Skrining aneurisma aorta abdominalis di layanan kesehatan primer bisa mencegah fatalitas kasus. Aneurisma aorta abdominalis sering kali asimptomatik dan baru terdeteksi setelah ruptur. Skrining memungkinkan diagnosis dan intervensi dini, sehingga kesintasan pasien bisa ditingkatkan.
Aneurisma aorta abdominalis adalah kondisi di mana terjadi pelebaran dinding pembuluh darah terlokalisir akibat kelemahan dinding aorta abdominalis. Secara klinis, aneurisma pada aorta abdominalis bisa didiagnosis jika terdapat aneurisma dengan diameter ≥ 3cm.[1] Aneurisma akan terus membesar dan bisa pecah atau ruptur. Prevalensi aneurisma aorta abdominalis pada individu usia >60 tahun diperkirakan berkisar antara 1,2–3,3%.[2]
Pentingnya Skrining Aneurisma Aorta Abdominalis
Ruptur aneurisma aorta abdominalis (rAAA) berhubungan dengan mortalitas yang tinggi, yaitu sebesar 30%. Dari jumlah ini, sebanyak dua per tiga kasus meninggal pada hari yang sama dengan awitan manifestasi.[3] Karena rAAA dapat menyebabkan kematian secara cepat, United States Preventive Services Task Force (USPSTF) mengeluarkan rekomendasi skrining untuk AAA.[4]
Pada pasien AAA atau rAAA tata laksana yang dilakukan selanjutnya dapat dipilih antara operasi terbuka (open repair) atau Endovascular Aneurysm Repair (EVAR). Kedua tindakan ini juga berkaitan dengan mortalitas, komplikasi mayor, dan angka readmisi yang tinggi. Saat ini, tindakan EVAR lebih sering dilakukan karena dilaporkan berhubungan dengan hari rawat yang lebih singkat dan mortalitas yang lebih rendah dibandingkan open repair.[5]
Manfaat Skrining Aneurisma Aorta Abdominalis
Sebuah studi mengemukakan bahwa skrining satu kali untuk aneurisma aorta abdominalis (AAA) pada pasien asimptomatik berusia ≥50 tahun, berhubungan dengan angka mortalitas 12-15 tahun, risiko ruptur, dan kebutuhan operasi emergensi yang lebih rendah. Dengan melakukan skrining satu kali pada semua pasien berusia di atas 50 tahun, tindakan operasi emergensi akibat rAAA dapat dihindari sebanyak 2 dari 1000 pasien yang diskrining.[1] Hingga kini, Bukti ilmiah yang ada terkait manfaat skrining ulang masih bersifat inkonklusif. Pada pasien dengan hasil positif saat skrining, tidak ditemukan perbedaan signifikan terkait kualitas hidup dan mood dibandingkan mereka yang negatif.[1,5]
Rekomendasi Skrining Aneurisma Aorta Abdominalis
Faktor risiko terbentuknya aneurisma aorta abdominalis (AAA) adalah riwayat merokok, riwayat keluarga dengan AAA, usia 65-75 tahun, jenis kelamin laki-laki, serta riwayat penyakit aneurisma arteri perifer dan penyakit kardiovaskular. Merokok adalah faktor risiko utama AAA, dan merupakan faktor prediktor terkuat terkait risiko pelebaran dan ruptur aneurisma aorta abdominalis. Sebanyak 75% kasus AAA berhubungan dengan aktivitas merokok.[5,6]
Sebagian besar AAA bersifat asimptomatik dan umumnya baru terdeteksi ketika sudah terjadi ruptur. Pada beberapa kasus, manifestasi dapat muncul karena efek kompresi dari pembesaran aorta yang menimbulkan rasa mual, muntah dan mudah kenyang; gejala saluran kemih; atau trombosis vena. Gejala lainnya muncul akibat emboli seperti nyeri perut, nyeri genital, fenomena emboli melibatkan jari kaki, dan klaudikasio ekstremitas bawah.[7]
Alat Skrining
Pilihan pertama untuk skrining dan diagnosis AAA adalah dengan menggunakan USG. USG abdomen memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 96% untuk mendeteksi AAA infrarenal. USG abdomen juga dapat mendeteksi adanya darah pada rongga peritoneum.
USG abdomen menjadi pilihan karena tindakan ini noninvasif dan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik. USG abdomen juga memiliki kemampuan untuk mendeteksi ukuran aneurisma dan dapat digunakan untuk pemantauan setelah tindakan operasi EVAR.
Keterbatasan USG adalah tidak dapat mendeteksi keberadaan aneurisma pada aorta abdominal di tingkat suprarenal dan cabang dari aorta. Kemampuan USG untuk melihat aorta akan berkurang pada pasien dengan obesitas atau bila terdapat banyak gas pada traktus gastrointestinal.[7]
Rekomendasi United States Preventive Services Task Force (USPSTF)
Pada tahun 2014, United States Preventive Services Task Force (USPSTF) merekomendasikan skrining dilakukan 1 kali untuk aneurisma aorta abdominalis (AAA) dengan menggunakan USG pada seluruh laki-laki asimptomatik berusia 65-75 tahun yang pernah merokok. USPSTF juga merekomendasikan klinisi untuk menawarkan skrining secara selektif bagi laki-laki berusia 65-75 tahun yang tidak pernah merokok.
Skrining tidak direkomendasikan bagi wanita berusia 65-75 tahun yang tidak pernah merokok. Sementara itu, bukti ilmiah terkait manfaat skrining pada wanita usia 65-75 tahun yang pernah merokok masih belum jelas.[4]
Rekomendasi European Society for Vascular Surgery
European Society for Vascular Surgery (ESVS) merekomendasikan skrining populasi menggunakan USG abdomen pada seluruh laki-laki berusia ≥ 65 tahun. Jika saat skrining didapatkan diameter aorta 2,5-2,9 cm, lakukan skrining ulang dalam 5-10 tahun. Skrining pada wanita tidak direkomendasikan.
ESVS juga merekomendasikan skrining setiap 10 tahun pada seluruh laki-laki dan wanita berusia ≥50 tahun yang memiliki keluarga dekat dengan riwayat aneurisma aorta abdominalis. Skrining setiap 5-10 tahun juga direkomendasikan pada seluruh wanita dan laki-laki dengan aneurisma arteri perifer.[5]
Kesimpulan
Aneurisma aorta abdominalis sering asimptomatik dan baru terdeteksi setelah terjadi ruptur. Aneurisma aorta abdominalis memiliki tingkat mortalitas yang tinggi dan cepat. Oleh karenanya, skrining sangat penting untuk meningkatkan kesintasan pasien.
Skrining dapat dilakukan dengan USG dan direkomendasikan secara umum pada laki-laki berusia ≥65 tahun dengan riwayat merokok. Manfaat skrining pada wanita tanpa faktor risiko belum didukung oleh bukti ilmiah yang adekuat.