Drug-Eluting Resorbable Scaffold versus Angioplasty in Infrapopliteal Artery Disease
Varcoe RL, DeRubertis BG, Kolluri R, et al; LIFE-BTK Investigators. Drug-Eluting Resorbable Scaffold versus Angioplasty for Infrapopliteal Artery Disease. The New England Journal of Medicine. 2023 Oct 25. PMID: 37888915.
Abstrak
Latar belakang: pada pasien-pasien dengan chronic limb-threatening ischemia (CLTI) dan penyakit arteri infrapopliteal, angioplasti telah diasosiasikan dengan perlunya intervensi ulang dan luaran yang kurang baik berupa restenosis. Efek dari penggunaan drug-eluting resorbable scaffolds terhadap luaran ini masih belum diketahui pasti.
Metode: penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol yang multisenter. Sebanyak 261 pasien dengan CLTI dan penyakit arteri infrapopliteal diacak dengan rasio 2:1 untuk mendapatkan everolimus-eluting resorbable scaffold atau angioplasti.
Luaran efikasi primer yang dinilai adalah tidak adanya kejadian berikut dalam 1 tahun: amputasi di atas pergelangan kaki pada ekstremitas target, oklusi pembuluh darah target, revaskularisasi lesi target berdasarkan penilaian klinis, dan restenosis binary dari lesi target. Luaran keamanan yang dinilai adalah tidak adanya adverse events mayor pada ekstremitas dalam 6 bulan dan tidak adanya kematian perioperatif.
Hasil: luaran efikasi primer (tidak adanya kejadian-kejadian tersebut di atas) tercapai pada 135 dari 173 pasien di grup scaffold dan 48 dari 88 pasien di grup angioplasti (estimasi Kaplan-Meier, 74% vs 44%; absolute difference 30%; 95%CI 15-46; one sided p<0.001 untuk superioritas).
Luaran keamanan tercapai pada 165 dari 170 pasien di grup scaffold dan 90 dari 90 pasien di grup angioplasti (absolute difference -3%; 95%IC -6 sampai 0; one sided p<0.001 untuk noninferioritas). Efek samping serius terkait prosedur terjadi pada 2% pasien pasien di grup scaffold dan 3% pasien di grup angioplasti.
Kesimpulan: pada pasien yang mengalami chronic limb-threatening ischemia (CLTI) karena penyakit arteri infrapopliteal, penggunaan everolimus-eluting resorbable scaffold ternyata superior terhadap angioplasti dalam hal efikasi primer.
Ulasan Alomedika
Penyakit arteri perifer masih menjadi masalah kesehatan global dengan jumlah pasien sekitar 230 juta jiwa di seluruh dunia. Penyakit arteri perifer memiliki spektrum penyakit yang luas, dengan manifestasi paling serius adalah chronic limb-threatening ischemia. Kondisi CLTI ditandai dengan nyeri iskemik saat istirahat dan ulkus atau gangren yang tidak kunjung sembuh serta berisiko tinggi diamputasi.
Berbagai metode untuk menyelamatkan ekstremitas telah dipelajari. Revaskularisasi secara bedah terbuka dengan bypass vena safena telah diteliti menurunkan angka amputasi pada pasien CLTI tertentu. Untuk pasien CLTI dengan penyakit arteri bawah lutut (infrapopliteal), angioplasti dilaporkan superior terhadap bedah terbuka. Namun, angioplasti infrapopliteal memiliki limitasi, seperti recoil elastik, diseksi, dan restenosis.
Penggunaan stent koroner menunjukkan hasil menjanjikan untuk kasus infrapopliteal tetapi keberadaan stent dapat mengganggu re-intervensi di kemudian hari. Drug-eluting resorbable scaffold berpotensi menjawab masalah ini karena memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah mekanik sambil melepaskan obat anti-proliferatif selama fase restenosis setelah intervensi.
Scaffold tersebut juga akan mengalami resorpsi seiring waktu, sehingga memfasilitasi remodeling pembuluh darah dan berpotensi mengurangi komplikasi jangka panjang yang berkaitan dengan stent metal permanen. Dengan menimbang semua potensi tersebut, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis apakah drug-eluting resorbable scaffold benar mempunyai efikasi dan keamanan yang baik dibandingkan angioplasti.
Ulasan Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah uji klinis acak terkontrol yang multisenter. Randomisasi dilakukan pada 50 tempat di 6 negara. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien berusia ≥18 tahun dengan CLTI Rutherford-Becker kelas 4 (ada nyeri iskemik saat istirahat) atau Rutherford-Becker kelas 5 (ada kehilangan jaringan minor) yang memiliki stenosis atau oklusi infrapopliteal.
Randomisasi dilakukan 2:1 untuk grup everolimus-eluting resorbable scaffold dan grup angioplasti. Grup scaffold wajib menjalani predilation. Semua peserta mendapat dual antiplatelet therapy berupa aspirin dan clopidogrel atau prasugrel atau ticagrelor, yang diberikan 24 jam sebelum prosedur dan 1 jam setelah prosedur. Terapi ini dilanjutkan hingga minimal 1 tahun di grup scaffold dan 1 bulan di grup angioplasti.
Kriteria keberhasilan prosedur dievaluasi dengan angiografi dan ditetapkan sebagai residual stenosis <30% dari diameter pembuluh darah, tidak ada diseksi residual, tidak ada komplikasi seperti emboli distal, perforasi, atau trombosis, dan jumlah pembuluh darah yang teroklusi lebih sedikit dibandingkan dengan angiografi awal.
Saat periode enrollment, ada perubahan pada durasi studi dari 6 bulan menjadi 1 tahun. Selain itu, ada penambahan luaran primer yang sebelumnya tidak ada, yaitu bebas dari restenosis binary lesi target. Restenosis binary didefinisikan sebagai adanya restenosis >50% diameter pembuluh darah pada angiografi atau adanya peak systolic velocity ratio (PSVR) ≥2.0 pada duplex ultrasonography.
Follow-up dilakukan pada 30 hari, 3 bulan, 6 bulan, and 1 tahun. Luaran efikasi primer dievaluasi dalam analisis superioritas dengan menggunakan tes Pearson’s chi-square. Luaran keamanan primer dievaluasi dalam analisis noninferioritas memakai metode Farrington–Manning. Margin noninferioritas adalah -10%. Untuk analisis superioritas, perbedaan antar grup sebesar 15% diperlukan untuk menunjukkan superioritas.
Ulasan Hasil Penelitian
Penelitian ini melibatkan 261 pasien dari 270 pasien yang telah dinyatakan memenuhi kriteria inklusi. Sebanyak 66,3% subjek masuk ke grup scaffold. Komposisi subjek terdiri dari 32% perempuan, dengan rerata usia 72,6±10,1 tahun. Sebanyak 52% subjek memiliki lesi sesuai klasifikasi Rutherford-Becker kelas 4 dan sisanya sesuai klasifikasi Rutherford-Becker kelas 5 dengan rerata ABI (ankle brachial index) 0,88±0,32.
Kesuksesan yang dinilai dengan angiografi pasca tindakan ditemukan pada 91% pasien di grup scaffold dan 70% pasien di grup angioplasti, dengan bailout stenting dilakukan pada 6% pasien di grup angioplasti. Pasca follow-up, keberhasilan terapi berupa bebas amputasi, restenosis, dan revaskularisasi pembuluh darah target didapatkan pada 74% pasien di grup scaffold dan 44% pasien di grup angioplasti (absolute difference 30%; 95%IC: 15-46, p<0.001 one-sided untuk uji superioritas).
Hasil pengamatan sekunder berupa bebas dari amputasi di atas pergelangan kaki, bebas dari oklusi pembuluh darah target, dan bebas dari revaskularisasi ulang dalam 1 tahun tercapai pada 148/173 pasien di grup scaffold dan 66/88 pasien grup angioplasti. Sebanyak 4 pasien di grup scaffold menjalani amputasi di atas pergelangan kaki dalam 1 tahun.
Dilihat dari rerata waktu penyembuhan luka, pasien di grup scaffold memiliki rerata waktu 196,7±130,1 hari, sedangkan pasien di grup angioplasti memiliki rerata waktu 187,6±122,7 hari. Efek samping serius ditemukan pada 2% pasien di grup scaffold dan 3% pasien di grup angioplasti.
Kelebihan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain uji klinis acak terkontrol yang baik untuk meneliti efikasi dan keamanan suatu intervensi medis. Penelitian ini juga tidak membandingkan intervensi medis dengan plasebo, melainkan langsung membandingkan dua intervensi klinis secara head-to-head. Penelitian juga dilakukan secara multisenter pada 50 lokasi di 6 negara, sehingga memperluas generalizability.
Penelitian ini juga menggunakan jumlah sampel cukup banyak, sehingga hasilnya tidak underpowered. Selain itu, para investigator dan ahli statistik dalam penelitian ini tidak mengetahui assignment grup percobaan, sehingga dapat mengurangi risiko bias. Studi ini juga menganalisis luaran efikasi dan keamanan yang bermakna secara klinis, yaitu ada tidaknya amputasi, revaskularisasi, dan adverse events mayor pada ekstremitas serta kematian perioperatif.
Limitasi Penelitian
Peneliti melakukan penambahan suatu luaran primer ketika penelitian sudah berjalan, yaitu luaran restenosis binary lesi target. Umumnya, perubahan luaran primer saat studi sudah berjalan tidak dianjurkan karena berisiko bias. Namun, peneliti dalam studi ini melakukan penambahan saat masih dalam periode enrollment. Selain itu, luaran primer awal tetap dievaluasi dan ternyata menunjukkan hasil yang signifikan.
Kelemahan kedua adalah pasien-pasien dalam penelitian ini sangat diseleksi, di mana mereka memiliki shorter lesion jika dibandingkan dengan kasus yang biasa ditemukan di praktik klinis. Selain itu, kelemahan ketiga adalah peserta dalam grup scaffold wajib menjalani predilation, yang mungkin memengaruhi hasil studi. Namun, predilation ini diketahui penting untuk mencapai hasil terbaik dengan scaffold.
Kelemahan yang lain adalah pasien dalam studi ini disupervisi dan dievaluasi dengan ketat oleh petugas penelitian, sehingga insiden amputasi dan revaskularisasi mungkin lebih rendah daripada di praktik klinis. Terakhir, penggunaan scaffold dalam studi ini hanya terbatas pada ⅔ proksimal arteri infrapopliteal. Hasil belum tentu berlaku untuk lokasi anatomis yang lain.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan drug-eluting resorbable scaffold ternyata bersifat superior terhadap angioplasti untuk pasien CLTI dengan penyakit arteri infrapopliteal. Efikasi maupun keamanan drug-eluting resorbable scaffold lebih unggul daripada angioplasti untuk kasus CLTI dengan penyakit arteri infrapopliteal.
Meskipun studi lebih lanjut mungkin masih diperlukan untuk konfirmasi temuan ini, hasil dapat diaplikasikan pada pasien di Indonesia yang memiliki karakteristik klinis dan lesi yang sama dengan penelitian ini. Hal ini mengingat luaran grup scaffold ternyata secara signifikan lebih baik dalam hal amputasi di atas pergelangan kaki, oklusi total pembuluh darah, revaskularisasi, dan restenosis binary.