Skrining disfungsi seksual pada pasien depresi yang sedang menjalani pengobatan antidepresan bertujuan untuk membedakan disfungsi seksual yang terjadi akibat efek samping antidepresan dan yang terjadi akibat depresi sendiri. Beberapa antidepresan tertentu memiliki efek samping disfungsi seksual yang lebih signifikan dibandingkan antidepresan lain.
Disfungsi seksual adalah gangguan yang bersifat persisten pada salah satu atau lebih tahapan siklus seksual yaitu tahapan hasrat (desire), arousal, orgasme, dan resolusi. Gejala disfungsi seksual, baik pada pria maupun pada wanita, dapat dialami sebagai berkurangnya atau hilangnya hasrat seksual, aversi seksual, kegagalan respon genital (disfungsi ereksi pada pria dan kegagalan lubrikasi pada wanita), disfungsi orgasme, disfungsi ejakulasi, vaginismus, dan dispareunia.[1-3]
Hubungan Depresi, Antidepresan, dan Disfungsi Seksual
Disfungsi seksual mempunyai hubungan dua arah dengan depresi. Depresi dapat meningkatkan risiko terjadinya disfungsi seksual sebesar 50-70% dan disfungsi seksual dapat meningkatkan risiko terjadinya depresi sebesar 130-200%. Disfungsi seksual juga dapat disebabkan oleh efek samping antidepresan tertentu. Penggunaan antidepresan dapat memperbaiki gejala depresi secara umum (yang kemudian diikuti perbaikan disfungsi seksual), namun sering kali penggunaannya justru menimbulkan disfungsi seksual yang sebelumnya tidak ada atau memperburuk disfungsi seksual yang telah ada. Kondisi ini disebut sebagai treatment-emergent sexual dysfunction (TESD).[1,3-5]
Antidepresan bekerja dengan cara meningkatkan level serotonin dan level norepinefrin. Antidepresan yang paling sering menimbulkan disfungsi seksual adalah antidepresan golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor (SNRI). Hal ini mungkin disebabkan oleh efek inhibisi serotonin terhadap pelepasan dopamin di hipotalamus dan area mesolimbik.
Norepinefrin dapat menghambat fungsi ereksi dan SSRI diduga dapat memperlambat terjadinya ejakulasi. Contohnya adalah citalopram, fluoxetine, paroxetine, dan sertraline. Namun, efek ini dapat bersifat menguntungkan bagi pasien dengan ejakulasi dini. Antidepresan yang dilaporkan tidak memiliki efek samping seksual yang signifikan adalah agomelatine, bupropion, desvenlafaxine, moclobemide, trazodone, vilazodone, dan vortioxetine.[1,4,6,7]
Assessment Fungsi Seksual Komprehensif
Assessment fungsi seksual yang komprehensif sebelum memulai terapi antidepresan dapat membantu membedakan disfungsi seksual yang terjadi akibat depresi atau antidepresan dan yang terjadi akibat faktor lain. Faktor vaskuler, hormonal, neurogenik, dan faktor farmakologis obat lain perlu dipertimbangkan ketika melakukan assessment karena disfungsi seksual tidak hanya disebabkan oleh depresi dan antidepresan. Protokol assessment disfungsi seksual yang komprehensif meliputi riwayat penyakit, faktor psikologis, dan pemeriksaan laboratorium.[1,4,8]
Riwayat Penyakit
Saat anamnesis, dokter perlu menanyakan riwayat disfungsi seksual sebelumnya, riwayat penyakit kronik seperti hipertensi dan diabetes mellitus, riwayat kanker, riwayat kemoterapi dan radioterapi. Selain itu, dokter juga perlu menanyakan riwayat operasi sebelumnya (khususnya operasi area pelvis) dan riwayat obat-obatan yang dikonsumsi pasien selama ini. Pada pasien wanita, perlu ditanyakan perihal menopause.[1,8]
Faktor Psikologis
Selain depresi, dokter juga perlu mempertimbangkan kondisi psikologis lain seperti ada tidaknya fobia sosial, kecemasan, gangguan obsesif kompulsif, gangguan body image, masalah self-esteem, trauma akibat kekerasan seksual, dan ada tidaknya masalah pasien dalam hubungannya dengan pasangan.[1,8]
Pemeriksaan Laboratorium
Pasien dengan hypoactive sexual desire disorder dapat dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan gula darah puasa, profil lipid, testosteron, atau luteinizing hormone (LH). Pada pasien dengan disfungsi ereksi, dokter dapat menyarankan pemeriksaan kadar testosteron, glukosa, profil lipid, serum kreatinin, urinalisis, dan prostate specific antigen (PSA).[1,8]
Skrining Disfungsi Seksual Terkait Penggunaan Antidepresan
Meskipun ada pasien yang langsung melaporkan kepada dokter bila mengalami gejala disfungsi seksual, sebagian besar pasien merasa malu untuk melaporkan disfungsi seksual bila tidak ditanyakan. Oleh karena itu, diperlukan metode skrining terarah dari dokter untuk mendeteksi hal ini secara aktif pada pasien-pasien yang hendak memulai terapi antidepresan dan pada pasien yang telah menjalani terapi.[1,4,9]
Instrumen yang dapat digunakan untuk penilaian fungsi seksual sebelum dan selama terapi antidepresan adalah Arizona Sexual Experiences Scale (ASEX), Changes in Sexual Functioning Questionnaire (CSFQ), Psychotropic-Related Sexual Dysfunction Questionnaire (PRSexDQ), atau Sex Effects Scale. Semua instrumen ini dilaporkan valid, dapat diandalkan dan direkomendasikan untuk assessment fungsi dan kepuasan seksual pasien yang mendapatkan terapi antidepresan.[1,5,9]
Chokka dan Hankey (2018) merekomendasikan instrumen ASEX karena bentuknya yang singkat, praktis, dan mudah digunakan dalam setting klinis. Instrumen ini terdiri dari lima pertanyaan yang bisa diisi sendiri oleh pasien atau dengan bantuan klinisi. Namun, saat ini instrumen ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Setiap pertanyaan dalam ASEX akan diberikan skor 1-6. Semakin tinggi skor, semakin serius disfungsi seksual yang dialami oleh pasien. Kelima pertanyaan dalam ASEX meliputi:
- Tingkat hasrat seksual (desire atau sex drive) pasien
- Kemudahan pasien untuk mengalami arousal
- Kemudahan pasien pria untuk mengalami dan menjaga ereksi, serta kemudahan pasien wanita untuk mengalami lubrikasi vagina
- Kemudahan pasien mengalami orgasme (hanya dijawab bila pasien melakukan hubungan seksual dalam satu minggu terakhir)
- Tingkat kepuasan orgasme yang dialami pasien (hanya dijawab bila pasien melakukan hubungan seksual dalam satu minggu terakhir)[1,10]
Clayton, et al (2014) melaporkan bahwa FDA mendukung penggunaan ASEX dan CSFQ setelah assessment fungsi seksual pada pasien depresi yang menggunakan antidepresan. Skrining disfungsi seksual disarankan untuk dilakukan sebelum memulai terapi antidepresan agar dokter dapat membedakan disfungsi seksual akibat depresi dengan disfungsi seksual akibat antidepresan. Skrining juga perlu dilakukan selama terapi berlangsung dengan interval sekitar 3-6 bulan.[7,9,11]
Kesimpulan
Disfungsi seksual dapat disebabkan oleh depresi atau disebabkan oleh efek samping antidepresan. Munculnya disfungsi seksual yang sebelumnya tidak ada atau memburuknya disfungsi seksual yang telah ada akibat penggunaan antidepresan disebut sebagai treatment-emergent sexual dysfunction (TESD). Untuk membedakan disfungsi seksual akibat depresi dan TESD, dokter dianjurkan untuk melakukan skrining disfungsi seksual sebelum memulai terapi antidepresan dan selama terapi antidepresan sedang berlangsung dengan interval 3-6 bulan. Instrumen skrining yang paling umum digunakan adalah Arizona Sexual Experiences Scale (ASEX).