Panduan e-Prescription pilek pada dewasa ini dapat digunakan oleh Dokter Umum saat hendak memberikan terapi medikamentosa secara online.
Pilek atau rhinorrhea adalah sekresi mukus secara berlebihan dari rongga hidung. Kondisi ini bisa disebabkan oleh berbagai etiologi, misalnya infeksi virus, infeksi bakteri, atau rhinitis alergi. Beberapa kasus pilek juga disebabkan oleh perubahan temperatur dan kelembaban (misalnya pada rhinitis vasomotor) atau oleh bahan kimia tertentu.[1-5]
Tanda dan Gejala
Pilek (rhinorrhea) ditandai dengan keluarnya discharge nasal secara berlebihan. Hal ini sering disertai dengan gejala lain, misalnya:
- Kongesti nasal
- Bersin
- Batuk
- Sakit tenggorokan
- Demam[1,2,6,7]
Peringatan
Pada umumnya, pilek memiliki prognosis yang baik. Akan tetapi, koinfeksi bakteri dan ekstensi infeksi ke sinus maupun rongga intrakranial patut diwaspadai. Inflamasi kronis pada mukosa paranasal dalam waktu lama dilaporkan dapat merangsang pembentukan poliposis nasal.[5]
Segera rujuk pasien ke fasilitas kesehatan jika pilek berlangsung >2 minggu. Selain itu, pasien juga disarankan untuk memeriksakan diri lebih lanjut ke Dokter bila discharge bersifat unilateral, berbau tidak sedap, atau berdarah. Pasien pilek dengan gejala sesak napas atau penurunan kesadaran perlu segera dirujuk.[6,7]
Tata Laksana Suportif
Pilek sering disebabkan oleh infeksi virus yang bersifat self-limiting. Oleh karena itu, terapi yang biasanya diperlukan hanyalah terapi suportif. Contoh terapi suportif yang disarankan adalah irigasi nasal dengan cairan normal salin. Selain itu, pasien juga dianjurkan minum air putih minimal 8 gelas per hari.
Apabila pasien memiliki keluhan penyerta lain seperti sakit tenggorokan atau demam, pasien dapat disarankan berkumur dengan cairan normal salin atau menggunakan kompres hangat.[8,9]
Medikamentosa
Terapi medikamentosa bertujuan untuk meringankan simtom pasien.
Antihistamin
Antihistamin dapat mengurangi pilek (rhinorrhea). Antihistamin generasi kedua seperti cetirizine dan loratadine lebih disarankan daripada antihistamin generasi pertama seperti chlorpheniramine maleat karena memiliki efek sedatif yang lebih minimal dan efektivitas yang lebih baik. Dosis yang dianjurkan adalah:
Cetirizine 5–10 mg peroral sebanyak 1 kali sehari
Loratadine 10 mg peroral sebanyak 1 kali sehari atau loratadine 5 mg peroral sebanyak 2 kali sehari, dengan dosis maksimal 10 mg/hari[9,10]
Dekongestan
Dekongestan digunakan ketika pilek (rhinorrhea) disertai kongesti nasal. Oxymetazoline solusio 0,05% intranasal dapat diberikan dengan dosis 2–3 tetes/spray, 2 kali sehari, selama 3–5 hari.
Dekongestan sistemik (oral) tidak bisa diberikan secara online karena merupakan obat prekursor. Contohnya adalah pseudoephedrine, ephedrine, ipratropium bromide, dan phenylephrine.[11]
Analgesik dan Antipiretik
Analgesik dan antipiretik dapat diberikan bila pilek disertai demam, sakit kepala, atau sakit tenggorokan. Pilihan yang dapat diresepkan adalah:
Paracetamol 500–1.000 mg peroral sebanyak 3–4 kali sehari, dengan dosis maksimal 4 gram/hari, diberikan jika ada keluhan demam atau nyeri
Ibuprofen 200–400 mg peroral sebanyak 4–6 kali sehari, dengan dosis maksimal 3,2 gram/hari, diberikan jika keluhan demam atau nyeri[8,9]
Kortikosteroid Intranasal
Bila pilek disebabkan oleh rhinitis alergi, kortikosteroid intranasal dapat diberikan. Pilih salah satu opsi terapi berikut:
Budesonide nasal spray (32 mcg/semprotan), 2 semprotan per lubang hidung, 1 kali sehari, selama 2–4 minggu. Jika keluhan membaik, dosis bisa diturunkan menjadi 1 semprotan tiap lubang hidung
- Fluticasone furoate nasal spray (27,5 mcg/semprotan), 2 semprotan per lubang hidung, 1 kali sehari, selama 2–4 minggu
- Fluticasone propionate nasal spray (50 mcg/semprotan), 2 semprotan per lubang hidung, 1 kali sehari, selama 2–4 minggu
Mometasone furoate nasal spray (50 mcg/semprotan), 2 semprotan per lubang hidung, 1 kali sehari, selama 2–4 minggu
Triamcinolone acetonide nasal spray (55 mcg/semprotan), 2 semprotan per lubang hidung, 1 kali sehari, selama 2–4 minggu[12-15]
Pilihan Terapi untuk Ibu Hamil dan Menyusui
Antihistamin loratadine, cetirizine, chlorpheniramine maleat, serta diphenhydramine termasuk dalam kategori B oleh FDA. Obat-obat ini dapat diberikan pada ibu hamil.
Namun, penggunaan dekongestan oxymetazoline pada wanita hamil harus dihindari karena termasuk dalam kategori not assigned oleh FDA. Ekskresi obat ini ke dalam ASI juga belum diketahui.
Analgesik yang dapat diberikan pada ibu hamil adalah paracetamol karena termasuk dalam kategori B oleh FDA. Sementara itu, ibuprofen termasuk dalam kategori C untuk usia kehamilan <30 minggu dan kategori D untuk usia kehamilan >30 minggu. Oleh karena itu, ibuprofen harus dihindari.[9,11]