Walaupun dysmenorrhea atau dismenore memang merupakan kondisi yang umum terjadi pada wanita usia reproduktif, namun red flag (tanda bahaya) penting dikenali agar dokter dapat membedakan pasien mana yang membutuhkan evaluasi dan manajemen lebih lanjut dan mana yang tidak
Dysmenorrhea adalah suatu kondisi nyeri perut pada wanita yang sedang mengalami menstruasi. Dampak dysmenorrhea lebih besar daripada semua keluhan ginekologi yang ada. Dysmenorrhea merupakan salah satu penyebab morbiditas ginekologis pada wanita dengan usia reproduktif karena sangat mengganggu kualitas hidup dan berkurangnya produktivitas.[1,2]
Prevalensi dysmenorrhea sebesar 45-93% pada wanita usia reproduktif dan prevalensi tertinggi pada remaja. Karena nyeri yang dirasakan sesuai dengan siklus menstruasi dan dianggap normal, seringkali dysmenorrhea tidak dilaporkan. Hal ini menyebabkan pasien jarang untuk mencari pertolongan. Namun, sekitar 3-33% pasien akan mengalami dysmenorrhea berat dan lebih lama terjadi sehingga tidak dapat beraktivitas. Hal ini perlu dilakukan pemeriksaan lebih mendalam apakah dysmenorrhea yang dialami masih termasuk kategori normal atau memang karena ada penyakit yang mendasari.[1,2]
Nyeri yang berkaitan dengan dysmenorrhea disebabkan oleh karena hipersekresi dari prostaglandin dan peningkatan kontraksi uterus. Dysmenorrhea primer ini sering terjadi pada wanita usia muda, menghilang dengan bertambahnya usia dan dapat menjadi prognosis yang baik. Meskipun berkaitan dengan terganggunya kualitas hidup. Dysmenorrhea primer ini dapat terjadi beberapa jam sebelum menstruasi dan bertahan sampai 1-3 hari.[1,2]
Selain dysmenorrhea primer, terdapat dysmenorrhea sekunder yang berhubungan dengan adanya penyakit daerah panggul, seperti endometriosis dan adenomiosis dan kondisi ini dapat menjadi petunjuk yang utama. Pada kondisi ini, biasanya pasien gagal respon terhadap terapi antinyeri dan membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Apabila pasien mengalami keluhan nyeri 3-6 bulan, pemeriksaan daerah panggul perlu dilakukan untuk mengevaluasi etiologi nyeri.[1,2]
Red Flag Dysmenorrhea
Berikut adalah red flag atau tanda bahaya yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi pasien dengan dysmenorrhea:
- Nyeri menstruasi pada wanita di atas 30 tahun
- Perdarahan per vaginam yang abnormal
Discharge vagina yang abnormal
- Demam
- Nyeri berlangsung lebih dari 48 jam sebelum menstruasi
- Nyeri akan memburuk setelah menstruasi terjadi
- Nyeri dengan menstruasi terlambat (kemungkinan kehamilan ektopik)
- Nyeri yang tidak berespon terhadap obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS seperti paracetamol, ibuprofen, atau diklofenak)
- Dispareunia kapanpun setelah menarche terjadi[1,3]
Sekilas tentang Manajemen Pasien dengan Red Flag Dysmenorrhea
Apabila ditemukan red flags atau tanda bahaya dysmenorrhea, dokter perlu memastikan penyebab sekunder dari dysmenorrhea ini.
Anamnesis Dysmenorrhea
Anamnesis yang lengkap dapat membantu mengetahui penyebab dysmenorrhea. Tanyakan riwayat dan karakteristik dysmenorrhea, seperti onset dan frekuensi menstruasi, durasi dan kualitas nyeri, waktu timbulnya nyeri, dan hendaya yang terjadi (tidak masuk kerja, sekolah atau tidak dapat beraktivitas). Apakah ada keluhan lain seperti demam, muntah, nyeri saat berhubungan, atau discharge vagina yang abnormal.[1,3]
Pemeriksaan Fisik Dysmenorrhea
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan untuk identifikasi dysmenorrhea sekunder. Pada kondisi normal, tidak akan didapatkan kelainan pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan spekulum diindikasikan untuk mengevaluasi anatomi genitalia eksterna dan interna. Pemeriksaan bimanual diindikasikan untuk menilai apakah terdapat anomali uterus, ukuran dan kualitas adneksa, dan area yang spesifik terhadap rasa nyeri (tenderness).[1,3,4]
Pemeriksaan Penunjang Dysmenorrhea
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi. Apabila ditemukan kecurigaan adanya penyakit menular seksual diperlukan pemeriksaan swab vagina untuk menilai apakah ada infeksi. Apabila terdapat kecurigaan patologi pelvis, beberapa pemeriksaan pencitraan perlu dilakukan seperti ultrasonografi abdomen atau transvaginal, histerosalpingografi, laparoskopi, atau histeroskopi.
USG merupakan modalitas pencitraan awal dalam identifikasi dysmenorrhea sekunder, seperti anomali traktus reproduksi obstruktif, mioma uteri, masa adneksal dengan endometrioma. Pemeriksaan dengan laparoskopi dapat mengkonfirmasi ada atau tidak adanya endometriosis atau penyebab lain dari nyeri kronis, seperti penyakit perlekatan daerah panggul.[1,3,4]
Tata Laksana Singkat Dysmenorrhea
Setelah etiologi dysmenorrhea diidentifikasi, tatalaksana dilakukan sesuai dengan etiologi. Prinsip tatalaksana awal dysmenorrhea adalah mengatasi nyeri. Obat OAINS dapat menjadi tatalaksana untuk mengatasi keluhan dysmenorrhea. Obat yang biasa digunakan adalah diklofenak, ibuprofen, ketoprofen, asam mefenamat, naproksen.[3,4]
Pada kondisi wanita yang tidak berespon dengan OAINS untuk tiga siklus menstruasi dapat disarankan penggunaan kontrasepsi oral. Selain itu, dapat dilakukan kompres hangat pada daerah yang nyeri, mandi air hangat, minum teh, pijat daerah abdomen atau punggung, olahraga untuk membantu mengurangi keluhan.[3,4]
Rekomendasi penatalaksanaan endometriosis pada remaja adalah terapi bedah konservatif untuk diagnosis dan tatalaksana dikombinasikan dengan terapi obat-obatan untuk mencegah proliferasi endometrial. Pasien dengan mioma uteri atau massa pada adneksa dilakukan pembedahan pengangkatan tumor.[1,4]
Klik di sini untuk menonton video red flag dysmenorrhea.