Initial Invasive or Conservative Strategy for Stable Coronary Disease
Maron DJ, Hochman JS, Reynolds HR, et al, for the ISCHEMIA Research Group. Initial Invasive or Conservative Strategy for Stable Coronary Disease. N Engl J Med 2020;382:1395-407 DOI: 10.1056/NEJMoa1915922
Abstrak
Latar Belakang
Apakah luaran klinis pada pasien penyakit koroner stabil dan iskemia moderat atau berat yang mendapatkan intervensi invasif plus terapi medis lebih baik jika dibandingkan dengan yang hanya mendapat terapi medis saja masih belum jelas.
Metode
Sebanyak 5179 pasien dengan iskemia moderat atau berat dialokasikan secara acak ke dua grup yakni grup yang mendapatkan strategi invasif dini (angiografi dan revaskularisasi jika memungkinkan) plus terapi medis, atau grup strategi konservatif dini dengan terapi medis saja dan angiografi jika terapi medis tersebut gagal. Luaran primer adalah komposit kematian dari sebab kardiovaskuler, infark miokard, atau rawat inap karena angina tak stabil, gagal jantung, atau resusitasi henti jantung. Luaran sekunder utama adalah kematian dari sebab kardiovaskuler atau infark miokard.
Hasil
Pada median durasi penelitian 3,2 tahun, sebanyak 318 kejadian luaran primer terjadi pada grup strategi invasif dan 352 pada grup strategi konservatif. Dalam 6 bulan, kumulatif event rate sebanyak 5,3% di grup strategi invasif dan 3,4% pada grup strategi konservatif (difference 1,9 poin persentase: 95% confidence interval [CI] 0,8-3,0). Dalam 5 tahun, kumulatif event rate sebesar 16,4% di grup strategi invasif vs 18,2% pada grup strategi konservatif (difference -1,8 poin persentase: 95% CI -4,7 hingga 1,0). Hasil yang serupa ditemukan pula pada luaran sekunder utama. Insidensi luaran primer sensitif terhadap definisi infark miokard; analisis sekunder menemukan bahwa infark miokard prosedural lebih banyak terjadi pada kasus klinis dengan indikasi prosedur invasif yang masih meragukan. Ditemukan 145 kematian pada grup strategi invasif dan 144 kematian pada grup strategi konservatif (hazard ratio 1,05; 95% CI 0,83-1,32).
Kesimpulan
Di antara pasien dengan penyakit koroner stabil dan iskemia moderat atau berat, kami tidak menemukan bukti bahwa strategi invasif dini jika dibandingkan dengan strategi konservatif awal, mampu mengurangi risiko kejadian kardiovaskuler iskemia ataupun kematian akibat berbagai sebab dalam median 3,2 tahun. Temuan penelitian ini sensitif terhadap definisi infark miokard yang digunakan.
Ulasan Alomedika
Tujuan penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit koroner stabil adalah untuk mengurangi risiko kematian dan kejadian iskemia, serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Secara umum, terdapat dua pendekatan penatalaksanaan yaitu strategi invasif dini (angiografi dan revaskularisasi) yang dikombinasikan dengan terapi medikamentosa, dan strategi konservatif dini yang mendahulukan terapi medikamentosa dan kemudian melakukan angiografi jika pendekatan terapi medis gagal. Namun, mana yang menghasilkan luaran klinis lebih baik di antara kedua pendekatan ini masih belum diketahui.
Ulasan Metode Penelitian
Uji klinis ini melibatkan hampir 5200 subjek studi dari 37 negara dengan penyakit arteri koroner stabil dan stress test yang menunjukkan iskemia reversibel sedang-berat pada pencitraan atau iskemia berat pada exercise test tanpa pencitraan. Kebanyakan subjek studi menjalani coronary computed tomography untuk mengeksklusi adanya stenosis arteri koroner kiri utama. Pasien dirandomisasi ke dalam dua kelompok perbandingan, yaitu kelompok yang mendapatkan strategi invasif dini (angiografi dan revaskularisasi plus terapi medis) atau kelompok strategi konservatif awal dengan terapi medis saja dan angiografi jika terapi medis tersebut gagal. Pasien diamati mulai bulan ke-1, 3, 6 dan 12 setelah randomisasi, kemudian setiap 6 bulan hingga 5 tahun.
Luaran primer yang diukur adalah komposit kematian dari sebab kardiovaskuler, infark miokard, atau rawat inap karena angina tak stabil, gagal jantung, atau resusitasi henti jantung. Sementara itu, luaran sekunder utama adalah kematian dari sebab kardiovaskuler atau infark miokard dan kualitas hidup terkait angina.
Ulasan Hasil Penelitian
Luaran komposit primer ditemukan pada 318 pasien kelompok strategi invasif dini dan 352 pasien kelompok konservatif. Insidensi kumulatif ditemukan lebih tinggi secara signifikan pada kelompok konservatif pada pemantauan 6 bulan (5,3% vs 3,4%) dan berkaitan dengan kejadian infark miokard periprosedural.
Pada pemantauan 2 tahun, kejadian luaran primer ditemukan hampir sama antara kedua kelompok percobaan. Kemudian, pada 5 tahun, estimasi insidensi luaran primer ditemukan lebih tinggi (walaupun tidak signifikan) pada kelompok strategi konservatif (18,2% vs 16,4%).
Mortalitas keseluruhan antara kedua kelompok percobaan ini ditemukan sama, yaitu sekitar 6,4%. Namun demikian, pada kelompok yang sering mengalami angina pada baseline, strategi terapi invasif dilaporkan berkaitan dengan penurunan frekuensi angina selama pemantauan.
Kelebihan Penelitian
Desain penelitian ini sangat baik. Selain sudah menerapkan randomisasi, penelitian ini dilakukan secara multisenter di 37 negara, sehingga jumlah subjek studi yang dianalisis cukup besar. Selain itu, diagnosis penyakit koroner stabil dengan iskemia ditegakkan menggunakan stress test dan pencitraan, serta pemantauan dilakukan secara berkala dengan jumlah total mencapai 5 tahun.
Meskipun studi ini didanai oleh National Heart, Lung, and Blood Institute dan sponsor industri farmasi, para sponsor tidak mendapat akses dalam penerapan protokol, monitor keselamatan, maupun data yang dianalisis, sehingga mengurangi potensi bias publikasi.
Limitasi Penelitian
Secara umum sebenarnya penelitian ini memiliki kualitas bukti yang cukup baik. Hanya saja, sampel penelitian tidak memenuhi target awal yaitu 8000 orang. Selain itu, karena kriteria inklusi dan eksklusi sangat spesifik, hasil penelitian tidak mumpuni untuk diterapkan pada populasi pasien di luar kriteria.
Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia
Hasil studi ini sangat dapat diterapkan di Indonesia dan dapat dimasukkan ke dalam telaah bukti ilmiah untuk menambah atau merevisi pedoman tata laksana yang sudah ada. Hasil studi ini menunjukkan bahwa pada pasien dengan kondisi klinis serupa dengan subjek studi, strategi tata laksana invasif tidak selalu diperlukan karena ditemukan kurang bermanfaat dalam mencegah infark ataupun kematian. Oleh karenanya, optimalisasi pencegahan sekunder dan manajemen angina menggunakan terapi medikamentosa sebaiknya lebih diutamakan. Pada pasien dengan kejadian angina yang sering walaupun telah diberi terapi medikamentosa adekuat, strategi terapi invasif dapat dipertimbangkan.