Pencegahan dan Penatalaksanaan Toxoplasmosis pada Kehamilan

Oleh :
dr. Audiza Luthffia

Tindakan pencegahan dan penatalaksanaan toxoplasmosis pada kehamilan, salah satunya dengan skrining rutin, merupakan upaya mitigasi terhadap terjadinya toxoplasmosis kongenital pada neonatus. Infeksi Toxoplasma gondii menyebar melalui plasenta dan menyebabkan transmisi vertikal pada fetus. Toxoplasmosis kongenital dapat memiliki manifestasi klinis yang berat, termasuk hidrosefalus, mikrosefali, gangguan okular sampai dengan kebutaan, kelainan jantung, dan juga gangguan hematologi.[1,2]

Infeksi toxoplasmosis pada trimester awal kehamilan memiliki risiko transmisi vertikal yang rendah (kurang dari 6%), tetapi transmisi yang terjadi pada fase embriogenesis ini akan memberikan dampak yang lebih serius terhadap fetus. Sebaliknya, risiko transmisi vertikal pada trimester ketiga berkisar antara 60‒80%, tetapi infeksi tersebut dapat menjadi asimptomatik pada neonatus.[1,3]

Toxoplasmosis pada Kehamilan

Toxoplasmosis kongenital juga dapat menyebabkan sekuele berupa gangguan neurologis dan kognitif pada usia sekolah hingga dewasa muda. Selain waktu terjadinya infeksi, penatalaksanaan toxoplasmosis pada ibu hamil juga akan sangat menentukan manifestasi klinis dari toxoplasmosis kongenital.[1,3]

Pencegahan Toxoplasmosis pada Kehamilan

Pencegahan terhadap toxoplasmosis pada kehamilan merupakan kunci utama dalam manajemen toxoplasmosis kongenital. Terdapat beberapa langkah pencegahan primer terhadap toxoplasmosis yang secara garis besar berkaitan dengan menjaga kebersihan, menghindari kontak dengan hewan peliharaan khususnya kucing, dan mengonsumsi daging matang.

Langkah Pencegahan Terkait Kontak dengan Kucing

Sebisa mungkin menghindari kontak dengan cairan tubuh atau feses kucing atau dengan tanah, tempat, atau benda yang berpotensi terkontaminasi feses kucing, karena pada feses terkandung oosit T. gondii. Usahakan untuk selalu menggunakan sarung tangan jika melakukan kontak dengan tanah atau cairan tubuh kucing.

Untuk wanita yang memiliki kucing, upayakan untuk memberi vaksinasi pada kucing dan selalu menjaga kebersihan lingkungan rumah. Selama kehamilan, hindari berkontak dengan kucing baru yang tidak diketahui status vaksinasinya. Perlu diwaspadai bahwa kucing yang berada di luar rumah, mengonsumsi makanan basah atau mentah lebih berisiko menjadi sumber infeksi toxoplasma.[4,5]

Langkah Pencegahan Terkait Makanan dan Kebersihan Umum

Menghindari konsumsi daging yang mentah atau diawetkan serta buah dan sayur yang tidak dicuci juga merupakan hal yang perlu dihindari untuk mencegah toxoplasmosis. Melakukan cuci tangan dengan baik dan benar juga merupakan hal yang penting untuk menghindari risiko infeksi.[1]

Skrining Toxoplasmosis pada Kehamilan

Skrining serologi sebagai langkah pencegahan sekunder toxoplasmosis pada kehamilan merupakan metode paling efektif untuk mendeteksi toxoplasmosis. Skrining toxoplasmosis menjadi penting karena gejala klinis hanya dapat dideteksi pada 30% pasien wanita dengan toxoplasmosis primer. Selain itu, gejala klinis yang muncul juga seringkali tidak spesifik, sehingga sulit dikenali tanpa pemeriksaan serologis. Meski begitu, tidak semua negara merekomendasikan skrining toxoplasmosis sebagai pemeriksaan rutin pada ibu hamil.[4,5]

Rekomendasi Skrining Toxoplasmosis pada Kehamilan:

Rekomendasi skrining toxoplasmosis berbeda di tiap-tiap negara. Sampai saat ini, belum ada panduan resmi yang dipublikasikan terkait skrining toxoplasmosis. Salah satu negara yang mengimplementasikan skrining toxoplasmosis sebagai pemeriksaan rutin pada ibu hamil adalah Perancis.

Otoritas kesehatan di Perancis merekomendasikan skrining serologi toxoplasma dengan pemeriksaan immunoglobulin G (IgG) dan immunoglobulin M (IgM). Skrining hendaknya dilakukan pada fase prakonsepsi atau sesegera mungkin pada trimester pertama saat kunjungan pemeriksaan antenatal yang pertama.[5,6]

The Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada tidak menganjurkan skrining toxoplasmosis sebagai pemeriksaan rutin pada wanita dengan risiko rendah. Skrining serologi toxoplasmosis direkomendasikan untuk wanita hamil yang dinilai berisiko terhadap infeksi toxoplasmosis primer.

Beberapa negara Asia termasuk China, Jepang, India, dan Turki; serta American College of Obstetricians and Gynecologists, Royal College of Obstetricians and Gynecologists, dan CDC juga tidak merekomendasikan skrining toxoplasmosis rutin dalam kehamilan. Rekomendasi yang ada lebih menekankan terhadap program edukasi dan langkah-langkah pencegahan toxoplasmosis.[2,4]

Penatalaksanaan Toxoplasmosis pada Kehamilan

Tujuan utama penatalaksanaan toxoplasmosis pada kehamilan adalah untuk mencegah transmisi dan meminimalisir manifestasi toxoplasmosis pada fetus. Pemilihan regimen terapi disesuaikan dengan kondisi apakah telah terjadi infeksi toxoplasmosis pada fetus atau belum.

Terapi Toxoplasmosis yang Belum Mengenai Fetus

Pada kondisi toxoplasmosis yang terbatas pada infeksi maternal, spiramycin merupakan obat pilihan sebagai profilaksis infeksi toxoplasmosis pada fetus. Antibiotik golongan makrolida ini diberikan dengan dosis 1 gram setiap 8 jam secara oral.

Durasi pemberian spiramycin dimulai dalam 3 minggu pertama setelah serokonversi dan dilanjutkan sepanjang periode kehamilan selama hasil tes terhadap Toxoplasma gondii masih positif. Perlu diingat bahwa spiramycin hanya terkonsentrasi di plasenta dan tidak dapat menembus sawar plasenta. Oleh karena itu, obat ini hanya efektif mencegah transmisi vertikal, tetapi tidak efektif digunakan pada kondisi dimana sudah terjadi infeksi pada fetus.[2,4,5]

Terapi Toxoplasmosis yang Sudah Mengenai Fetus

Apabila sudah terjadi transmisi toxoplasmosis pada fetus, pilihan obat yang direkomendasikan adalah kombinasi pirimetamin dan sulfadiazine yang telah diketahui signifikan dalam menurunkan keparahan toxoplasmosis kongenital. Pirimetamin memiliki efek teratogenik sehingga tidak boleh diberikan pada trimester pertama, selain itu pemberiannya juga harus disertai suplementasi asam folat untuk menghindari abnormalitas sumsum tulang belakang seperti spina bifida.

Dosis untuk pirimetamin adalah 50 mg/hari. Dosis untuk sulfadiazine adalah 1 gram 2 kali sehari. Sementara itu, untuk suplementasi asam folat adalah 50 mg, diberikan 2 kali seminggu.[2,4,5]

Kesimpulan

Pencegahan dan penatalaksanaan toxoplasmosis pada wanita hamil bertujuan untuk mencegah transmisi vertikal serta meminimalisir keparahan toxoplasmosis kongenital pada fetus. Pencegahan primer toxoplasmosis secara umum adalah menghindari kontak dengan cairan tubuh, feses, atau permukaan yang terkontaminasi feses kucing, menjaga kebersihan diri dan lingkungan rumah, serta mengonsumsi makanan yang dimasak hingga matang. Pencegahan sekunder meliputi skrining dan pengobatan dengan antibiotik.

Skrining toxoplasmosis belum menjadi pemeriksaan rutin pada ibu hamil. Di Perancis, skrining toxoplasmosis dilakukan dengan pemeriksaan serologi IgG dan IgM, pada masa prakonsepsi atau segera pada trimester pertama.

Pengobatan toxoplasmosis pada wanita hamil ditentukan berdasarkan status transmisi atau infeksi pada fetus. Pada infeksi toxoplasmosis yang terbatas pada maternal dapat diberikan spiramycin. Jika telah terjadi transmisi vertikal pada fetus, dapat diberikan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazine, yang diikuti dengan suplementasi asam folat.

Referensi