Menghadapi pasien yang serba tahu merupakan tantangan bagi dokter dalam praktik sehari-hari. Dengan kemajuan teknologi, informasi kesehatan tersedia secara luas di internet. Kemajuan ini dapat berdampak positif dan mendukung promosi kesehatan. Namun, informasi kesehatan ini dapat disalahgunakan sebagai self-diagnosis oleh beberapa orang.
Kelompok pasien ini membutuhkan pengelolaan yang ekstra dibanding pasien pada umumnya. Pasien yang serba tahu cenderung tidak puas terhadap pelayanan medis yang diberikan dan sering meminta pemeriksaan atau obat tertentu walau tidak terdapat indikasi. Jika tidak dipenuhi, pasien terkadang dapat menjadi marah, berkata atau berlaku tidak sopan, serta sengaja mengganggu atau memengaruhi pasien lain.[1,2]
Terdapat juga beberapa kasus, di mana pasien memerintah perawat atau bahkan meminta dokter menuliskan tagihan atas obat atau tindakan yang tidak dilakukan agar dapat dibayarkan oleh asuransi atau perusahaan.
Pasien know it all atau pasien serba tahu biasanya telah mengumpulkan banyak informasi terkait penyakit atau kondisinya sebelum berkonsultasi dengan dokter. Informasi didapatkan dari berita, artikel kesehatan, atau situs internet lain mengenai isu medis atau penyakit yang berkaitan dengan dirinya.[1,2]
Pasien ini tidak memiliki latar belakang pendidikan medis, tetapi merasa diri lebih mengerti daripada dokter. Mereka tidak memiliki kompetensi untuk mengevaluasi atau mengobati penyakitnya. Tidak jarang juga pasien sudah mengunjungi dokter lain sebelum bertemu Anda.[1]
Pasien serba tahu harus dihadapi dengan bijaksana oleh klinisi. Bila tidak demikian, dapat terjadi kerugian dalam hubungan dokter pasien, misalnya:
- Waktu konsultasi dokter menjadi lama karena debat dokter dengan pasien
- Pasien kehilangan kepercayaan terhadap dokter
- Tidak terbangun hubungan baik antara pasien dan dokter
- Tidak tercapai tujuan pengobatan pada pasien
Berikut beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan oleh dokter dalam menghadapi pasien yang serba tahu.[1,2]
Kenali Pasien
Tidak ada cara yang lebih baik untuk mengetahui cara menghadapi pasien selain mengenali pasien tersebut. Mengenal pasien tidak hanya sebatas nama, tetapi juga umur, latar belakang pendidikan, pekerjaan, dan riwayat sosial. Riwayat keluarga juga menjadi penting untuk diketahui terutama bila menyangkut keluhan kronis. Seorang yang pernah merawat orang tua dengan kanker memiliki kemungkinan untuk merasa lebih tahu tentang kanker.
Dokter dapat mendeteksi pasien jenis ini dengan cara menilai cara mereka mengungkapkan keluhannya. Pasien serba tahu dapat langsung mengungkapkan keluhannya dengan kalimat: “Sepertinya saya terkena kanker payudara, Dok”, daripada berkata “Dok, sepertinya ada benjolan di payudara saya”.[2]
Mendengar secara Aktif
Mendengar secara aktif berarti secara sadar berhenti berbicara dan menyimak ketika orang lain berbicara. Kesalahan yang paling sering ditemukan dalam komunikasi dengan pasien adalah dokter cenderung mendengarkan agar dapat memberikan jawaban. Mendengarkan secara aktif adalah menyimak dan menangkap maksud lawan bicara.
Mungkin saja pasien memang paham akan penyakitnya, misalnya pasien dengan penyakit kronis yang telah berulang kali berobat untuk penyakit yang sama. Pasien dengan latar belakang pendidikan medis atau tingkat pendidikan tinggi juga cenderung merasa diri lebih tahu.[1,2]
Di samping itu, ada pula pasien yang terlampau cemas akan penyakitnya sehingga mencari tahu penyakitnya terlebih dahulu sebelum berkonsultasi ke dokter. Perilaku ini membuat pasien merasa paling tahu akan penyakitnya dan cenderung tidak puas akan pelayanan yang didapatkannya.[2]
Temukan Latar Belakangnya
Komunikasi dokter pasien tidak hanya bertujuan untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penanganan pasien, tetapi juga untuk menilai aspek lain yang berhubungan dengan pasien. Setiap perilaku pasien pasti memiliki latar belakang yang mendasari.
Pasien yang ibunya terkena kanker payudara akan lebih gampang mendiagnosis dirinya menderita kanker payudara bila dia merasa ada benjolan di payudara. Hal-hal yang berkembang di masyarakat juga berperan penting dalam membangun opini pasien. Misalnya, maraknya media sosial yang melapotkan peningkatan kasus difteri tidak jarang membuat pasien datang merasa dirinya menderita difteri. Evaluasi juga apakah pasien tersebut kemungkinan menghadapi gangguan cemas.[1,2]
Tentukan Tujuan Pertemuan dan Berikan Batasan
Pasien yang serba tahu biasanya membawa bukti-bukti dan catatan-catatan sendiri. Tumpukan pertanyaan itu akan berujung pada diskusi yang panjang. Tak jarang, pasien serba tahu ini sudah datang ke dokter lain sebelumnya dan membandingkan pendapat Anda dengan pendapat dokter sebelumnya.[1,2]
Tumpukan pertanyaan ini juga dapat membawa diskusi menjauhi tujuan pasien datang menemui dokter. Dokter harus tahu dan dapat menetapkan tujuan terapi dengan pengambilan keputusan bersama dengan pasien sehingga diskusi antara pasien dapat mengerucut akan hal-hal yang penting untuk pasien.[3]
Dokter juga harus dapat menyimpulkan pertanyaan-pertanyaan pasien menjadi satu pertanyaan penting. Penyimpulan ini harus dilakukan secara hati-hati agar pasien tidak merasa dihambat kesempatannya untuk bertanya. Tekankan selalu tentang tujuan pertemuan yang disepakati bersama.[2]
Memiliki Pengetahuan Klinis yang Memadai
Salah satu penyebab hubungan tidak baik antara dokter dan pasien adalah kurangnya pengetahuan dokter. Pasien akan kehilangan kepercayaan bila merasa pengetahuan dokternya kurang dibandingkan dirinya. Benar bahwa dokter tidak selalu perlu mengetahui semuanya, tetapi seorang dokter harus mengetahui hal-hal penting mengenai penyakit tersebut.[2-4]
Dokter juga harus memiliki pengetahuan tentang penyakit atau isu medis yang sedang terjadi. Tidak jarang pasien yang datang ke dokter meyakini dia menderita penyakit tertentu yang sedang marak saat itu berdasarkan sumber-sumber bacaan yang diperolehnya.
Dokter berperan untuk membantu pasien menghadapi informasi kesehatan berbasis internet. Salah satunya adalah dengan mengetahui dan menilai jenis sumber bacaan yang sering digunakan pasien. Beberapa artikel medis popular dengan referensi medis dapat dipercaya kebenarannya. Namun, beberapa situs lain memiliki sumber yang tidak jelas atau hanya berdasarkan opini seseorang, atau bahkan memberikan informasi yang menyesatkan. Situs tersebut tentunya tidak dapat dipercaya.
Dokter perlu menjembatani informasi kesehatan yang didapat pasien dari internet dengan pengetahuan medis yang dimilikinya. Dokter dapat melakukan kolaborasi secara positif dengan pasien melalui diskusi dan analisis informasi, serta memberi rekomendasi wadah informasi kesehatan yang kredibel.[5]
Sebagai contoh, website kesehatan dengan konten yang ditinjau oleh dokter ternama memiliki informasi lebih valid dan tidak bias dibanding website yang menjual produk jamu. Pasien juga harus didorong untuk menilai sumber informasi kesehatan yang mereka temukan di media sosial atau grup obrolan, dan memastikan bahwa informasi tersebut disadur dari referensi medis yang tidak bias. Dokter harus memahami sumber-sumber yang biasa digunakan oleh pasien.[5]
Atur Emosi
Pasien serba tahu seringkali memancing emosi dokter dengan meminta obat atau pemeriksaan medis yang tidak perlu. Dalam menghadapinya, dokter tidak boleh menunjukkan emosi berlebihan, terutama emosi yang tidak membangun. Menangkap alasan dan latar belakang pasien membantu dokter memahami perilaku pasien. Pasien yang serba tahu bisa saja merupakan akibat kecemasannya yang mendalam.
Seorang dokter harus bisa menempatkan dirinya pada sudut pandang pasien. Hal ini memang terasa sulit, terutama bila pasien secara sengaja maupun tidak sengaja merendahkan dokter. Emosi tidak akan membangun hubungan dokter pasien dan akan menghambat rencana terapi yang ingin dicapai bersama.[6]
Berlaku Profesional
Hal penting lain yang perlu diingat dalam menghadapi pasien serba tahu adalah tetap berlaku profesional. Hubungan dokter pasien adalah hubungan profesional yang dibangun atas dasar kepercayaan. Pasien yang serba tahu sering kali membuat dokter menjadi kesal, tetapi hubungan profesional harus tetap dipertahankan.
Pasien mungkin memiliki lebih banyak waktu untuk mencari ilmu-ilmu yang terbaru sehingga bisa saja ada hal-hal yang dokter tidak ketahui. Diskusi yang terbangun antara dokter pasien adalah kunci keberhasilan terapi. Dokter harus mampu mengakui hal-hal yang dia tidak ketahui dan berkeinginan untuk mempelajari hal-hal tersebut.[2-4]
Di sisi lain, dokter juga harus dapat menunjukkan bahwa dokter memiliki pengetahuan yang mumpuni akan penyakit atau kondisi medis tersebut. Baik dokter maupun pasien tidak dapat memaksakan pendapat mereka akan penyakit yang diderita pasien, baik itu mengenai pengobatan maupun langkah diagnosis yang akan ditempuh.
Dokter harus dapat menilai diskusi yang berlangsung antara dokter dan pasien. Diskusi yang mengarah ke debat kusir harus dihindari. Pasien tidak akan kembali pada dokter yang mengajaknya berdebat kusir. Selain itu, waktu konsultasi dokter pasien juga akan bertambah panjang sehingga debat kusir bukan menjadi pilihan.[2-4]
Jujur
Hal ini mungkin menjadi bagian paling sulit dari dokter. Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu pengetahuan terus berkembang. Sebagai dokter kita terus dituntut untuk mempelajari dan terus memperbarui pengetahuannya. Namun, tidak mungkin bagi seorang dokter untuk mengetahui segala jenis penyakit, obat, dan tindakan medis.
Untuk itu, dokter diharapkan bisa berkata jujur dengan menyatakan bahwa dia belum mengetahui hal tersebut dan akan melakukan riset. Tindakan ini lebih dianjurkan daripada langsung menolak atau menerima pendapat pasien.[1-3]
Bekerja Sama dengan Pasien Serba Tahu
Menghadapi pasien serba tahu merupakan tantangan untuk dokter, apalagi bila pasien tersebut sulit mendengarkan dokter, atau dengan sengaja atau tidak sengaja menunjukkan perilaku merendahkan.
Di satu sisi, mengetahui banyak informasi mengenai penyakitnya merupakan salah satu modalitas penting yang dimiliki pasien untuk kesembuhannya. Pasien-pasien dengan penyakit kronis adalah salah satu kelompok pasien serba tahu yang dimanfaatkan sebagai partner dalam mencapai kesembuhan pasien.[7]
Amerika Serikat memulai program Chronic Disease Self-Management Programme (CDSMP). Program ini adalah program kursus pelatihan orang awam berupa keterampilan manajemen diri selama 6 minggu pada pasien-pasien penyakit kronis.
Program ini menghasilkan pasien-pasien ahli akan penyakitnya sehingga dapat memanajemen dirinya sendiri. Hasilnya, menunjukkan perbaikan kondisi fisik jangka panjang dan penurunan biaya perawatan pasien kronis. Program ini akhirnya diadopsi oleh beberapa negara lain seperti Kanada, Inggris, dan Australia.[8]
Walaupun program ini banyak mendapatkan kritik terkait metode pengambilan datanya yang kurang representatif, program ini menunjukkan hasil-hasil yang dapat digunakan untuk memperbaiki hubungan dokter pasien. Program ini dinilai dapat membangun proses perubahan hidup pada pasien.
Pasien yang serba tahu sebenarnya juga dapat menguntungkan keberhasilan terapi. Pasien dengan tipe ini dapat membantu dokter untuk:
- Membangun komunikasi lebih lancar. Pasien serba tahu biasanya memahami istilah-istilah medis sehingga memudahkan dokter menjelaskan kondisi pasien. Selain itu, pasien-pasien ini juga sudah menyiapkan daftar pertanyaan dan masalah yang ingin dia kemukakan sehingga membuat waktu temu menjadi lebih efektif.
- Memudahkan menggali anamnesis pasien. Tak jarang pasien serba tahu ini sudah menuliskan gejala yang dialaminya secara detail. Dokter lebih mudah menarik lini masa perjalanan penyakit sehingga dapat menegakkan diagnosis dengan tepat.
- Membangun diskusi yang baik. Pasien serba tahu, terutama pasien dengan sakit kronis, mungkin lebih banyak mengetahui dibanding dokter, mungkin membaca sumber-sumber yang dokter tidak baca. Pasien juga dapat memberikan pendapatnya atas penyakitnya sendiri sehingga dapat terjadi diskusi yang baik.
- Pasien lebih peduli terhadap penyakitnya. Salah satu hambatan dalam pengobatan adalah kepatuhan pasien. Pasien serba tahu adalah pasien yang peduli akan penyakitnya dan biasanya memiliki tekad untuk sembuh. Pasien-pasien ini akan lebih mudah diedukasi. Mereka juga cenderung lebih mudah untuk mengikuti anjuran dokter mengenai terapi, perubahan gaya hidup dan kunjungan lanjutan[6-8]
Kesimpulan
Menghadapi pasien serba tahu merupakan tantangan tersendiri bagi para dokter klinisi. Pasien serba tahu harus dihadapi dengan seksama agar dapat membangun hubungan yang baik. Profesional, jujur, berpengetahuan, dan mampu menempatkan emosi adalah kunci keberhasilan membangun komunikasi dokter pasien yang baik.
Pasien serba tahu sebaiknya tidak dianggap sebagai penghalang dalam komunikasi, tetapi harus dimanfaatkan sebagai salah satu modalitas yang sangat mendukung keberhasilan terapi pasien.
Direvisi oleh: dr. Ciho Olfriani