitas bawah. Amputasi dalam kondisi urgensi biasanya diperlukan hanya jika terdapat nekrosis ekstensif atau infeksi yang mengancam jiwa.[4]
Berbagai Pertimbangan untuk Amputasi pada Kaki Diabetes
Perlu diketahui bahwa tujuan amputasi adalah untuk menghilangkan rasa sakit dan mencapai mobilitas yang cepat dengan penggunaan protesa. Tetapi, keputusan untuk melakukan amputasi haruslah menjadi pilihan yang terakhir, karena tindakan ini menyebabkan morbiditas dan risiko mortalitas bermakna pada pasien.
Adanya Infeksi yang Disertai Penyakit Arteri Perifer
Penyakit arteri perifer adalah prediktor kegagalan penyembuhan dari ulkus kaki diabetes. Seiring dengan berkembangnya infeksi, adanya penyakit arteri perifer menjadi alasan utama untuk amputasi ekstremitas bawah.
Luka kronis membutuhkan aliran darah yang baik untuk dapat sembuh. Bila terdapat iskemia yang kritis akibat penyakit arteri perifer, terdapat suatu kemungkinan yang besar ulkus akan gagal sembuh. [1,9]
Adanya gangguan perfusi perifer oleh karena penyakit arteri dapat diperiksa dengan studi arteriografi preoperatif dan pengukuran ankle-brachial pressure index (ABPI). Walaupun begitu, perlu diperhatikan bahwa pemeriksaan ini tidak selalu dapat membantu mengidentifikasi penyakit arteri perifer pada kaki diabetes.[10,11]
Menentukan Ketinggian Amputasi
Gejala pasien, temuan klinis, dan hasil pemeriksaan radiologis (pemindaian dengan ultrasonografi dupleks) akan menentukan kebutuhan dan tingkat amputasi kaki pasien diabetes dengan iskemia kronis. Selain itu, pemeriksaan-pemeriksaan tersebut juga penting untuk dilakukan pada pasien yang telah menjalani prosedur revaskularisasi berupa angioplasti namun gagal mengalami peningkatan sirkulasi ke ekstremitas bawah.[11,12]
Amputasi digit (jari) jarang berhasil dan sering memerlukan amputasi pada level lebih tinggi karena perkembangan penyakit atau penilaian awal preoperatif yang salah. Bagian dari ekstremitas yang iskemik perlu diperiksa dengan cermat sebelum operasi dan perdarahan intraoperatif perlu diamati pada saat operasi untuk menilai pembuluh darah. Amputasi biasanya dilakukan di bawah lutut dan merupakan baku emas. Dengan amputasi bawah lutut ini, hingga 80% pasien dapat mobilisasi mandiri karena sendi lutut dipertahankan dan juga protesa yang digunakan lebih ringan.[12,13]
Pertimbangkan Revaskularisasi
Salah satu tindakan untuk memperbaiki aliran darah bila didapatkan gangguan pada pembuluh darah adalah dengan revaskularisasi. Revaskularisasi dapat dilakukan dengan prosedur endovaskular angioplasti dan bypass dengan cangkok vaskular.
Indikasi angioplasti (percutaneous transluminal angioplasty/PTA) pada penyakit arteri perifer diabetik secara klasik adalah adanya klaudikasio dan iskemia ekstremitas kritis (critical limb ischaemia). Banyak pusat kesehatan telah melaporkan keberhasilan penggunaan intervensi endovaskular yang agresif dan prosedur bypass vaskular untuk penyakit vaskular kaki diabetes. Efek jangka pendeknya memuaskan dengan penyembuhan ulkus kaki, yang dengan demikian mengurangi risiko amputasi. Namun, studi lanjutan masih diperlukan untuk memastikan efek jangka panjangnya.[14-16]
Walaupun demikian, perlu diingat bahaya langsung terbesar bagi pasien setelah revaskularisasi berhasil adalah sindrom reperfusi yang disebabkan oleh pelepasan metabolit toksik dan radikal bebas oksigen ke dalam sirkulasi sistemik dari ekstremitas yang iskemik. Hal ini dapat menyebabkan kolaps kardiovaskular yang parah, disertai gagal ginjal dan terkadang gagal napas. Atas alasan ini, revaskularisasi tidak boleh dilakukan pada pasien dengan tanda nekrosis otot dan kondisi sepsis yang mengancam nyawa. Pilihan terapi yang diutamakan adalah amputasi.
Tindakan bypass dengan cangkok vaskular, dapat mencegah kehilangan anggota tubuh setidaknya selama 2 tahun jika berhasil. Untuk dapat berhasil dengan baik, maka tingkat patensi graft vaskular harus dipertahankan sebesar 75%. Tetapi, perlu diingat pula, terdapat bukti bahwa bypass vaskular yang gagal akan menghasilkan tingkat amputasi yang lebih tinggi dibandingkan amputasi primer (amputasi langsung tanpa bypass).[14,15]
Kesimpulan
Penanganan kaki diabetes harus dilakukan secara tepat untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitasnya, termasuk mortalitas pasca amputasi. Amputasi adalah jalan terakhir yang dipilih, jika dianggap sudah tidak ada jalan lain dengan rasio manfaat dan risiko yang lebih baik. Tujuan amputasi adalah untuk menghilangkan rasa sakit dan mencapai mobilitas yang cepat dengan penggunaan protesa. Keputusan melakukan amputasi pada pasien dengan kaki diabetes bergantung pada kondisi lokal luka (nekrosis luas) dan kondisi sistemik pasien (sepsis dengan sumber infeksi dari kaki diabetes).