Terapi laser diduga bermanfaat dalam perawatan hipersensitivitas dentin. Hipersensitivitas dentin merupakan gangguan mulut dan gigi yang ditandai dengan rasa nyeri tajam dan cepat dari dentin yang terekspos akibat respon terhadap stimulus dingin, panas, taktil, atau kimia. Keluhan nyeri karena gigi sensitif dapat mempengaruhi aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, berbicara, dan kegiatan menyikat gigi. Hal ini berdampak pada kualitas hidup pasien jika tidak tertangani dengan baik.
Hipersensitivitas dentin dikaitkan dengan dentin yang terekspos dan respon saraf pulpa terhadap stimulus eksternal. Kehilangan struktur enamel dan tereksposnya dentin gigi disebabkan oleh kelainan fisik, kimia, patologis, biologis, atau perkembangan yang menyebabkan kerusakan pada gigi atau jaringan periodontal.[1,2]
Mekanisme Terjadinya Hipersensitivitas Dentin
Beberapa kondisi klinis yang memiliki peranan dalam terjadinya hipersensitivitas dentin seperti atrisi, erosi, abrasi, dan abfraksi gigi. Kehilangan jaringan periodontal atau resesi gingiva juga merupakan faktor predisposisi kondisi ini, karena menyebabkan tereksposnya dentin servikal dan akar. Faktor lain seperti cara menyikat gigi yang salah, dehiscence jaringan lunak, penuaan dapat menyebabkan margin gingiva bergerak ke arah apikal sehingga dentin menjadi terekspos. Prosedur pelepasan alat orthodonti cekat yang tidak tepat, pemutihan gigi (bleaching), serta konsumsi makanan dan minuman yang mengandung asam juga dilaporkan dapat memicu hipersensitivitas dentin.[1,2]
Mekanisme hipersensitivitas dentin menurut teori hidrodinamik yaitu terdapat pergerakan cairan di dalam tubulus dentin akibat perubahan fisik dan termal, atau hasil dari pembentukan stimulus osmotik dekat dengan dentin terekspos. Pergerakan cairan menstimulasi baroreseptor dan menyebabkan pelepasan neural. Pergerakan cairan dapat mengarah ke dalam pulpa atau ke luar dentin. Area gigi yang paling rentan mengalami hipersensitivitas dentin adalah area servikal gigi insisif, kaninus dan premolar.[1-3]
Pendekatan Manajemen Hipersensitivitas Dentin
Karies gigi dapat menunjukkan gejala serupa hipersensitivitas dentin. Karies gigi umumnya akan menimbulkan keluhan jika lesi karies sudah mencapai dentin dan pulpa gigi. Serangkaian kondisi yang disebabkan oleh karies gigi dimulai dari pulpitis reversibel, pulpitis irreversibel, dan periodontitis apikal hingga nekrosis pulpa. Kondisi lain yang memiliki gejala yang mirip dengan hipersensitivitas dentin adalah cracked teeth, restorasi yang rusak, gigi yang sedang dipreparasi untuk restorasi, restorasi yang menginduksi hiperemia pulpa, trauma gigi, trauma oklusal, serta plak servikal.[1,3,4]
Secara umum, pendekatan manajemen hipersensitivitas dentin mencakup:
- Edukasi oral hygiene dan teknik menyikat gigi sebagai langkah pencegahan
- Kontrol perilaku dan eliminasi faktor presisposisi
- Terapi noninvasif untuk menghilangkan nyeri dengan melakukan oklusi tubulus dentin dan memblokase transmisi maupun transduksi nosiseptif
- Restorasi atau terapi pembedahan untuk defek jaringan dentin.
Penggunaan agen desensitisasi noninvasif merupakan yang paling sering digunakan dalam perawatan hipersensitivitas dentin. Modalitas perawatan ini dapat menggunakan pasta gigi atau mouthwash yang mengandung fluoride atau kalium nitrat yang dapat digunakan pasien secara mandiri di rumah.[1,4,5] Pilihan modalitas noninvasif lainnya adalah penggunaan sealant, adesif dentin, hingga terapi laser.[1]
Terapi Laser dalam Perawatan Hipersensitivitas Dentin
Aplikasi laser low-ouput dan high-output telah dilaporkan efektif dalam perawatan hipersensitivitas dentin. Beberapa studi melaporkan bahwa terapi laser dapat mengurangi rasa nyeri setelah 24 jam pasca pengaplikasian dibandingkan perawatan placebo atau tanpa perawatan. Namun, ada pula beberapa studi lain yang menunjukkan hasil berlawanan.
Mekanisme aksi terapi laser dalam perawatan hipersensitivitas dentin belum diketahui pasti. Terapi laser diduga dapat mengoklusi tubulus dentin dan mensupresi eksitabilitas saraf pulpa.
Penggunaan laser dianggap aman dan belum ada bukti ataupun laporan efek samping dalam perawatan hipersensitivitas dentin. Meski demikian, kepastian terkait manfaatnya masih menjadi perdebatan.[1-3]
Bukti Ilmiah Efikasi Terapi Laser dalam Perawatan Hipersensitivitas Dentin
Tinjauan Cochrane (2021) mencoba mengevaluasi data dari 23 studi untuk mengetahui efikasi terapi laser dalam perawatan hipersensitivitas dentin. Total partisipan adalah 936 orang dengan 2296 gigi yang dirawat. Hasil analisis menunjukkan bahwa aplikasi laser efektif mengurangi intensitas nyeri ketika dinilai dengan paparan stimulus taktil atau air blast dibandingkan plasebo atau tanpa perawatan. Meski demikian, kualitas bukti yang ada masih rendah.
Dalam aspek keamanan, laser dianggap aman. Dari seluruh studi yang diikutkan dalam analisis, tidak ada kejadian efek samping akibat terapi laser.[2]
Terapi Laser Nd:YAG dalam Perawatan Hipersensitivitas Dentin
Terapi laser Nd:YAG (neodymium-doped yttrium aluminium garnet) pertama kali digunakan sebagai terapi hipersensitivitas dentin pada tahun 1985. Output power yang digunakan bervariasi dari rentang 0,3W hingga 10W, namun output 1W atau 2W adalah yang paling umum digunakan. Penggunaan tinta hitam sebagai absorption enhancer direkomendasikan saat penyinaran laser Nd:YAG untuk mencegah penetrasi sinar laser terlalu dalam ke struktur enamel dan dentin, serta memberikan efek berlebihan terhadap pulpa.
Mekanisme aksi laser Nd:YAG pada hipersensitivitas dentin diduga dengan menginduksi oklusi atau memperkecil tubulus dentin. Teori lain menunjukkan bahwa laser Nd:YAG dapat memblokir depolarisasi serat A-delta dan C, serta menekan transmisi impuls saraf sehingga dapat memberikan efek analgesik.[2,6]
Terapi Laser GaAIA (Diode) dalam Perawatan Hipersensitivitas Dentin
Terapi laser GaAIA pertama kali dilaporkan dengan menggunakan output power 30mW. Waktu pemaparan sinar 0,5 hingga 3 menit. Terapi laser GaAIA dinilai efektif, lebih nyaman dan lebih cepat dalam menangani hipersensitivitas dentin dibandingkan dengan perawatan tradisional yang lain.
Terapi laser GaAIA dengan parameter 980 nm dan output power 2W dilaporkan dapat mencapai efek analgesik dengan menutup tubulus dentin tanpa melting yang berlebihan dari dentin. Laser GaAIA dengan panjang gelombang 780 dan 980nm memiliki efek pada ujung saraf yang dapat mengeliminasi sensitivitas.[6,7]
Terapi Laser Er:YAG dalam Perawatan Hipersensitivitas Dentin
Laser ER:YAG dapat memberi efek desensitisasi melalui oklusi dengan partial melting pada tubulus dentin yang terekspos setelah paparan radiasi intensitas rendah. Laser Er:YAG juga diduga memiliki mekanisme ablasi termomekanis dan memiliki penyerapan panjang gelombang oleh air yang tinggi. Pada studi in vitro, juga ditemukan hasil yang positif pada oklusi tubulus dentin.[6,8]
Kesimpulan
Terapi laser merupakan salah satu modalitas noninvasif yang dapat digunakan dalam perawatan hipersensitivitas dentin. Saat artikel ini ditulis, bukti ilmiah kualitas rendah menunjukkan potensi manfaat terapi laser dalam desensitisasi hipersensitivitas dentin. Modalitas terapi ini juga dilaporkan memiliki aspek keamanan yang baik. Meski demikian, uji klinis lebih lanjut masih diperlukan.