Semaglutide Menurunkan Risiko Stroke pada Pasien Diabetes Tipe 2 – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Risk of Stroke in Real-World US Individuals with Type 2 Diabetes Receiving Semaglutide or a Dipeptidyl Peptidase 4 Inhibitor

Evans M, Husain M, Srivastava A, et al. Advances in Therapy. 2024; 41(5):1843-1859. doi: 10.1007/s12325-023-02750-4.

studilayak

Abstrak

Latar Belakang: Orang dengan diabetes mellitus tipe 2 (T2D) berisiko lebih tinggi mengalami stroke dan luaran klinis yang lebih buruk jika dibandingkan mereka yang tidak menderita T2D. Data gabungan dari berbagai percobaan acak terkontrol mengindikasikan bahwa pemberian agonis reseptor glucagon-like peptide 1 (semaglutide) berkaitan dengan penurunan risiko stroke pada orang-orang T2D dengan risiko kardiovaskuler tinggi.

Penelitian ini membandingkan risiko stroke secara real-world pada orang-orang T2D atau T2D plus atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD) yang baru saja mendapatkan semaglutide atau dipeptidyl peptidase 4 inhibitors (DPP4i).

Metode: Dewasa (≥ 18 tahun) dalam basis data klaim Amerika Serikat dengan klaim yang mengindikasikan inisiasi semaglutide atau DPP4i selama periode indeks (1 Januari 2018-30 September 2020), kode diagnosis untuk T2D pada atau sebelum tanggal indeks dan pendaftaran berkelanjutan setidaknya 12 bulan dalam pra-indeks database dimasukkan dan skor kecenderungan dicocokkan 1:1 pada karakteristik demografi dan klinis awal.

Luaran utama adalah waktu kejadian stroke pertama selama masa tindak lanjut. Pemanfaatan sumber daya layanan kesehatan juga dibandingkan antar kelompok.

Hasil: Analisis mencakup 17.290 pasangan data yang cocok untuk T2D, dan 4234 pasangan data yang cocok pada T2D plus ASCVD. Masing-masing grup dipasangkan dengan seimbang berdasarkan karakteristik baseline.

Orang yang memulai pengobatan semaglutide menunjukkan risiko yang lebih rendah terhadap stroke selama periode follow-up jangka pendek daripada mereka yang mendapat DPP4i. Semaglutide turut berkaitan pula dengan tingkat rawat inap, kunjungan rawat jalan maupun unit gawat darurat yang lebih rendah jika dibandingkan dengan DPP4i.

Kesimpulan: Analisis proof-of-concept ini mengindikasikan bahwa semaglutide berpotensi untuk menurunkan risiko stroke pada orang-orang T2D saat diresepkan di praktik klinis.

Asian,Middle-aged,Man,Are,Patients,,His,Hands,Are,Kinking,Due

Ulasan Alomedika

Individu dengan diabetes mellitus tipe 2 (T2D) mempunyai risiko yang lebih besar terhadap kejadian kardiovaskuler maupun stroke. Studi ini mencoba menilai apakah penggunaan semaglutide, suatu obat golongan agonis reseptor glucagon-like peptide 1 (GLP-1RA), mempengaruhi kejadian stroke pada pasien T2D bila dibandingkan komparator aktif dipeptidyl peptidase 4 inhibitors (DPP4i).

Ulasan Metode Penelitian

Studi ini merupakan penelitian retrospektif observasional terhadap basis data klaim asuransi di Amerika Serikat, yakni Merative MarketScan Commercial dan Medicare.

Subjek Penelitian:

Data yang dimasukkan ke analisis ialah data individu dewasa (>18 tahun), klaim pertama kali memulai semaglutide oral atau injeksi, atau penggunaan DPP4i untuk kode diagnosis T2D atau T2D dengan aterosklerosis selama periode indeks 1 Januari 2018 hingga 30 September 2020.

Individu yang masuk kriteria diobservasi sejak index date (saat mulai pengobatan) hingga laporan klaim kejadian stroke pertama kali atau saat berakhirnya enrolment insurance plan atau akhir dari periode indeks. Pasien diabetes yang menggunakan GLP-1RA selain semaglutide, analog amylin, atau insulin, serta pasien yang hamil atau mengalami diabetes gestasional selama periode indeks tidak dimasukkan dalam analisis.

Luaran yang Dinilai:

Data individu tersebut kemudian dipasangkan dengan metode propensity score matched 1:1 menurut karakteristik baseline. Sebanyak 27 karakteristik yang dipasangkan untuk kelompok pasien T2D saja, dan 26 karakteristik yang dipasangkan untuk kelompok pasien T2D dengan atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD).

Luaran primer ialah kejadian klaim stroke pertama kali selama periode indeks. Jumlah kejadian stroke, incidence rate (IR) per 100 person-years, serta incidence rate ratio (IRR) untuk semaglutide dibandingkan dengan DPP4i. Hazard ratio (HR) dengan interval kepercayaan (CI) 95% serta p value untuk stroke dikalkulasi dengan model Cox proportional hazard dengan DPP4i sebagai kelompok kontrol.

Adapun analisis luaran sekunder untuk adjusted mean rate ratio, 95% CI dan p value bagi penggunaan sumber daya kesehatan atau health care resource utilization (HRCU) dihitung dengan generalized linear model dengan Tweedie distribution dan log link function di mana jumlah kunjungan ditentukan sebagai variabel dependen.

Ulasan Hasil Penelitian

Dari seluruh subjek penelitian, kebanyakan pasien yang memulai semaglutide menerima bentuk injeksi. Kebanyakan pasien pernah menderita hipertensi (kelompok T2D 80%; kelompok T2D plus ASCVD 93–94%) dan dislipidemia (kelompok T2D 68–69%; kelompok T2D plus ASCVD 79–81%) sebelumnya, serta sekitar 50% mengalami obesitas. Secara keseluruhan, 2% kelompok T2D dan 10% kelompok T2D plus ASCVD, punya riwayat stroke sebelumnya.

Selama periode indeks, terdapat 34 kejadian stroke pada kelompok semaglutide (IR 0,24 per 100 orang-tahun dengan median tindak lanjut selama 237 hari), dan 60 kejadian stroke pada kelompok DPP4i (IR 0,39 per 100 orang-tahun dengan median tindak lanjut 254 hari). Hasil analisis menunjukkan bahwa pasien yang menerima semaglutide berisiko secara signifikan lebih rendah untuk mengalami kejadian stroke dibandingkan pasien yang menerima DPP4i (HR: 0,63).

Dari studi ini, dapat disimpulkan bahwa pemberian semaglutide berpotensi untuk menurunkan risiko stroke jika dibandingkan dengan terapi standar T2D yang menggunakan DPP4i. Hasil serupa ditemukan pula pada luaran sekunder HRCU untuk kelompok semaglutide.

Kelebihan Penelitian

Salah satu kelebihan penelitian ini adalah ukuran sampel yang besar yang memudahkan dalam melakukan propensity matched untuk menyeimbangkan karakteristik antar grup yang dibandingkan. Propensity matched turut membatasi risiko bias sekaligus mengurangi peluang dari faktor-faktor yang bisa mempengaruhi analisis luaran.

Studi ini juga turut melakukan analisis sensitivitas sehingga mengurangi aspek limitasi dari hasil analisis utama. Salah satu contohnya ialah secara teknis ada kemungkinan bahwa seorang individu sedang memulai terapi dan mengalami stroke pada tanggal yang sama, namun analisis sensitivitas yang turut menilai luaran sejak 90 hari sebelum terapi dimulai dapat mengatasi hal tersebut.

Limitasi Penelitian

Salah satu keterbatasan studi ini adalah adanya periode tumpang tindih dengan pandemi COVID-19, yakni pada sekitar 6-7 bulan periode akhir  studi, sehingga bisa saja kejadian stroke akut dipengaruhi oleh infeksi COVID-19. Selain itu, karena basis data yang digunakan hanya berasal dari Amerika Serikat, hasil analisis studi ini mungkin memiliki keterbatasan generalisir untuk populasi lain, termasuk Asia.

Keterbatasan lain dari studi ini adalah belum dimasukkannya semua parameter klinis pada analisis, misalnya pengukuran HbA1c. Median follow up dari masing-masing grup juga kurang dari 12 bulan, yang berarti bahwa ada kejadian stroke yang bisa terlewat dan analisis mungkin tidak menggambarkan dampak sebenarnya. Analisis dengan periode follow-up lebih lama akan lebih membantu dalam memperluas dampak klinis maupun ekonomi semaglutide terhadap risiko stroke.

Terakhir, studi ini hanya menggunakan DPP4i sebagai komparator aktif. Padahal, sodium-glucose cotransporter-2 inhibitors (SGLT2i), seperti empagliflozin, sudah banyak diterapkan sebagai standard of treatment T2D saat ini.

Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia

Terlepas dari berbagai keterbatasannya, penelitian ini mengindikasikan bahwa penggunaan semaglutide membawa keuntungan berupa penurunan risiko stroke pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk mengubah rekomendasi penanganan diabetes di Indonesia, walaupun tentunya masih dibutuhkan studi lanjutan dengan sampel yang merepresentasikan populasi Asia, metode uji klinis prospektif, dan dengan durasi follow up yang lebih panjang.

Referensi