Berdasarkan teori, peran probiotik dalam tata laksana irritable bowel syndrome adalah untuk memperbaiki mikrobiota di usus. Kondisi irritable bowel syndrome (IBS) pada awalnya dinyatakan sebagai penyakit yang berhubungan dengan kelainan psikis dengan struktur usus normal, tetapi telah berkembang teori bahwa salah satu penyebab IBS adalah gangguan mikrobiota di dalam usus. Saat ini penggunaan suplemen mikrobiota semakin sering digunakan dalam dunia kedokteran.
Irritable Bowel Syndrome (IBS)
Irritable bowel syndrome merupakan gastroenteritis kronis, dengan karakteristik sebagai gangguan pada kebiasaan buang air besar disertai sakit perut, tanpa adanya patologi organik. Prevalensi IBS di seluruh dunia adalah 11,2%, dimana pasien dengan IBS memiliki kualitas hidup yang jauh lebih rendah dengan pengeluaran biaya ekonomi yang cukup besar. Saat ini, perawatan medis IBS dianggap suboptimal karena patofisiologinya masih kurang dipahami. Diperkirakan bahwa IBS disebabkan oleh kelainan Microbiota-Gut-Brain Axis.[1,2]
Mikroorganisme yang ada di dalam gastrointestinal manusia berjumlah hingga 100 triliun, sebagian besar mendiami usus kecil bagian distal dan kolon. Selain bakteri, virus, jamur, dan eukariota lain juga berkontribusi pada komunitas yang mendiami lingkungan mikro dalam saluran usus. Penelitian telah menunjukkan di dalam usus terdapat lebih dari 2.000 spesies bakteri yang berbeda, dari 12 filum, dan 93,5% spesies berasal dari empat filum dominan (Firmicutes, Bacteroidetes, Proteobacteria, dan Actinobacteria).[3,4]
Terdapat teori mengenai koneksi antara usus dan otak yang dipengaruhi mikrobiota usus, disebut konsep Microbiota-Gut-Brain Axis. Bakteri yang tinggal di usus dapat berdampak pada otak besar, bahkan berkontribusi pada penyakit neurologis dan neuropsikiatri. Dengan demikian, mikrobiota telah muncul sebagai target terapi potensial pada kelainan yang beragam, seperti untuk kondisi IBS. [3,4]
Mikrobiota Usus pada Penderita IBS
Beberapa penelitian sejak tahun 2018 menunjukkan bahwa jumlah mikrobiota usus pada penderita IBS berkurang secara keseluruhan, dan memiliki keragaman yang lebih rendah daripada usus normal. Semakin banyak bukti menunjukkan ciri khas IBS adalah terjadinya dysbiosis sebagai faktor dominan dalam patofisiologinya. Data menunjukkan pada usus penderita IBS terjadi peningkatan sejumlah spesies bakteri proinflamasi termasuk Enterobacteriaceae, disertai penurunan spesies bakteri anti-inflamasi seperti Lactobacillus sp dan Bifidobacterium. Diketahui beberapa Lactobacillus sp dan Bifidobacterium genera mengeluarkan bakteriosin, yaitu senyawa yang memberikan efek bakterisida terhadap patogen, seperti spesies Salmonella genus atau Listeria monocytogenes. Selain itu, juga dapat memodulasi sistem kekebalan tubuh inang dengan cara pengembangan respon tolerogenik melalui sel dendritik yang berinteraksi dengan CD209. Secara singkat, perubahan mikrobiota usus dapat berkontribusi pada patogenesis IBS dengan mengubah imunitas dan integritas usus, dan sebagai modulasi Microbiota-Gut-Brain Axis.[5-7]
Probiotik
Probiotik dipercaya dapat mengurangi hipersensitivitas atau menyebabkan efek anti-inflamasi. The International Scientific Association for Probiotics and Prebiotics pada tahun 2013 menyebutkan, definisi probiotik adalah mikroorganisme yang ketika diberikan dalam jumlah yang memadai akan memberikan manfaat kesehatan pada inang. Sedangkan prebiotik adalah komponen makanan yang nonviable dan dapat memodulasi mikrobiota. Istilah sinbiotik sendiri merujuk pada kombinasi probiotik dan prebiotik yang bekerja secara sinergis.[3,6]
Peran Probiotik pada Tata Laksana IBS
Probiotik dikonsumsi dalam bentuk makanan dan suplemen. Penggunaan probiotik secara konsisten telah terbukti dapat memperbaiki gejala IBS. Mekanisme probiotik di dalam usus meliputi aksi kompetitif patogen, penghalang epitel usus, serta imunostimulasi. Selain itu probiotik menyebabkan modulasi motilitas gastrointestinal, pengurangan hipersensitivitas viseral, aktivasi kekebalan mukosa, peningkatan permeabilitas epitel, peningkatan komunitas usus, dan pemulihan dysbiosis.[8,10]
Sebuah studi metaanalisis pada tahun 2016, melibatkan 21 penelitian uji coba acak terkontrol yang membandingkan efek probiotik terhadap plasebo dalam mengurangi gejala IBS. Hasil studi menemukan bahwa kelompok yang diberikan probiotik mengalami penurunan gejala IBS secara keseluruhan dan peningkatan kualitas hidup penderita IBS. Probiotik strain tunggal dengan dosis rendah dan durasi pendek tampaknya lebih efektif, tetapi masih diperlukan lebih banyak bukti untuk efek ini.[9]
Metaanalisis lain oleh American College of Gastroenterology (ACG) pada tahun 2018, meneliti 53 uji coba acak terkontrol yang melibatkan 5.545 pasien IBS. Kelompok mendapatkan probiotik secara statistik lebih unggul dibandingkan dengan kelompok plasebo pada perbaikan gejala IBS. Hasil yang lebih baik diperoleh pada pemberian kombinasi probiotik tertentu, atau spesies dan galur spesifik seperti Lactobacillus plantarum, Escherichia coli, Streptococcus faecium, dan Bifidobacterium. Berdasarkan
penelitian ini, ACG menyatakan bahwa probiotik dapat meringankan gejala ringan IBS seperti kembung, tetapi rekomendasi ini lemah dan dengan kualitas bukti yang rendah. Karena pemberian probiotik pada pasien IBS seringkali memberikan keuntungan terbatas dan tidak memuaskan bagi pasien. Maka dibutuhkan strategi baru untuk meningkatkan kemanjuran klinis probiotik.[10]
Metaanalisis lain, tahun 2018, menunjukkan hal yang serupa, dari 4017 kutipan jarang ditemukan penelitian mengenai prebiotik dan sinbiotik. Terdapat 53 RCT pemberian probiotik, yang melibatkan 5.545 pasien. Kombinasi probiotik tertentu, atau spesies dan strain tertentu, tampaknya memiliki efek menguntungkan pada gejala nyeri perut pada pasien IBS, tetapi tidak dapat untuk menarik kesimpulan pasti tentang kemanjuran probiotik. Di antara probiotik kombinasi, tujuh-kombinasi dari LacClean Gold, terdiri dari tiga Bifidobacterium, tiga Lactobacillus dan satu Streptococcus dikaitkan dengan peningkatan signifikan dalam gejala IBS.[11]
Rekomendasi Pemberian Probiotik pada IBS
Metaanalisis oleh Zhang et al pada tahun 2016, menunjukkan probiotik tunggal lebih efektif daripada kombinasi dalam meredakan gejala dan peningkatan kualitas hidup pasien IBS. Durasi pengobatan singkat (<8 minggu) lebih efektif daripada durasi panjang (≥ 8 minggu) dalam meningkatkan respons gejala keseluruhan dan kualitas hidup. Studi ini meliputi penelitian yang menilai probiotik strain tunggal Bifidobacterium atau Lactobacillus, juga kombinasi dari strain Bifidobacterium, Lactobacillus, dan Streptococcus.[9]
Sedangkan metaanalisis oleh Ford et al, tahun 2018, menyebutkan probiotik kombinasi Bifidobacterium, Lactobacillus dan Streptococcus dikaitkan dengan perbaikan gejala IBS, dan penurunan skor nyeri perut. Di antara probiotik tunggal, Lactobacillus plantarum DSM 9843, Escherichia coli DSM17252, dan Streptococcus faecium juga memperbaiki gejala IBS. Efek samping penggunaan probiotik tidak bermakna secara statistik.[11]
Metaanalisis terhadap penelitian spesies probiotik yang kurang umum, tahun 2019, menunjukkan hasil yang bervariasi. Saccharomyces boulardii dapat menyebabkan peningkatan frekuensi gerakan usus. Lactobacillus rhamnosus dapat mengurangi intensitas dan frekuensi nyeri perut. Sedangkan B. infantis dalam probiotik kombinasi mampu mengurangi gejala IBS seperti kembung dan sakit perut, tetapi tidak dalam pemberian tunggal.[7]
Kesimpulan
Probiotik secara teori dapat berperan dalam memperbaiki mikrobiota di usus sebagai tata laksana penderita IBS. Namun, belum ada penelitian yang memberikan kesimpulan yang menunjukkan bukti signifikan mengenai manfaat probiotik pada penderita IBS.
Berbagai penelitian hanya menyebutkan pemberian probiotik pada pasien IBS dapat membantu menghilangkan gejala seperti nyeri perut, tetapi seringkali memberikan keuntungan terbatas dan tidak memuaskan bagi pasien. Selain itu, belum ada kesepakatan rekomendasi pemberian probiotik, baik untuk kombinasi, jenis, atau spesies probiotik tertentu yang paling berguna dalam memperbaiki gejala IBS. Masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menemukan strategi baru dalam peningkatan kemanjuran klinis probiotik terhadap penderita IBS.
Studi lain saat ini juga sedang mempelajari apakah transplantasi mikrobiota fekal bermanfaat untuk irritable bowel syndrome. Namun, hasilnya belum konklusif.