Proses Laktasi Menurunkan Risiko Penyakit Kardiovaskular Ibu

Oleh :
dr.Kurnia Agustina Sitompul, M.Gizi, Sp.GK

Proses laktasi diduga dapat menurunkan risiko penyakit kardiovaskular pada ibu. Hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut, mengingat penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia.[1,2]

Klinisi perlu memahami bahwa faktor risiko penyakit kardiovaskular yang memengaruhi pria dan wanita bisa berbeda. Faktor risiko reproduksi, seperti preeklampsia, hipertensi gestasional, diabetes gestasional, dan persalinan preterm, secara unik meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular pada wanita, sehingga klinisi perlu mengintegrasikan riwayat reproduksi ke dalam penilaian risiko kardiovaskular wanita.[1,2]

Proses Laktasi Menurunkan Risiko Penyakit Kardiovaskular Ibu

Perubahan Metabolisme saat Kehamilan

Proses kehamilan berhubungan dengan beberapa perubahan metabolik dalam tubuh, seperti peningkatan lemak visceral, lemak yang bersirkulasi, dan resistensi insulin, yang meningkatkan respons stress kardiovaskular.[3,4]

Penurunan sensitivitas insulin pada ibu hamil terjadi seiring bertambahnya usia gestasi dan berkurangnya pembuangan glukosa seluruh tubuh yang dimediasi insulin. Selain itu, resistensi insulin ibu juga didorong oleh peningkatan kadar leptin selama kehamilan. Resistensi insulin ini akan memburuk jika indeks massa tubuh sebelum kehamilan tinggi atau tergolong obesitas.[3,4]

Obesitas pada kehamilan menyebabkan infiltrasi makrofag dan pelepasan sitokin yang sitotoksik seperti interleukin (IL)-1β dari jaringan adiposa. Obesitas juga berhubungan dengan peningkatan kadar sitokin proinflamasi maternal yang bersirkulasi, termasuk tumor necrosis factor (TNF)-α, IL-1β, dan IL-6.[3,4]

Dengan demikian, obesitas dapat menciptakan pergeseran keseimbangan metabolisme nutrisi dan menyebabkan adanya adipokin serta sitokin yang mengganggu respons adaptif pankreas maternal. Obesitas juga meningkatkan risiko hiperglikemia maternal dan pertumbuhan janin yang berlebihan.[3,4]

Efek Laktasi terhadap Risiko Penyakit Kardiovaskular

Terdapat beberapa teori tentang hubungan antara proses laktasi dan risiko penyakit kardiovaskular. Salah satunya menunjukkan keterlibatan hormon yang berperan penting selama laktasi, yaitu prolaktin dan oksitosin.[5]

Beberapa studi tentang efek prolaktin terhadap risiko kardiovaskular sebenarnya masih bertentangan. Akan tetapi, oksitosin telah terbukti berpengaruh positif terhadap sistem kardiovaskular. Oksitosin tidak hanya berperan penting untuk pengeluaran ASI, tetapi juga terbukti bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah, membantu vasodilatasi, bersifat antihiperglikemik, antioksidan, dan antiinflamasi, serta bisa menurunkan massa lemak.[5]

Teori lain didasarkan pada penurunan berat badan ibu menyusui setelah melahirkan. Peningkatan berat badan diketahui merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular di masa mendatang. Hal ini mungkin menjadi faktor mediasi hubungan antara proses menyusui dan penurunan risiko kardiovaskular, karena proses menyusui mempercepat penurunan berat badan pada wanita setelah melahirkan. Sejalan dengan teori tersebut, Stuebe dan Rich-Edwards mengajukan hipotesis bahwa proses laktasi dapat mengatur ulang metabolisme ibu.[5]

Pemberian ASI juga bisa memodifikasi risiko kardiovaskular melalui perubahan respons stres. Proses menyusui dikaitkan dengan penurunan respons otonom terhadap stresor. Proses menyusui juga diduga memengaruhi respons neuroendokrin karena berujung pada kesehatan mental dan fisik yang lebih baik daripada tidak menyusui.[6]

Bukti terkait Efek Laktasi terhadap Risiko Penyakit Kardiovaskular

Suatu meta-analisis yang melibatkan >1 juta ibu dengan durasi menyusui rata-rata 15,6 bulan dan follow-up selama rata-rata 10,3 tahun melaporkan penurunan risiko penyakit kardiovaskular (seperti penyakit jantung koroner) dan stroke pada ibu menyusui apabila dibandingkan dengan mereka yang tidak pernah menyusui.[5,7]

Analisis dosis-respons juga menunjukkan pengurangan risiko secara bertahap dengan bertambahnya durasi menyusui hingga 12 bulan, meskipun efek lebih lama dari durasi tersebut belum dapat dipastikan. Selain itu, untuk setiap 6 bulan penambahan periode menyusui per anak, ada penurunan risiko penyakit jantung koroner sebesar 4%. Hal ini menunjukkan manfaat proteksi dari pemberian ASI dengan durasi lebih panjang.[5,7]

Penelitian Chowdhury, et al. memberikan hasil yang sejalan. Menyusui dengan durasi lebih lama mengurangi risiko perkembangan diabetes mellitus tipe 2 sebesar 32%. Ada pengurangan risiko 9% untuk setiap 12 bulan penambahan durasi menyusui.[5,7]

Studi Birukov, et al. menunjukkan bahwa durasi menyusui >18 bulan ternyata secara bermakna menurunkan risiko penyakit kardiovaskular pada wanita dengan diabetes mellitus tipe 2 jika dibandingkan wanita dengan diabetes mellitus tipe 2 yang tidak menyusui (0 bulan). Hasil yang sama ditemukan pada kasus penyakit jantung koroner, tetapi tidak bermakna pada kasus stroke. Temuan ini menggarisbawahi perlunya upaya yang lebih besar untuk mempromosikan menyusui sebagai strategi pencegahan primer pada perempuan berisiko tinggi.[6]

Field, et al. yang melakukan analisis sekunder dari data studi HAPO (Hyperglycemia and Adverse Pregnancy Outcome) menemukan hasil sejalan. Data pasien dibedakan berdasarkan ada tidaknya diabetes gestasional dan dianalisis. Hasil menunjukkan ada efek proteksi dari laktasi terhadap risiko kejadian atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD). Efek proteksi lebih besar pada individu dengan diabetes gestasional selama perkiraan sekitar 10 tahun (p=.004) dan risiko ASCVD 30 tahun (p=.003).[8]

Kesimpulan

Penyakit kardiovaskular masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas di dunia, termasuk pada perempuan yang memiliki faktor risiko reproduksi terkait perubahan metabolisme selama kehamilan.

Proses laktasi dilaporkan memiliki efek proteksi kardiovaskular melalui beberapa mekanisme, seperti pengaturan ulang metabolisme ibu setelah kehamilan, mobilisasi cadangan lemak, penurunan berat badan setelah melahirkan, dan pelepasan hormon oksitosin serta perbaikan pola stres.

Oleh karena itu, promosi pentingnya menyusui secara eksklusif atau bahkan dilanjutkan dengan durasi yang lebih panjang perlu dilakukan oleh klinisi. Selain itu, klinisi perlu memasukkan riwayat berat badan sebelum kehamilan dan riwayat laktasi ke dalam penilaian rasio kardiovaskular wanita. Kedua faktor tersebut bisa membantu klinisi untuk mengidentifikasi dan mengelola risiko penyakit kardiovaskular pada wanita.

Referensi