Penatalaksanaan nonbedah merupakan pendekatan yang disukai pada kasus club foot (talipes equinovarus) karena dapat mencegah kecacatan permanen tanpa intervensi invasif, terutama bila dilakukan sejak dini. Pendekatan seperti metode Ponseti telah dilaporkan efektif dalam mengoreksi deformitas dengan angka keberhasilan tinggi dan komplikasi minimal.
Club foot merupakan kelainan bentuk bawaan pada kaki, yang merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal bawaan yang paling sering dijumpai. Insidensi idiopathic club foot diperkirakan berkisar antara 1–2 kasus per 1.000 kelahiran hidup, yang berarti terdapat sekitar 150.000 hingga 200.000 bayi dengan kondisi ini setiap tahun di seluruh dunia.
Penatalaksanaan club foot kerap menjadi tantangan tersendiri karena adanya perubahan anatomi patologis pada struktur kaki. Berbagai pendekatan terapi telah dikembangkan, termasuk pendekatan nonbedah dan tindakan pembedahan, untuk mengoreksi deformitas tersebut.[1]
Perkembangan Penatalaksanaan Nonbedah pada Club Foot
Telah ada berbagai metode nonbedah dalam penatalaksanaan club foot yang dikembangkan, termasuk teknik menggunakan gips, penggunaan alas kaki khusus, dan pemasangan penyangga (brace). Meski hasil jangka pendek metode tersebut kadang menunjukkan perbaikan, deformitas umumnya kembali seiring berjalannya waktu.[1]
Pendekatan nonbedah lain dikembangkan di Prancis, dikenal sebagai French Functional Method. Metode ini menekankan koreksi bertahap melalui manipulasi harian oleh fisioterapis, pembalutan elastis di antara sesi terapi, penggunaan penyangga pada malam hari, serta intervensi bedah pada kasus kekambuhan. Proses koreksi berlangsung selama beberapa bulan dengan perawatan dilakukan setiap hari. Walau banyak digunakan di Eropa, data mengenai luaran jangka panjang metode ini masih terbatas.[2,3]
Metode lain yang kemudian menjadi paling populer dan banyak digunakan saat ini adalah teknik Ponseti. Teknik Ponseti kini dianggap sebagai baku emas dalam penatalaksanaan club foot. Teknik Ponseti terdiri atas tiga fase terapi, dengan waktu ideal pelaksanaan pemasangan gips dimulai pada minggu ke-1 atau ke-2 setelah kelahiran, meskipun masih dapat diterapkan hingga usia 2 tahun.
Umumnya dibutuhkan antara 5-9 kali pemasangan gips, tergantung pada tingkat kekakuan kaki. Metode Ponseti disukai karena memungkinkan terjadinya proses remodeling jaringan lunak secara optimal.[1,4,5]
Penatalaksanaan Club Foot dengan Metode Ponseti
Metode Ponseti terdiri atas 3 tahap utama, yaitu manipulasi disertai pemasangan gips bertahap, tenotomi tendon Achilles, dan penggunaan alat penyangga kaki (brace).[5,6]
Tahap Awal
Tahap awal melibatkan manipulasi serta pemasangan gips tungkai atas (above-knee casting) secara serial setiap minggu oleh tenaga kesehatan terlatih. Umumnya, fase ini membutuhkan 5-8 kali pergantian gips. Terapi tidak harus dimulai segera setelah kelahiran, namun idealnya dilakukan pada usia 1–3 minggu pertama kehidupan neonatus. Intervensi dini terbukti mempercepat koreksi deformitas dan mengurangi kekakuan jaringan lunak.[5,6]
Tahap Kedua
Tahap kedua dilakukan setelah seluruh komponen deformitas, kecuali equinus, terkoreksi. Prosedur ini meliputi tenotomi Achilles secara perkutan di bawah anestesi lokal di fasilitas rawat jalan, sehingga menghindarkan bayi dari risiko perioperatif dan efek neurotoksik akibat anestesi umum. Pada beberapa kasus, terutama anak yang lebih besar, tindakan ini dapat dilakukan di ruang operasi dengan anestesi umum.
Setelah tenotomi, gips terakhir langsung dipasang dan dipertahankan selama 3 minggu. Sekitar 90% bayi dengan club foot memerlukan prosedur tenotomi, yang terbukti menjadi komponen penting dalam metode Ponseti dengan tingkat keberhasilan lebih dari 90% dan komplikasi minimal.[7,8]
Tahap Akhir
Tahap terakhir adalah penggunaan brace (bracing phase), yang dimulai segera setelah gips pascatenotomi dilepaskan. Alat yang digunakan berupa foot abduction orthosis (FAO), terdiri atas dua sepatu atau splint yang dihubungkan oleh batang untuk mempertahankan posisi kaki dalam abduksi dan dorsifleksi.
Selama tiga bulan pertama, brace digunakan selama 23 jam per hari. Selanjutnya, brace hanya digunakan pada malam dan waktu tidur siang selama 12–14 jam hingga anak berusia 4–5 tahun.
Kepatuhan menjadi faktor utama keberhasilan jangka panjang karena ketidakpatuhan dapat meningkatkan risiko kekambuhan hingga 30%. Prinsip utama bracing adalah mempertahankan posisi koreksi dengan kenyamanan optimal. Desain modern yang lebih ergonomis dan fleksibel terbukti meningkatkan kepatuhan dan menurunkan angka kekambuhan pada terapi club foot.[5,9,10,11]
Efikasi Metode Ponseti
Metode Ponseti telah dilaporkan dalam berbagai studi terbukti efektif mengoreksi deformitas club foot idiopatik. Berbagai studi kohort, meta analisis, serta laporan jangka menengah menunjukkan tingkat keberhasilan koreksi awal berkisar antara 80–98%, dengan hasil fungsional dan kosmetik yang baik. Selain itu, kebutuhan akan pembedahan besar, seperti posteromedial release, menurun secara signifikan dibandingkan era pra-Ponseti.
Penelitian tindak lanjut selama 3–5 tahun menunjukkan bahwa luaran fungsional umumnya tetap stabil apabila kepatuhan terhadap penggunaan brace terjaga dengan baik. Meski demikian, kekambuhan (relaps) masih dapat terjadi, terutama pada pasien dengan tingkat kepatuhan rendah terhadap fase bracing.[5,9,10]
Potensi Komplikasi Penatalaksanaan Nonbedah pada Club Foot
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada terapi nonbedah adalah kekambuhan deformitas. Risiko relaps umumnya berkaitan dengan ketidakpatuhan penggunaan brace, derajat awal deformitas, serta jenis club foot yang dialami. Angka kekambuhan dilaporkan bervariasi antara 10–30%.
Komplikasi lain yang lebih jarang meliputi iritasi kulit atau ulserasi akibat tekanan gips atau brace, yang dapat dicegah melalui pemantauan dan edukasi keluarga. Kasus overcorrection atau kekakuan sisa juga dapat terjadi apabila teknik manipulasi dan pemasangan gips dilakukan secara tidak tepat. Pada kasus club foot nonidiopatik, angka komplikasi dan kekambuhan cenderung lebih tinggi, dan sebagian pasien memerlukan tindakan pembedahan berulang.[2,8,9,12]
Perbandingan dengan Pendekatan Bedah
Sebelum metode Ponseti dikenal luas, tindakan bedah besar, seperti posteromedial release dan prosedur rekonstruktif, merupakan terapi utama pada club foot. Meskipun operasi mampu memberikan koreksi anatomis langsung, pendekatan ini sering dikaitkan dengan komplikasi jangka panjang, termasuk pembentukan jaringan parut, nyeri kronis, gangguan pertumbuhan tulang, penurunan fungsi, dan kekakuan sendi. Beberapa pasien bahkan memerlukan operasi tambahan seiring pertumbuhan.
Pendekatan nonbedah, khususnya metode Ponseti, telah secara signifikan menurunkan kebutuhan tindakan bedah besar serta memberikan hasil fungsional dan penampilan yang lebih baik. Namun, intervensi bedah tetap diperlukan pada kasus relaps yang tidak responsif terhadap terapi ulang (re-casting atau re-tenotomy) maupun pada bentuk sekunder seperti neurogenic atau complex club foot.[2,4,10,12]
Kesimpulan
Pendekatan nonbedah, terutama metode Ponseti, telah menjadi pilihan tata laksana pada kasus club foot. Berbagai studi telah menunjukkan bahwa metode Ponseti memiliki tingkat keberhasilan mencapai 98%, dengan luaran fungsional dan kosmetik memuaskan.
Kembalinya deformitas merupakan komplikasi pendekatan nonbedah yang masih menjadi perhatian. Komplikasi tersebut bisa dicegah dengan meningkatkan kepatuhan pasien terhadap prosedur terapi, misalnya dengan memastikan pasien menggunakan brace sesuai instruksi pada metode Ponseti.
Dibandingkan metode bedah, pendekatan nonbedah bisa menghindari komplikasi terkait anestesi dan pembedahan, termasuk terbentuknya jaringan parut, nyeri kronis, dan kekakuan sendi. Intervensi bedah bisa dipertimbangkan pada kasus club foot yang berat, kompleks, atau mengalami kekambuhan berulang setelah tindakan re-casting atau re-tenotomy.
