Perbandingan Tata Laksana Dislokasi Sendi Temporomandibular

Oleh :
Drg. Rifa Astari Gumay

Terdapat berbagai metode penatalaksanaan dislokasi sendi temporomandibular (TMJ) yang dipilih sesuai dengan kondisi spesifik pasien. Dislokasi sendi temporomandibular adalah prosesus kondilus mandibula berpindah dari posisi normalnya pada fossa glenoid tulang temporal, terkunci pada posisi abnormal, sehingga menyebabkan spasme otot dan terganggunya penutupan mulut.

Dislokasi sendi temporomandibular dapat diklasifikasikan berdasarkan simetri menjadi unilateral atau bilateral, ataupun berdasarkan posisi kondilus mandibula menjadi anterior, posterior, medial, lateral atau superior. Klasifikasi lain adalah berdasarkan etiologi, yakni menjadi traumatik atau spontan. Dislokasi anterior merupakan bentuk yang paling umum terjadi.

Dislokasi Sendi Temporomandibular

Dislokasi lateral, posterior dan superior lebih jarang terjadi serta sering dikaitkan dengan trauma yang disebabkan oleh fraktur fasial. Dislokasi bilateral lebih umum terjadi dibandingkan dislokasi unilateral. Faktor pemicu yang paling umum adalah aktivitas sehari-hari seperti menguap, tertawa terlalu lebar, pembukaan mulut yang ekstrim, menggigit terlalu keras, muntah, atau oral sex. Faktor pemicu iatrogenik mencakup intubasi, pemeriksaan endoskopi, dan perawatan gigi yang terlalu lama.[1-3]

Pendekatan Diagnosis dan Manajemen Dislokasi Sendi Temporomandibular

Pasien dengan dislokasi sendi temporomandibular biasanya datang dalam kondisi mulut terbuka dan terfiksasi secara bilateral atau unilateral. Terdapat nyeri pada area preaurikular dan indentasi pada lokasi sendi. Prosesus koronoid dan batas anterior ramus teraba secara ekstraoral, dimana pada kondisi normal keduanya tidak teraba.

Aspek penting pada pemeriksaan awal adalah pemeriksaan jalan napas dan evaluasi cedera lain, khususnya pada kasus dislokasi traumatik. Jika diagnosis tidak dapat ditegakan secara pasti atau diduga terdapat keterlibatan fraktur, maka pemeriksaan radiografi seperti rontgen panoramik, 3D cone beam computed tomography (CBCT), atau MRI perlu dilakukan.[1-3]

Perawatan dislokasi sendi temporomandibular bergantung pada status pasien, dimana perawatan terdiri atas teknik reduksi sederhana hingga intervensi bedah. Intervensi bedah biasanya dibutuhkan pada kasus rekuren yang bersifat kronis dan dislokasi kronis persisten. Hampir semua kasus akut ditangani dengan menggunakan reduksi tangan. Pemberian obat analgesik sistemik dan muscle relaxant atau sedatif terkadang dibutuhkan.[4]

Teknik Reduksi

Pasien dengan kondisi dislokasi sendi temporomandibular non-traumatik awalnya ditangani dengan teknik reduksi. Semakin cepat dilakukan maka semakin tinggi tingkat kesuksesan perawatannya. Reduksi harus dilakukan dengan pelan dan tekanan yang stabil agar spasme otot tidak semakin parah. Terdapat beberapa teknik reduksi yaitu teknik bimanual tradisional/ teknik Hippocratic; wrist pivot; teknik ekstraoral; serta pendekatan ipsilateral dan gag reflex.[1,3]

Teknik Bimanual Tradisional

Teknik ini juga dikenal dengan teknik Hippocratic, yang merupakan teknik reduksi yang paling sering digunakan. Operator berdiri di depan, menghadap pasien, dengan posisi mandibula pasien tidak boleh lebih tinggi dari siku operator. Posisi ini penting agar mempermudah operator memberikan gaya reduksi yang maksimal. Asisten operator bertugas untuk menstabilkan kepala pasien.

Pasien diinstruksikan untuk membuka mulut selebar mungkin untuk membantu relaksasi otot elevator mandibula. Posisikan dua ibu jari ke dalam mulut pasien pada molar rahang bawah atau external oblique ridge seposterior mungkin. Kemudian, posisikan jari-jari memeluk sudut mandibula. Aplikasikan gaya ke arah bawah dari mandibula dengan ibu jari untuk melepaskan kondilus mandibula, lalu aplikasikan tekanan ke arah belakang untuk relokasi sendi. Tekanan dapat diberikan secara simultan.  Gaya tambahan ke arah atas dapat dilakukan untuk membantu rotasi inferior mandibula secara anterior.

Perlu diperhatikan, ketika melakukan teknik intraoral, perlu melapisi jari operator dengan kasa atau sarung tangan untuk menghindari terjadinya cedera saat mulut pasien menutup setelah reduksi. Tingkat kesuksesan teknik ini di atas 85%. Teknik ini memiliki kelemahan yaitu memakan banyak waktu, dapat mencederai jari operator, menimbulkan nyeri, serta posisi operator yang tidak ergonomis dapat memberikan tekanan berlebih pada ligamen dan pergelangan tangan operator.[1,3]

Wrist Pivot

Pada Teknik ini, posisi operator duduk dan menghadap pasien sementara asisten operator membantu menstabilkan kepala pasien. Posisi ibu jari di bawah dagu pasien, jari tengah dan jari telunjuk pada kedua molar rahang bawah. Putar pergelangan tangan ke arah ulna sambil secara bersamaan mengaplikasikan tekanan ke atas pada dagu pasien dengan ibu jari dan tekanan ke bawah pada gigi molar dengan jari telunjuk dan jari tengah.

Tingkat kesuksesan teknik ini mencapai 97%. Kelemahan dari teknik ini adalah sulit untuk memposisikan sejumlah jari ke dalam mulut pasien jika operator memiliki tipe tangan yang besar atau mulut pasien terlalu kecil. Keterbatasan lain adalah lebih sulit untuk mengaplikasikan tekanan ke arah bawah hanya dengan dua jari. Teknik ini juga tidak direkomendasikan untuk dislokasi unilateral.[1]

Teknik Ekstraoral

Untuk teknik ini, posisi operator dan pasien duduk saling berhadapan. Letakkan satu jari pada posterior sudut mandibula sementara ibu jari diposisikan pada eminensia malar maksila atau zigoma untuk menstabilkan midface pasien. Teknik ekstraoral memiliki tingkat kesuksesan 100% untuk menangani dislokasi unilateral, dan 54.5% untuk dislokasi bilateral. Tingkat rata-rata kesuksesan teknik ekstraoral adalah 66.7%.[1,5]

Pendekatan Ipsilateral

Terdapat tiga teknik yang dapat dilakukan untuk pendekatan ini yaitu metode ekstraoral, intraoral dan kombinasi keduanya. Pada metode ekstraoral, posisikan ibu jari pada kondilus mandibula inferior dari lengkung zigomatik dan aplikasikan tekanan langsung ke bawah. Tangan lainnya berfungsi untuk menstabilkan kepala pasien. Metode intraoral mirip dengan teknik bimanual, namun reduksi hanya dilakukan pada satu sisi saja.

Pada metode kombinasi, posisikan satu jari didalam mulut pada gigi molar, lalu aplikasikan gaya ke arah bawah. Sementara itu, tangan lainnya yang di luar mulut juga memberikan tekanan ke arah bawah pada kondilus.[1]

Gag Reflex

Teknik ini menggunakan objek keras, seperti kaca mulut dan tongue depressor, untuk menstimulasi gag reflex pasien dengan menyentuh palatum lunak dan faring. Otot masseter dan temporalis akan terinduksi untuk berkontraksi sekaligus menghambat otot pterygoid dan digastrik sehingga dapat membantu relokasi mandibula.

Studi yang membahas tentang keberhasilan teknik ini sangat sedikit. Adanya risiko muntah dan aspirasi membuat teknik ini kurang disukai.[1]

Intervensi Bedah

Sekitar 30% dari semua dislokasi sendi temporomandibular dilaporkan bersifat persisten. Jika dislokasi telah berlangsung selama 3 hingga 4 minggu, upaya reduksi manual biasanya tidak efektif lagi. Selain itu, reduksi manual memiliki risiko dislokasi berulang sebesar 22%.

Intervensi bedah biasanya dilakukan pada kondisi dislokasi persisten atau dislokasi yang terjadi berulang kali, dimana metode konservatif sudah tidak efektif lagi untuk dilakukan. Intervensi bedah dikelompokan menjadi disc plication, eminektomi atau eminoplasti, kondilektomi, bedah ortognatik atau alloplastic joint replacement.[3,6]

Kesimpulan

Pada kondisi akut, tata laksana yang paling banyak disukai pada kasus dislokasi sendi temporomandibular adalah melakukan reduksi manual. Terdapat banyak teknik reduksi yang bisa digunakan dan yang paling sering dipakai adalah metode reduksi Hippocratic dan wrist pivot. Kesuksesan dari teknik tersebut telah dilaporkan di atas 90%. Intervensi bedah dilakukan pada kasus berulang atau kronik di mana efikasi metode reduksi manual sudah berkurang.

Referensi