Bolehkah Menghentikan Obat Diabetes Oral

Oleh :
dr.Catharina Endah Wulandari, M.Si.Med

Boleh atau tidaknya obat diabetes oral dihentikan pada pasien diabetes mellitus yang telah mencapai nilai HbA1c normal sering menjadi perdebatan. Diabetes merupakan penyakit metabolik kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah, yang selanjutnya dapat menyebabkan kerusakan pada jantung, mata, ginjal, dan saraf akibat komplikasi vaskuler.[1,2]

Tipe diabetes yang paling sering ditemukan adalah diabetes tipe 2, yang terjadi ketika tubuh menjadi resistan terhadap insulin atau tidak menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup akibat kerusakan progresif sel β pankreas.[1,2]

Asian,Woman,Forget,To,Take,Medicine,,Miss,Medication,Dose,,And

Dalam dekade terakhir ini, prevalensi diabetes tipe 2 meningkat secara dramatis di berbagai negara. Peningkatan prevalensi ini juga diikuti peningkatan kebutuhan obat diabetes, yang umumnya digunakan dalam jangka panjang. Hal ini juga memunculkan pertanyaan tentang apakah obat diabetes perlu digunakan selamanya atau dapat dihentikan setelah memenuhi kriteria tertentu.[3-5]

Sekilas tentang Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus

Seseorang didiagnosis mengalami diabetes mellitus berdasarkan manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium, yaitu:

  • Pemeriksaan glukosa plasma puasa (tanpa asupan kalori minimal 8 jam) ≥126 mg/dL, atau
  • Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dL 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram, atau
  • Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL dengan keluhan klasik atau krisis hiperglikemia, atau
  • Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National Glycohemoglobin Standardization Program (NGSP) dan Diabetes Control and Complications Trial assay (DCCT)[1,5]

Kadar HbA1c dan Diabetes Mellitus

Tes hemoglobin A1c (HbA1c) digunakan untuk mengevaluasi tingkat kontrol glukosa seseorang. Tugas utama hemoglobin adalah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh sel tubuh. Hemoglobin menjadi terglikasi atau dilapisi dengan glukosa dari aliran darah. Jumlah glukosa yang ada dalam darah akan menempel pada protein hemoglobin, dan peningkatan kadar glukosa akan tercermin pada permukaan protein hemoglobin, sehingga menghasilkan kadar A1c yang lebih tinggi.[6,7]

Karena sel darah merah hidup rata-rata selama 3 bulan, tes A1c akan mencerminkan sel darah merah yang ada dalam aliran darah saat tes. Inilah mengapa A1c berfungsi sebagai rata-rata pengontrol gula darah. [6,7]

Pedoman terbaru dari American College of Physicians (ACP) merekomendasikan target terapi HbA1c <7%, dengan mempertimbangkan kondisi pasien, faktor risiko komplikasi, komorbiditas dan harapan hidup. Sementara itu, beberapa organisasi seperti American Association of Clinical Endocrinologists dan International Diabetes Federation memiliki target glikemik <6,5% untuk HbA1c. Umumnya, target glikemik disesuaikan dengan kondisi tiap pasien.[5,8,9]

PERKENI sendiri menetapkan target kadar HbA1c <7%, di mana pada pasien yang sudah mendapat 3 macam terapi oral dan kadar HbA1c tidak mencapai target dalam 3 bulan, maka terapi insulin dipertimbangkan.[1]

Apakah Obat Diabetes Oral Diberikan Secara Permanen?

Tata laksana diabetes melitus paling efektif memerlukan pendekatan interprofesional yang melibatkan modifikasi gaya hidup (modifikasi diet dan olahraga) serta terapi farmakologis untuk mencapai target glikemik individual.[10]

Tata laksana ketat untuk ketidakseimbangan metabolik dan faktor-faktor risiko untuk mencegah komplikasi vaskuler secara normal diperlukan dalam periode waktu yang lama. Saat ini tata laksana utama diabetes mellitus tipe 2 adalah dengan pengobatan farmakologis menggunakan obat diabetes oral yang dilakukan secara berkelanjutan dan umumnya permanen.[11,12]

Namun, di balik manfaatnya dalam menurunkan kadar glukosa darah dan mencegah komplikasi vaskuler, obat diabetes oral juga dilaporkan memiliki berbagai efek samping mulai dari ringan hingga berat, seperti gangguan gastrointestinal (kembung, diare, muntah), nyeri kepala, kenaikan berat, infeksi saluran kemih, hingga hipoglikemia yang kadang menyebabkan pasien harus dirawat inap.[13-15]

Hal ini memunculkan pertanyaan apakah obat diabetes oral perlu diberikan secara permanen khususnya bagi pasien dengan kadar gula darah yang sudah terkontrol.

Bolehkah Obat Diabetes Oral Dihentikan?

Pedoman American Diabetes Association (ADA) menyebutkan metformin sebaiknya dimulai pada pasien prediabetes atau pasien yang baru didiagnosis bersamaan dengan modifikasi gaya hidup. Namun, terdapat beberapa bukti yang menunjukkan terjadinya kesembuhan diabetes pada pasien dengan HbA1c 8–15% hanya dengan modifikasi gaya hidup dan tanpa adanya komplikasi.[11,12,16]

Pemberian sementara insulin intensif (jangka pendek) pada awal perjalanan diabetes tipe 2 dapat juga menginduksi remisi di mana banyak pasien selanjutnya terjaga pada kadar gula darah normal tanpa pengobatan sampai 2 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi farmakologis perlu dimodifikasi, paling tidak untuk periode waktu tertentu riwayat penyakit alamiah.[17]

Suatu penelitian di Jepang membandingkan antara modifikasi gaya hidup, pemberian sulfonilurea (SU), dan pioglitazone (PIO) pada pasien diabetes melitus dengan onset <5 tahun. Penelitian ini terdiri dari dua fase (fase 1 sebagai masa pengobatan dan fase 2 sebagai masa berhenti pengobatan), dan tiap fase berlangsung maksimal 18 bulan.[11]

Hasil menunjukkan bahwa penurunan HbA1c pada periode fase 1 signifikan pada kelompok SU dan PIO, dengan hasil lebih menonjol pada kelompok SU pada 6 bulan pertama. Durasi HbA1c yang dipertahankan pada <6,2% pada fase 2 lebih lama pada kelompok PIO dibandingkan kelompok lain. Peneliti menyimpulkan bahwa tata laksana dengan PIO memberikan waktu remisi hiperglikemia paling lama setelah penghentian obat pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2.[11]

Penelitian lain yang melibatkan 184 pasien dengan DM tipe 2 dengan perjalanan penyakit ≤3 tahun membuktikan adanya efek remisi dari metformin dan canagliflozin setelah 3 bulan terapi dan penghentian obat selama 1 tahun. Kadar HbA1c terjaga <6,5% selama 1 tahun follow-up dan tidak ada komplikasi yang terjadi.[18]

Implikasi pada Praktik Klinis

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa pasien yang mengalami remisi mungkin dipertimbangkan untuk penghentian obat diabetes oral, sambil terus menjalani modifikasi gaya hidup. Remisi sendiri menurut American Diabetes Association (ADA) didefinisikan sebagai berikut:

  • Remisi “parsial” dianggap terjadi ketika hiperglikemia di bawah ambang diagnostik diabetes dipertahankan tanpa farmakoterapi aktif minimal 1 tahun
  • Remisi “lengkap” digambarkan sebagai kadar glukosa normal tanpa farmakoterapi selama 1 tahun
  • Remisi “berkepanjangan” digambarkan sebagai remisi lengkap bertahan selama 5 tahun atau lebih tanpa farmakoterapi[19]

Kadar HbA1c <6,5% dan/atau glukosa plasma puasa 100–125 mg/dL digunakan untuk mendefinisikan remisi parsial, sedangkan kadar HbA1c normal dan kadar glukosa puasa <100 mg/dL (5,6 mmol/L) diperlukan untuk remisi total.[19]

Kesimpulan

Penghentian obat diabetes oral pada pasien dengan kadar HbA1c normal mungkin dilakukan dengan memperhatikan beberapa pertimbangan, yaitu kadar HbA1c <6,5% dan/atau glukosa plasma puasa 100–125 mg/dL selama minimal 1 tahun tanpa terapi medikamentosa. Penghentian obat ini dilakukan pada pasien dengan penyakit diabetes tahap awal di mana masih ada respons terhadap monoterapi.

Modifikasi gaya hidup tetap harus dijaga untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal, antara lain dengan menjaga berat badan dalam rentang normal, olahraga teratur, mengurangi asupan karbohidrat, berhenti merokok, dan menghindari alkohol. Pemeriksaan HbA1c harus dilakukan ulang setidaknya setiap tahun setelahnya, disertai dengan pemeriksaan berkala untuk potensi komplikasi diabetes.

Namun, mengingat masih terbatasnya bukti klinis tentang keamanan penghentian terapi ini dalam jangka waktu yang lebih panjang, penghentian perlu dipertimbangkan dengan berhati-hati dan disesuaikan dengan kondisi klinis masing-masing pasien. Ke depannya studi klinis lebih lanjut diperlukan untuk mengonfirmasi perbandingan manfaat dan risiko penghentian obat diabetes.

Referensi