Setiap tahun, banyak petugas kesehatan yang terpapar needle stick injury atau luka akibat tertusuk jarum. Luka akibat tusukan jarum dalam setting medis berisiko memaparkan petugas kesehatan terhadap berbagai patogen, seperti HIV, hepatitis B, dan hepatitis C. Sebagian besar paparan ini adalah akibat jejas percutaneous dengan benda tajam yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh.[1,2]
Penelitian menunjukkan bahwa perawat adalah petugas kesehatan dengan risiko paling tinggi mengalami needle stick injury, khususnya pada mereka yang berusia muda. Bekerja dengan shift yang banyak dan waktu kerja yang panjang juga merupakan faktor risiko. [2] Tempat kejadian paling sering adalah di instalasi gawat darurat dan ruang operasi.[3]
Penanganan Dini Needle Stick Injury
Berikut adalah pertolongan pertama yang dapat dilakukan setelah needle stick injury:
- Segera cuci luka dengan air yang mengalir dan sabun
- Bila memungkinkan, keluarkan darah dari luka dan segera tutup dengan kassa steril, tapi jangan menghisapnya dengan mulut
- Semua selaput mukosa yang terpapar, misalnya konjungtiva, sebaiknya diirigasi
- Singkirkan semua bahan dan alat yang mungkin terkontaminasi cairan tubuh atau darah pasien, termasuk pakaian yang digunakan
- Segera identifikasi pasien yang menjadi sumber dan koordinasikan dengan pimpinan untuk melakukan informed consent dan skrining pada pasien
- Laporkan kejadian ini pada pimpinan unit atau instalasi
- Segera lakukan pemeriksaan untuk HIV, hepatitis B, dan C jika pasien bersedia diperiksa[4,5]
Post Exposure Prophylaxis
Sebelum memberikan post exposure prophylaxis (PEP), tentukan dulu jenis paparannya. Hal ini penting karena tidak semua paparan pada needlestick injury membutuhkan PEP.
Paparan dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
- Paparan ringan: Pada membran mukosa atau kulit yang tidak intak tetapi jumlah kecil. Misalnya, luka superfisial yang terpapar melalui jarum kaliber kecil.
- Paparan sedang: Pada membran mukosa atau kulit yang tidak intak tetapi jumlah besat ATAU paparan perkutan superfisial dengan jarum solid. Misalnya, needlestick injury yang menembus sarung tangan.
- Paparan berat: Paparan perkutan dengan volume besar. Misalnya, paparan melalui jarum besar (>18 G) yang jelas terlihat ada kontaminasi darah.
Bila pasien sumber kontaminasi tidak diketahui atau salah satu hasil tes positif, maka pertimbangkan pemberian PEP (post exposure prophylaxis) dalam 2 jam pasca insiden. Needle stick injury masuk ke dalam luka rentan tetanus, sehingga pasien sebaiknya diberikan profilaksis post exposure tetanus sesuai status imunisasi.
HIV
PEP HIV dipilih berdasarkan jenis paparan dan status HIV pasien sumber. Sebagai contoh, jika paparan ringan dan pasien sumber HIV (+) asimtomatik, maka regimen PEP menggunakan 2 jenis antiretroviral dapat dipertimbangkan. Pertimbangan pemilihan regimen PEP HIV selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pemilihan Post Exposure Prophylaxis HIV
Paparan | HIV (+) asimtomatik | HIV (+) simtomatik klinik | HIV status tidak diketahui |
Ringan | Perimbangkan regimen PEP 2 obat | Mulai PEP 2 obat | Tanpa PEP atau pertimbangkan regimen PEP 2 obat |
Sedang | Mulai PEP 2 obat | Mulai PEP 3 obat | Tanpa PEP atau pertimbangkan regimen PEP 2 obat |
Berat | Mulai PEP 3 obat | Mulai PEP 3 obat | Tanpa PEP atau pertimbangkan regimen PEP 2 obat |
Studi pada binatang menunjukkan bahwa PEP HIV paling efektif jika diberikan sesegera mungkin. Studi pada binatang juga menunjukkan bahwa pemberian setelah lebih dari 72 jam tidak efektif. Namun, belum ada studi pada manusia.
PEP HIV diberikan selama minimal 4 minggu. Regimen pilihan untuk PEP HIV adalah:
- Regimen 2 obat : zidovudine 300 mg 2 kali sehari + lamivudine 150 mg 2 kali sehari
- Regimen 3 obat : tambahkan Lopinavir/ritonavir 400/100 mg 2 kali sehari
Lakukan pemeriksaan ulang untuk HIV pada 6 minggu, 3 bulan, dan 6 bulan. Jika perlu, pemeriksaan juga dapat diulang pada 1 tahun.[6,10]
Hepatitis B
Apabila individu memiliki riwayat vaksinasi hepatitis B yang adekuat, maka tidak perlu dilakukan apapun. Tapi bila belum mendapatkan vaksinasi, maka berikan imunoglobulin hepatitis B (HBIG), dan segera mulai seri vaksinasi hepatitis B.
HBIG sebaiknya diberikan dalam 72 jam dengan dosis 100 IU intramuskular pada pasien dengan berat badan < 30 kg, atau 400 IU intramuskular pada pasien dengan berat badan ≥30 kg.[7]
Hepatitis C
Saat ini belum ada rekomendasi terapi untuk PEP hepatitis C. Apabila terjadi needle stick injury, lakukan pemeriksaan anti-HCV pada sumber. Sedangkan untuk individu yang terpapar, lakukan juga pemeriksaan anti-HCV diikuti pemeriksaan enzim hepar. Jika hasil normal, ulangi pemeriksaan dalam 4-6 minggu, kemudian dalam 4-6 bulan.[7]
Peran Institusi
Institusi tempat needle stick injury terjadi, harus memastikan prosedur pelaporan yang mudah dan benar. Hal ini penting untuk memastikan setiap pegawai yang mengalami needle stick injury melapor, serta setiap insiden dapat ditinjau agar kejadian yang sama tidak terjadi lagi di masa depan.
Kesadaran karyawan terhadap pencegahan dan mekanisme pelaporan jika needle stick injury terjadi penting ditingkatkan. Setiap manajer juga sebaiknya mendorong bawahannya untuk melaporkan setiap needle stick injury. Konseling pasca paparan harus ditawarkan pada seluruh pegawai.
Pencegahan Needle Stick Injury
Teknologi kedokteran yang ada saat ini telah memungkinkan desain berbagai instrumen medis lebih aman dan risiko needle stick injury lebih rendah. Upaya pencegahan juga dapat dilakukan dengan berbagai tindakan sederhana, seperti menggunakan alat perlindungan diri dan vaksinasi
Prinsip Pencegahan Needle Stick Injury
Prinsip-prinsip upaya pencegahan needle stick injury adalah elimination of hazard, engineering control, administrative control, work practice control, alat perlindungan diri, dan vaksinasi.
Elimination of hazard: Singkirkan semua benda tajam dan jarum yang tidak diperlukan dari sekitar tempat tindakan. Segera amankan dan singkirkan benda-benda tajam yang telah digunakan untuk tindakan.
Engineering control: Institusi sebaiknya menggunakan alat-alat yang telah didesain untuk meminimalkan risiko petugas kesehatan untuk terpapar pada bahaya.
Administrative control: Institusi sebaiknya mempunyai kebijakan untuk meminimalkan risiko needle stick injury, misalnya dengan membentuk komite pencegahan kecelakaan kerja
Work practice control: Institusi mengembangan standar prosedur operasi untuk menangani dan menyingkirkan benda tajam dan jarum. Misalnya, kebijakan apabila menggunakan jarum, selalu pastikan ujung jarum berada dalam pandangan dan cukup jauh dari jangkauan untuk meminimalkan risiko tertusuk secara tidak sengaja
- Alat perlindungan diri (APD): Gunakan alat perlindungan untuk meminimalkan kontak dengan darah dan cairan tubuh pasien, misalnya dengan goggle, sarung tangan, masker, dan gaun steril.
- Semua petugas yang berisiko kontak dengan darah atau cairan tubuh pasien sebaiknya mendapatkan vaksin hepatitis B.[4]
Tindakan Pencegahan Needle Stick Injury
Beberapa tindakan bisa dilakukan untuk mencegah needle stick injury, misalnya dengan menggunakan kotak khusus untuk membuang benda tajam atau jarum medis, dan memastikan perlakuan yang tepat terhadap benda-benda yang berisiko menimbulkan needle stick injury.
Menggunakan Kotak Khusus:
Needle stick injury dapat dicegah dengan menggunakan kotak khusus untuk membuang jarum dan benda tajam di sekitar pasien saat dan setelah melakukan tindakan. Kotak khusus ini sebaiknya terisi tidak lebih dari dua per tiga penuh.
Pastikan kotak tempat pembuangan jarum tidak mudah bergeser atau bergoyang sehingga berisiko isinya tumpah. Jauhkan kotak tempat pembuangan jarum dari akses publik dan letakkan setinggi pinggang atau permukaan tempat tindakan.[4]
Perlakuan Selama dan Setelah Tindakan:
Petugas medis hendaknya berkonsentrasi dalam setiap tindakan. Jangan pernah membiarkan jarum atau benda tajam berada di sekitar tempat tindakan. Segera buang barang-barang ini sebelum melakukan tindakan berikutnya.
Pastikan tidak ada jarum atau benda tajam terselip dalam kassa, perban, atau benda lunak lainnya sebelum dibuang. Jangan pernah memegang bagian tajam ketika menggunakan jarum atau alat tajam.
Sebaiknya hindari penggunaan jarum jika terdapat alternatif lain yang lebih aman. Hindari juga menutup kembali jarum yang telah dipakai.[4,8]
Penggunaan Alat Medis yang Aman:
Occupational Safety and Health Administration CDC menyarankan penggunaan berbagai alat yang dapat mengurangi risiko needle stick injury. Salah satu contohnya adalah penggunaan jarum jahit ujung tumpul untuk mengurangi risiko cedera perkutan pada personel bedah.[9]
Kesimpulan
Needle stick injury merupakan salah satu kecelakaan kerja yang sering dialami oleh petugas kesehatan. Insiden ini berisiko menularkan infeksi yang ditransmisikan melalui darah atau cairan tubuh, seperti HIV, hepatitis B, dan hepatitis C.
Tindakan yang paling efektif untuk mengatasi hal ini adalah melalui tindakan pencegahan, seperti elimination of hazard, engineering control, administrative control, work practice control, penggunaan alat perlindungan diri, dan vaksinasi.
Needle stick injury adalah cedera rentan tetanus, sehingga pasien harus ditatalaksana sesuai protokol profilaksis tetanus. Untuk profilaksis HIV, dapat diberikan post exposure prophylaxis dengan regimen 2 atau 3 obat sesuai dengan jenis paparan dan status HIV pasien sumber. Untuk profilaksis hepatitis B pada individu yang belum divaksin, dapat diberikan imunoglobulin hepatitis B. Untuk post exposure prophylaxis hepatitis C, belum ada regimen yang direkomendasikan.
Institusi tempat petugas kesehatan bekerja harus memiliki protokol yang mudah dan jelas untuk pelaporan needle stick injury. Hal ini penting agar setiap kejadian needle stick injury dapat ditinjau dan tindakan pencegahan ke depannya dapat dilakukan. Konseling pasca paparan harus ditawarkan pada semua pegawai yang mengalami needle stick injury.