Prolaktinoma bisa terjadi pada saat kehamilan, dan pengelolaannya membutuhkan tantangan tersendiri. Selama kehamilan, kelenjar hipofisis mengalami hiperplasia karena peningkatan kadar serum estrogen yang menyebabkan pembesaran tumor. Pembesaran tumor hipofisis dapat menyebabkan tekanan pada kiasma optikum yang menyebabkan gangguan penglihatan, seperti homonymous hemianopia. Prolaktinoma dapat memiliki gejala yang mirip dengan gejala kehamilan seperti amenore, galaktorea dan disfungsi seksual sehingga menunda diagnosis dan manajemen. Risiko pembesaran tumor mencapai 3% pada kasus mikroadenoma, 32% pada makroadenoma yang sebelumnya tidak dilakukan operasi ablatif, dan sekitar 4,8% pada makroadenoma yang dilakukan pengobatan ablatif sebelumnya.
Prolaktinoma merupakan jenis atau sub tipe klinis adenoma hipofisis yang paling sering ditemukan, dengan prevalensi sekitar 25/100.000 sampai 63/100.000 populasi, dengan insiden antara 2,1 hingga 5,4 kasus/100.000 per tahun. Biasanya prolaktinoma diderita oleh wanita premenopause dengan gejala klinis gangguan menstruasi dan galaktorea.[1,2] Prolaktinoma adalah adenoma yang timbul dari sel laktotrof di kelenjar hipofisis yang mensekresi prolaktin, dan dianggap sebagai jenis tumor hipofisis yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 40% dari semua adenoma hipofisis.[3]
Prolaktin bisa diproduksi karena ada hambatan tonik dopamine yang disekresikan oleh hipotalamus. Payudara adalah jaringan utama untuk prolaktin, tetapi ada beberapa jaringan organ yang mempunyai reseptor prolaktin yaitu liver, ovarium, testis dan prostat. Fungsi utama prolaktin adalah inisiasi dan pemeliharaan laktasi, tetapi juga sebagai faktor pertumbuhan, neurotransmitter maupun immunoregulator melalui mekanisme autokrin atau parakrin.[4]
Gejala Prolaktinoma
Bila prolaktinoma diderita oleh wanita usia subur maka bisa menimbulkan infertilitas dan gangguan fungsi gonad.[4] Istilah hiperprolaktinemia secara umum adalah gangguan endokrin dengan gejala dan tanda hilangnya libido, gangguan menstruasi atau galaktorea.[2] Menurut penelitian secara meta-analisis terbaru, gejala klinis klasik pada wanita dengan prolaktinoma adalah oligomenore atau amenore (pada 85-90%), galaktorea (pada 84% pasien). [6,7] Pasien dengan makroprolaktinoma mempunyai gejala-gejala tambahan selain tersebut di atas adalah sakit kepala, gangguan penglihatan (bilateral homonymous hemianopia) dan gejala tambahan karena adanya gangguan pada poros hormon hipofisis anterior yang berupa hipopituitarisme.[5,6]
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya hiperprolaktinemia misalnya kompresi batang hipofisis, efek samping obat tertentu, pengaruh hormon estrogen dan adenoma hipofisis.[2]
Pengobatan pilihan untuk hiperprolaktinemia adalah dengan dopamine agonist (bromokriptin atau cabergoline) yang dapat menormalkan kadar prolaktin, mengurangi ukuran tumor dan memulihkan kesuburan.[4] Makroadenoma pituitari yang mensekresi prolaktin mungkin memerlukan perawatan bedah atau gamma knife.
Diagnosis Prolaktinoma
Diagnosis prolaktinoma ditegakkan berdasarkan gejala klinis, laboratorium dan pemeriksaan MRI untuk memastikannya. [1,5,6] Pada penderita mikroprolaktinoma mempunyai gejala klinis yang berhubungan dengan hipogonadisme dan galaktorea. Setelah adanya gangguan pada fungsi gonadotropik diikuti oleh gangguan fungsi somatotropik, tirotropik dan kortikotropik.[5,6]
Manajemen Prolaktinoma Saat Kehamilan
Terapi pilihan pada kasus mikroprolaktinoma maupun makroprolaktinoma adalah agonis dopamine (dopamin agonis/DA) yang secara efektif dapat mengembalikan keadaan eugonadisme dan mengurangi pembesaran tumor. Cabergoline (CAB) mempunyai tolerabilitas yang lebih baik dan afinitas yang lebih tinggi dibanding bromokriptin. Meskipun demikian karena bromokriptin mempunyai waktu paruh yang lebih pendek dan “clearance” yang lebih cepat dibanding CAB, maka bromokriptin lebih direkomendasikan pada wanita hamil. Pada wanita yang sebelum hamil mengkonsumsi obat dopamin agonis, bila kemudian terkonfirmasi hamil maka pengobatan tersebut dihentikan karena obat tersebut dapat mempengaruhi embrio saat mengalami proses embryogenesis. Kecuali bila timbul keluhan dengan gejala-gejala berat akibat desakan tumor maka DA perlu diberikan lagi.[5]
Masalah yang perlu diperhatikan adalah meningkatnya ukuran tumor hipofisis selama kehamilan karena hyperplasia laktotrof sebagai akibat dari kadar estrogen yang tinggi di plasenta. Selain itu diferensiasi somatotroph menjadi laktotrof juga memberi peran untuk meningkatkan pembesaran kelenjar hipofisis.[5, 8] Kadar prolaktin serum secara bertahap meningkat menjadi sekitar 10 kali lipat pada akhir kehamilan trimester tiga.[5, 9]
Manajemen Mikroprolaktinoma
Pada kasus mikroprolaktinoma pada kehamilan cenderung jinak. Risiko terjadinya pertumbuhan tumor yang asimptomatik selama kehamilan sekitar 4,5%, dan pertumbuhan tumor yang bergejala <2%. Muncul gejala-gejala sisa neurologis berupa sakit kepala dan kompresi saraf mata. Selama kehamilan normal kadar prolaktin cenderung meningkat, oleh karena itu penilaian prolaktin tidak dapat digunakan sebagai standar klinis untuk menilai pembesaran tumor. Dikarenakan risiko pembesaran mikroprolaktinoma pada kehamilan sangat rendah maka pemberian obat DA dihentikan.
Namun demikian bila timbul gejala-gejala seperti sakit kepala hebat atau gangguan visual perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menyingkirkan kemungkinan pembesaran tumor. Pasien harus menjalani pemeriksaan tes lapangan visual setiap 2-3 bulan selama kehamilan. Kalau pasien ada gejala membesarkan mikroadenoma, pemeriksaan MRI otak perlu dilakukan untuk menilai perubahan pembesaran tumor. Jika terbukti terjadi pembesaran tumor maka harus diberikan obat DA (bromokriptin).[4]
Pada wanita yang tidak ada gejala selama kehamilan, serum prolaktin diperiksa setelah 2 bulan melahirkan. Untuk wanita yang ingin menyusui, pemeriksaan MRI harus dilakukan untuk memantau kondisi tumor dalam 4-6 minggu setelah melahirkan. Pengobatan DA menyebabkan kadar prolaktin serum menurun sehingga mengganggu laktasi.[4]
Manajemen Makroprolaktinoma
Angka kejadian makroprolaktinoma lebih jarang terjadi dibanding mikroprolaktinoma. Gejala klinis akibat pembesaran tumor terjadi sekitar 20-30% kasus. Rekomendasi adalah diobati dengan radiasi atau operasi sebelum kehamilan yang mengurangi risiko pembesaran tumor bisa berkurang sampai kurang 5%.[4,8,10]
Pada kasus makroprolaktinoma harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian lapangan visual pada setiap trimester. Namun tidak perlu memeriksa kadar prolaktin serum selama kehamilan karena tidak berkorelasi dengan pembesaran tumor. pada kasus makroprolaktinoma intrasellar yang tidak berbatasan dengan kiasma optikum, DA harus dihentikan bila terkonfirmasi hamil.[4]
Penelitian terhadap 900 pasien melaporkan bahwa obat dopamin agonis (DA) termasuk bromokriptin dan cabergoline (CAB) aman dikonsumsi untuk wanita pada awal kehamilan. Tidak menunjukkan adanya efek samping berupa abortus spontan, kelahiran prematur, kelahiran kembar atau malformasi neonatal, dan studi tindak lanjut terhadap anak-anak hingga usia 12 tahun setelah paparan tidak menunjukkan kelainan fisik atau gangguan perkembangan. Sehingga pengobatan dengan DA masih boleh diberikan meskipun hamil. Obat dihentikan pada kasus dengan mikroprolaktinoma atau makroprolaktinoma tanpa disertai gejala-gejala klinis. Menyusui tidak mempunyai efek yang berbahaya terhadap pertumbuhan tumor. Dan sekitar 40% wanita dengan mikroprolaktinoma atau makroprolaktinoma dengan ukuran sedang bisa terjadi remisi spontan setelah satu atau lebih mengalami kehamilan.[10]
Efek Dopamin Agonis Terhadap Janin
Beberapa penelitian lebih dari 6000 kehamilan, menunjukkan bahwa bromokriptin cukup aman diberikan pada wanita hamil. Dilaporkan terjadi abortus spontan (10%), kehamilan ektopik (0,5%) dan malformasi kongenital (10%) hampir sama dengan kasus pada populasi yang sehat dan normal.[8,10] Data juga menunjukkan lebih dari 950 kasus embrio atau janin yang terpapar oleh obat cabergoline dilaporkan aman. Tidak ada peningkatan frekuensi keguguran spontan, kelahiran prematur maupun maformasi neonatus. Selain itu juga dilaporkan setelah dilakukan tindak lanjut terhadap 230 anak-anak hingga usia 12 tahun tidak menunjukkan adanya kelainan fisik maupun perkembangannya. [9,10]
Di sisi lain obat quinagolide tidak disarankan karena dilaporkan tidak aman untuk ibu hamil. Meskipun mempunyai keunggulan, pemberian cabergoline sebaiknya dihindari pada kehamilan trimester pertama, dan pemberian kepada wanita hamil harus dengan dosis rendah dan waktu yang singkat. [10]
Efek Kehamilan Terhadap Prolaktinoma
Selama kehamilan terjadi peningkatan estrogen yang tinggi sehingga dapat menimbulkan pembesaran ukuran prolaktinoma. Pada kasus mikroprolaktinoma kemungkinan terjadinya pembesaran tumor sangat kecil sekitar 2-3%, sehingga pengobatan dopamin agonis lebih baik dihentikan.Tetapi pada kasus makroprolaktinoma tanpa pengobatan sebelumnya, risiko terjadinya pertumbuhan tumor cukup besar sekitar 25-30% dan menimbulkan gejala-gejala klinis.[10]
Kesimpulan
Prolaktinoma terjadi pada saat wanita hamil akan menimbulkan tantangan baru bagi klinisi untuk mengobatinya. Apabila prolaktinoma ditemukan sebelum kehamilan dan sudah mendapat pengobatan, maka pada saat kehamilan dipertimbangkan untuk dihentikan obat dopamin agonis atau bila harus dilanjutkan perlu dipantau secara ketat. Saat kehamilan, prolaktinoma harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian lapangan visual pada setiap trimester. Jika ada gejala membesarkan tumor, lanjutkan dengan MRI brain untuk menilai pertumbuhan makroadenoma. Kadar serum prolaktin tidak berguna pada kehamilan. Pengobatan dengan dopamin agonis cukup aman untuk dikonsumsi bagi wanita hamil yang menderita prolaktinoma yang simptomatik, dengan bromokriptin menjadi pilihan teraman.