Proses penyembuhan luka lembab atau moist wound healing telah terbukti lebih memberikan hasil yang baik daripada proses penyembuhan luka kering. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa keadaan luka dengan kelembaban yang baik akan menunjang perkembangan seluler dan proliferasi matriks nonseluler.[1]
Proses penyembuhan luka meliputi 3 fase yang kompleks, yaitu inflamasi, proliferasi, dan remodeling, yang dapat berlangsung secara tumpang tindih. Proses penyembuhan luka dengan lingkungan optimal akan memberikan manfaat. Oleh karena itu, penatalaksanaan luka harus tepat dan sesuai dengan fasenya.[1,2]
Keseimbangan kelembaban pada luka merupakan hal yang penting dalam proses penyembuhan luka. Penggunaan produk untuk menjaga kelembaban pada luka dapat membantu penyembuhan luka, misalnya produk hidrogel, hidrokoloid, alginates, foam, dan film.[1]
Pentingnya Proses Penyembuhan Luka Lembab
Penyembuhan luka normal meliputi pemulihan epitelisasi dan pembentukan kolagen. Pada tahap awal, penyembuhan terjadi dengan migrasi dan proliferasi keratinosit dari tepi luka, disertai diferensiasi sel punca folikel rambut yang tersisa. Pada tahap selanjutnya, faktor pertumbuhan akan disekresi oleh makrofag, trombosit, dan fibroblast, sehingga terjadi proliferasi dan sintesis fibroblast. Tahap ini akan menyebabkan remodeling kulit kolagen matriks dermis.[1,3]
Luka yang terpapar udara akan mengalami proses kehilangan uap air pada kulit, sehingga dermis bagian atas mengering dan membentuk keropeng. Di bawah keropeng, pertumbuhan jaringan baru dapat terganggu. Oleh karena itu, dressing oklusif pada luka dapat mencegah pembentukan keropeng dan mengubah pola penyembuhan luka epidermal menjadi lebih baik.[1]
Berbagai studi menunjukkan bahwa penyembuhan luka normal dapat dicapai dengan mempertahankan keseimbangan kelembaban di sekitar luka. Penyembuhan luka dengan kelembaban yang baik tidak hanya menunjang perpindahan sel epitel untuk bermigrasi, tetapi juga berfungsi meningkatkan viabilitas sel epitel dengan melindungi sel dari dehidrasi dan pembentukan keropeng.[1,3]
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa proses penyembuhan dengan kelembaban yang baik memiliki keuntungan, yaitu peningkatan fase inflamasi, proliferasi, dan angiogenesis. Selain itu, penyembuhan luka menjadi lebih cepat dengan nekrosis yang lebih sedikit.[3]
Peran Petroleum Jelly dalam Penyembuhan Luka Lembab
Petroleum jelly merupakan salah satu jenis pelembab yang telah lama digunakan dalam bidang dermatologi, di antaranya pencegahan eksaserbasi dermatitis atopik dan pencegahan infeksi pada penyembuhan luka. Petroleum jelly termasuk dalam hidrokarbon aliphatic rantai panjang, yang memiliki sifat oklusif dan kemampuan superior untuk mencegah transepidermal water loss (TEWL).[4-6]
Meskipun studi mengenai manfaatnya masih minimal, petroleum jelly telah digunakan secara luas pada proses penyembuhan luka, terutama setelah prosedur bedah minor. Tujuan penggunaan petroleum jelly adalah efek oklusi yang akan mencegah paparan langsung jaringan dengan udara bebas hingga luka sembuh dengan sempurna.[4-6]
Mekanisme kerja petroleum jelly sebagai pelembab dan penjaga barrier kulit adalah:
Upregulasi antimicrobial peptide dan gene imunitas alamiah
- Induksi ekspresi penanda pertahanan kulit (filaggrin dan lorikrin)
- Peningkatan ketebalan stratum korneum
- Penurunan infiltrasi sel T pada kulit non lesional pada pasien dermatitis atopik[6]
Peran Panthenol (Provitamin B5) dalam Penyembuhan Luka
Panthenol atau provitamin B5 merupakan komposisi yang sering ditemukan pada sediaan obat kulit. Panthenol secara enzimatis akan mengalami perubahan menjadi asam pantotenat (vitamin B5). Vitamin B5 berperan dalam katalisasi sintesis asam lemak dan sphingolipid, yaitu bagian penting dalam struktur lapisan lipid.[4,7]
Panthenol juga memiliki efek melembabkan dan mempertahankan fungsi barrier kulit, sehingga telah sering digunakan pada berbagai kasus kulit, seperti ruam popok. Selain itu, penggunaan D-panthenol pada proses penyembuhan luka telah dibuktikan pada pasien transplantasi kulit, pengobatan scar/parut, dan luka bakar. D-panthenol memiliki efek antiinflamasi.[4,7,8]
Mekanisme Kerja Panthenol pada Penyembuhan Luka
D-panthenol berperan dalam regenerasi epidermal, dengan meningkatkan diferensiasi epidermal dan sintesis lipid. D-panthenol memiliki kemampuan mengembalikan dan mempertahankan fungsi sawar kulit, meskipun mekanisme pasti masih perlu dipelajari lebih lanjut.[4]
Mekanisme kerja D-panthenol pada proses penyembuhan luka meliputi:
Upregulasi gene yang berperan pada proses penyembuhan luka (L-6, IL-1β, CYP1B1, CXCL1, CCL18, KAP 4-2)
- Peningkatan proses epitelisasi
- Regulasi proses granulasi dan reaksi yang melibatkan gatal
- Reduksi TEWL dan memperbaiki fungsi barrier kulit
- Pengurangan aliran darah lokal di sekitar luka, sehingga mengurangi eritema[6,9]
Alasan Mengapa Luka Tidak Boleh Dibiarkan Kering
Berbagai studi telah menunjukkan bahwa keadaan sekitar luka yang lembab akan membantu proses penyembuhan luka. Sebaliknya, luka yang kering akan menyebabkan gangguan proses penyembuhan luka.[10]
Terbentuknya jaringan eschar kering (keropeng) merupakan faktor penting yang mengganggu penyembuhan luka. Keropeng dapat menyebabkan gangguan perpindahan sel epitelial dari lapisan superfisial. Hal ini menyebabkan luka kering mengalami penyembuhan yang tidak efektif dan tidak merata.[3,10]
Risiko Jaringan Parut
Proses penyembuhan luka yang terganggu dapat menyebabkan jaringan parut yang berlebih (scar), baik skar hipertrofik atau keloid. Komplikasi luka ini dapat menimbulkan konsekuensi secara medis maupun sosial bagi pasien.[10]
Risiko Parut Hipertrofik
Parut hipertrofik merupakan komplikasi yang disebabkan oleh proses gangguan penyembuhan luka. Karakteristik scar atau parut hipertrofik adalah bekas luka yang berkembang sesuai dengan garis luka awal dan cenderung mengalami regresi seiring berjalannya waktu.[10-12]
Parut hipertrofik dapat terjadi akibat beberapa gangguan penyembuhan luka, yaitu gangguan epitelisasi, abnormalitas proliferasi fibroblas, serta pengendapan matriks ekstraseluler yang berlebih oleh fibroblas dan myofibroblasts.[3,10]
Risiko Keloid
Keloid dapat terjadi akibat proses penyembuhan luka yang abnormal, dengan karakter batas yang melebihi garis luka awal dan dapat mengalami pertumbuhan. Jaringan parut yang berlebihan ditandai dengan proliferasi fibroblas dan deposisi matriks ekstraseluler yang tidak teratur dan berlebih.[10,11]
Upaya Pencegahan Jaringan Parut dengan Penyembuhan Luka Lembab
Saat ini, penatalaksanaan parut hipertrofik dan keloid meliputi injeksi steroid yang menimbulkan nyeri dan memiliki risiko. Oleh karena itu, penggunaan dressing yang tepat pada penanganan luka lebih bermanfaat untuk membantu pencegahan komplikasi penyembuhan luka tersebut.[12]
Penyembuhan luka akut yang berukuran kecil sering tidak mendapatkan terapi yang memadai, sehingga menyebabkan lingkungan luka yang kering dan terbentuk keropeng. Penggunaan salep pada luka dapat menunjang dan mempercepat penyembuhan luka kecil superfisial, termasuk luka bakar derajat 1 dan derajat 2. [11,13]
Penggunaan salep, silikon, maupun gel, pada luka akut, seperti pasca tindakan atau luka, dapat mempercepat penyembuhan luka dan membantu pencegahan parut hipertrofik.[11,14]
Kesimpulan
Proses penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks. Proses penyembuhan luka lembab (moist wound healing) lebih memberikan hasil yang baik daripada penyembuhan kering. Oleh karena itu, perawatan yang tepat dan menjaga kelembaban disekitar luka merupakan salah satu langkah penting untuk mencapai hasil yang optimal.
Penggunaan produk perawatan luka yang mengandung petroleum jelly dan panthenol (vitamin B) dapat membantu mencapai kelembaban yang baik, di mana menjaga kelembaban kulit diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan luka dan mengurangi risiko pembentukan scar, baik parut hipertrofik maupun keloid.
Produk yang baik untuk melapisi luka adalah produk yang dapat menjamin terjadinya pertukaran udara dengan baik. Pemilihan produk penutup yang tepat akan membantu penyembuhan luka menjadi lebih baik dan tidak mengalami komplikasi.