Antihistamin telah lama digunakan sebagai medikamentosa pencegahan mabuk perjalanan atau motion sickness. Mabuk perjalanan, atau yang disebut juga sebagai mabuk gerak, merupakan suatu sindrom akibat konflik sensorik yang menyebabkan gejala tidak diinginkan saat pasien mengalami gerakan tertentu. Adapun golongan medikamentosa yang kerap dipakai dalam pencegahan mabuk perjalanan adalah antihistamin, antimuskarinik, antidopaminergik, hingga benzodiazepin.
Antihistamin lebih sering digunakan dalam pencegahan mabuk perjalanan karena keamanannya, meskipun golongan ini diketahui bukan merupakan yang paling efektif. Selain itu, antihistamin memiliki aktivitas kerja lebih lama. Oleh karena itu, pemahaman mengenai risiko dan manfaat antihistamin dalam pencegahan mabuk perjalanan perlu dipahami.[1-4]
Peran Antihistamin untuk Mabuk Perjalanan
Mabuk perjalanan atau motion sickness merupakan suatu sindrom atau kumpulan gejala yang terjadi akibat pergerakan tubuh pasif sebagai respon adanya gerakan nyata maupun ilusi gerakan secara visual. Mabuk perjalanan menyebabkan berbagai gejala, seperti mual, muntah, rasa tidak nyaman pada perut, peningkatan aktivitas otonom, perasaan melayang, hingga sakit kepala.
Sindrom ini tidak hanya terjadi saat perjalanan saja. Mabuk perjalanan dapat terjadi dalam dua konteks, yaitu adanya pergerakan nyata, misalnya perjalanan menggunakan mobil, kapal laut, pesawat udara, atau moda transportasi lain; serta adanya ilusi pergerakan, misalnya saat menonton film, bermain video game, atau menggunakan perangkat virtual reality.
Penatalaksanaan mabuk perjalanan terdiri dari strategi perilaku dan medikamentosa. Strategi perilaku dapat berupa habituasi, di mana penderita membiasakan diri terhadap ketidaksesuaian informasi dengan meningkatkan intensitas dan frekuensi stimulus disertai dengan pengaturan perilaku, seperti mengurangi gerakan kepala pasif atau mengatur napas. Medikamentosa dalam manajemen mabuk perjalanan meliputi antihistamin, antimuskarinik, antidopaminergik, hingga benzodiazepin.[1,2,5,6]
Mekanisme Kerja Antihistamin untuk Mabuk Perjalanan
Mekanisme kerja golongan obat ini terkait dengan reseptor asetilkolin dan histamin. Asetilkolin merupakan neurotransmiter vestibular dan ditemukan pada seluruh nukleus vestibular, sedangkan histamin diperkirakan memiliki peran sebagai neurotransmiter atau neuromodulator vestibular. Keduanya bersama neurotransmiter lain mendukung aktivitas nukleus vestibular, termasuk dalam patofisiologi mabuk perjalanan.[1,3,4]
Antihistamin generasi pertama merupakan antagonis reseptor asetilkolin dan histamin, sehingga obat ini memiliki efek antikolinergik selain efek antihistamin. Efek antikolinergik ini tidak atau lebih rendah ditemukan pada antihistamin generasi kedua dan ketiga, sehingga kedua golongan obat ini tidak memiliki efek protektif terhadap mabuk perjalanan. Selain itu, antihistamin generasi pertama memiliki efek sedatif lebih kuat yang dapat membantu dalam penatalaksanaan mabuk perjalanan.[1,3-5]
Pilihan Antihistamin yang Digunakan untuk Mencegah Mabuk Perjalanan
Seperti telah disebutkan di atas, obat antihistamin generasi pertama merupakan yang lebih disukai dalam mengatasi mabuk perjalanan. Ini termasuk dimenhydrinate dan promethazine. Berbagai obat yang digunakan dalam manajemen mabuk perjalanan dan dosisnya dapat dilihat pada Tabel 1.[2,4]
Tabel 1. Pilihan Golongan Antihistamin Untuk Pencegahan Mabuk Perjalanan
Obat | Dosis Profilaksis Per Oral (PO) | Waktu Konsumsi Sebelum Perjalanan | Interval Pemberian |
Dimenhydrinate | Dewasa: 50 – 100 mg Anak: | 1 – 2 jam | |
2 – 5 tahun: 12.5 – 25 mg | <12 tahun: 6 – 8 jam | ||
6 – 12 tahun: 25 – 50 mg | |||
>12 tahun: 50 mg | >12 tahun: 4 – 6 jam | ||
Meclizine Hydrochloride | Dewasa: 25 – 50 mg | 1 jam | 24 jam |
Cinnarizine | Dewasa: Inisial 30 mg, 15 mg setelahnya | 1 – 2 jam | 8 jam |
5 – 12 tahun: Inisial 15 mg, 7,5 mg setelahnya | |||
Cyclizine Hydrochloride | Dewasa: 50 mg | 1 – 2 jam | 8 jam |
Anak 6 – 12 tahun: 25 mg | |||
Buclizine | Dewasa: 50 mg | 1 – 2 jam | 4 – 6 jam |
Promethazine | Dewasa: 25 mg | 1 – 2 jam | Dewasa: 8 – 12 jam |
Anak ≥2 tahun: 0,25 – 0,5 mg/kgBB/dosis (maks. 25 mg/dosis) | Anak: 12 jam |
Sumber: dr. Michael Sintong Halomoan, Alomedika, 2024.[2,4]
Efikasi Antihistamin untuk Mabuk Perjalanan
Antihistamin merupakan obat yang paling sering digunakan dalam manajemen mabuk perjalanan karena efikasi dan keamanannya meskipun golongan obat ini diketahui bukan merupakan profilaksis paling efektif bila dibandingkan dengan golongan obat lainnya. Golongan obat antihistamin juga memiliki masa aktif yang lama, sehingga cocok dikonsumsi untuk mencegah mabuk perjalanan sebelum keberangkatan.[1,2,4]
Basis Bukti Efikasi dan Keamanan Antihistamin untuk Mabuk Perjalanan
Sebuah tinjauan sistematik terhadap 9 uji klinis acak dengan total 658 subjek menemukan bahwa antihistamin lebih efektif dalam mencegah mabuk perjalanan bila dibandingkan dengan plasebo. Namun, antihistamin tidak ditemukan lebih efektif dalam mencegah mabuk perjalanan bila dibandingkan dengan scopolamine maupun antiemetik. Selain itu, antihistamin juga tidak ditemukan lebih efektif bila dibandingkan dengan akupuntur.[3]
Sebuah uji klinis dilakukan untuk mengetahui efikasi meclizine, suatu antihistamin generasi pertama, dalam mencegah mabuk perjalanan. Bila dibandingkan dengan plasebo, grup yang menerima meclizine memiliki ketahanan lebih baik terhadap stimulasi vestibular yang diukur melalui torsional velocity, baik dalam intensitas tinggi maupun rendah. Selain itu, grup yang menerima meclizine memiliki ketahanan lebih baik terhadap stimulasi visual-vestibular dalam akselerasi rendah.[7]
Penelitian lain mencoba membandingkan cinnarizine dan scopolamine dalam pencegahan mabuk perjalanan akibat paparan layar simulator penerbangan. Studi ini menemukan bahwa pemberian cinnarizine sebelum menjalani simulasi penerbangan memperbaiki nilai kuesioner mabuk akibat simulator dalam 2 jam setelah pemberian obat. Selain itu, dalam studi ini, efikasi scopolamine ditemukan lebih rendah bila dibandingkan dengan cinnarizine.[8]
Risiko Penggunaan Antihistamin pada Mabuk Perjalanan
Antihistamin generasi pertama diketahui paling sering digunakan sebagai profilaksis mabuk perjalanan karena keamanannya. Efek samping paling sering dari obat golongan ini adalah perasaan mengantuk. Efek samping lainnya, termasuk agitasi, kecemasan, tremor, konstipasi, mulut kering, dan pandangan kabur. Efek yang lebih jarang terjadi antara lain palpitasi, pingsan, hipotensi, dan retensi urin.[1-4]
Dalam sebuah tinjauan sistematik, antihistamin ditemukan lebih mungkin menimbulkan efek samping kantuk bila dibandingkan dengan plasebo, namun tidak ditemukan perbedaan bermakna dengan plasebo mengenai kejadian pandangan kabur dan gangguan kognisi. Bila dibandingkan dengan scopolamine, bukti yang ada tidak cukup untuk mengetahui perbedaan kejadian efek samping berupa kantuk, peningkatan denyut nadi, dan gangguan penglihatan. Hasil serupa ditemukan saat antihistamin dibandingkan dengan antiemetik.[3]
Dalam studi lain yang membandingkan efikasi dua obat golongan antihistamin generasi pertama, cinnarizine dan pheniramine, efek samping utama yang ditemukan pada subjek penelitian adalah rasa mengantuk. Sebagian kecil subjek penelitian mengalami rasa kering pada mulut. Tidak ditemukan efek samping lainnya pada 100 subjek yang diikutkan dalam studi ini.[9]
Kesimpulan
Mabuk perjalanan atau motion sickness paling sering diterapi menggunakan antihistamin untuk pencegahannya. Antihistamin generasi pertama memang bukan merupakan golongan obat yang paling efektif, tetapi merupakan salah satu pilihan terapi yang paling aman dibandingkan pilihan terapi lain seperti antidopaminergik dan benzodiazepine.
Beberapa studi menunjukkan bahwa antihistamin generasi pertama efektif dalam mencegah timbulnya gejala mabuk perjalanan. Efek samping yang paling sering ditimbulkan obat golongan ini adalah mengantuk, sedangkan efek samping lain yang lebih berat jarang ditemukan.