Cara Mengatasi Permasalahan pada Pemasangan Kateter Interkostal dan Water Seal Drainage

Oleh :
dr. Gilang Pradipta Permana

Dokter muda seringkali dihadapkan pada tanggung jawab untuk memeriksa dan menangani masalah pasien yang telah menjalani tindakan pemasangan kateter interkostal dan water seal drainage. Prosedur ini merupakan tindakan yang sering dilakukan untuk mengatasi situasi seperti pneumotoraks dan efusi pleura, namun dapat menyebabkan berbagai komplikasi dengan tingkat kejadian yang beragam.[1]

Komplikasi Tindakan Kateter Interkostal

Pada penelitian Platnick et al, faktor risiko terjadinya komplikasi adalah pemasangan yang dilakukan di ruang emergensi, pemasangan oleh dokter emergensi, dan pasien dengan BMI >30 kg/m2. Komplikasi tindakan kateter interkostal dapat dibagi menjadi 5 kategori, yaitu:

  1. Komplikasi pemasangan (insertional), seperti terjadinya cedera pada organ intratoraks atau ekstratoraks dalam 24 jam pemasangan kateter
  2. Komplikasi posisi (positional), seperti terjadinya erosi pada organ, kateter terlipat (kinking), obstruksi, atau terjepit di fisura paru yang terjadi setelah 24 jam pemasangan
  3. Komplikasi pelepasan (removal), seperti udara atmosfer yang dapat masuk ke rongga toraks jika area bekas tusukan tidak tertutup dengan baik ketika pelepasan atau corpus alienum yang tertinggal di rongga toraks
  4. Infeksi (infectious), yang dapat terjadi akibat dari tindakan sterilisasi yang kurang baik, maupun perkembangan dari empiema
  5. Malfungsi (malfunction), yang terjadi karena adanya masalah pada alat-alat yang dipakai saat tindakan maupun kesalahan tenaga kesehatan[1,2]

Permasalahan Kateter Interkostal dan Water Seal Drainage

Pemasangan Ektopik

Pemasangan ektopik merupakan salah satu komplikasi yang paling sering terjadi dari tindakan pemasangan kateter interkostal, yaitu sekitar 10%  dari total kasus. Insiden akan lebih tinggi pada pasien kritis, obesitas, dan fraktur iga serta penggunaan trokar saat insersi.

Sebesar 15–20% kasus ektopik terjadi karena pemasangan kateter tidak mencapai rongga pleura namun hanya mencapai jaringan subkutan. Kateter yang berada di subkutan tidak bisa berfungsi normal sehingga tidak membuat cairan pada chamber berfluktuasi.[1, 3,4]

Perdarahan

Perdarahan yang terjadi pasca tindakan kateter toraks dapat diakibatkan karena laserasi arteri interkostal maupun cedera pada organ sekitar lokasi tindakan. Laserasi pada arteri interkostal dapat menyebabkan hemotoraks. Perdarahan akibat hal ini tidak selalu tampak saat tindakan berlangsung atau setelah tindakan karena efek tamponade kateter terhadap arteri. Perdarahan bisa saja baru terdeteksi ketika kateter dilepas.[5]

Tindakan kateter interkostal dapat mencederai organ-organ di sekitar lokasi pemasangan. Organ yang sering terjadi cedera adalah paru dan diafragma, sedangkan cedera esofagus, jantung,  lambung, liver, dan lien  jarang terjadi.[4]

Kateter Tercabut (Dislodgement)

Tercabutnya kateter dapat terjadi terutama pada pasien yang perlu dilakukan tindakan reposisi berkala. Umumnya reposisi berkala dilakukan pada pasien dengan sakit kritis untuk mengurangi risiko ulkus dekubitus.[4]

Malfungsi Kateter dan Sistem Drainase

Malfungsi kateter dapat terjadi karena hal-hal seperti terputusnya tuba dari alat suction, obstruksi mekanik (contoh sumbatan cairan/clotting, kateter tertetuk/kinking), atau disfungsi sistem drainase.

Infeksi

Umumnya, kateter interkostal dapat berada di rongga pleura selama 2 minggu, kecuali kateter berbahan polyurethane yang sering digunakan untuk drainase empiema yang hanya dapat bertahan 3 hari. Pemasangan kateter interkostal lebih lama dari durasi tersebut dapat meningkatkan risiko infeksi.[5]

Infeksi dapat terjadi berupa infeksi kulit, otot, tulang, empiema, dan nekrosis akibat infeksi. Lokasi tindakan perlu diperiksa tanda-tanda infeksi ke jaringan yang lebih dalam, karena kateter merupakan tempat bakteri berkembang mulai dari tempat masuk, dinding dada, hingga ruang pleura. Faktor risiko terjadinya infeksi adalah diseksi jaringan lunak yang berlebihan dan kontaminasi saat tindakan. [4]

Cara Memeriksa Pasien dengan Kateter Interkostal yang Telah Dipasang

Dokter perlu memantau keadaan umum, tanda-tanda vital, dan SpO2 pasien karena dapat terjadi keluhan maupun komplikasi seperti yang dijelaskan sebelumnya. Setelah kateter interkostal terpasang, akan ada cairan ataupun udara yang keluar dari tuba ke sistem drainase. Cairan akan keluar pada kasus seperti empiema, efusi pleura, maupun hemotoraks.

Sementara itu, pada kasus pneumotoraks, gelembung udara akan terlihat pada air di tabung water seal drainage (WSD) yang menandakan udara keluar dari rongga pleura dan paru kembali mengembang. Namun, gelembung udara bisa juga timbul karena tuba terlepas dari toraks. Cara memastikan tuba tetap paten ke rongga toraks adalah dengan melihat fluktuasi cairan pada tuba yang terjadi seiring irama nafas pasien.[6]

Cara Mengatasi Permasalahan yang Umum Dijumpai

Mengingat berbagai permasalahan dapat terjadi setelah pemasangan kateter interkostal, dokter perlu memahami prinsip penanganan masalah-masalah tersebut.

Posisi yang Salah

Prinsip penanganan kateter interkostal ektopik adalah memasang kateter baru yang berfungsi, kemudian melepas kateter yang salah posisi. Penggantian kateter ini dapat dilakukan dengan bantuan arahan CT scan, USG, maupun dengan teknik “open removal”. Selain itu, konfirmasi lokasi pemasangan dapat dilakukan dengan rontgen toraks.[1, 3, 4]

Saturasi Oksigen Rendah/Sesak Napas

Saturasi oksigen yang rendah atau sesak napas dapat terjadi karena adanya pneumotoraks pasca tindakan, maupun hal lain seperti tidak berjalannya sistem drainase dengan baik. Perlu mencari tahu lebih lanjut penyebab dasar dari sesak nafas pasien. Pemeriksaan rontgen toraks dapat dilakukan jika ada kecurigaan pneumotoraks pasca tindakan yang ditandai adanya gejala sesak pada pasien pasca tindakan aspirasi pleura.[4]

Nyeri Dada

Nyeri dada dapat terjadi pasca pemasangan kateter interkostal. Secara umum, pasien dapat diberikan analgesik yang disesuaikan dengan kondisi nyeri pasien. Pilihan yang dapat diberikan seperti non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) oral atau IV (seperti ketorolac), opioid, maupun blok saraf interkostal.[7]

Cairan Drain Tidak Berfluktuasi

Cairan pada tuba yang tidak berfluktuasi pada saat batuk atau respirasi adalah tanda terjadinya obstruksi maupun sudah terjadinya ekspansi paru. Ekspansi paru dapat dipastikan dengan pemeriksaan rontgen. Pada kasus obstruksi, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan identifikasi penyebab obstruksi seperti tuba tertekuk dan adanya sumbatan pada tuba.

Pada kasus tuba tertekuk, lakukan perbaikan posisi dengan manipulasi yang tidak agresif. Pastikan posisi tuba tidak mengganggu pergerakan pasien dan tidak berkelok-kelok. Disfungsi dari sistem drainase atau adanya kontaminasi pada tuba yang signifikan perlu diatasi dengan mengganti drainase atau tuba.[4,8]

Drain Tidak Bergelembung

Gelembung udara pada sistem drainase menandakan adanya udara keluar dari paru (pada kasus pneumotoraks). Namun, gelembung udara yang keluar konstan atau intermiten dapat pula mengindikasikan adanya kebocoran pada sistem drainase. Periksalah sistem tuba untuk mengetahui penyebab kebocoran tersebut.

Sedangkan jika tidak ada gelembung udara, maka tidak ada udara yang keluar dari paru. Lakukan evaluasi ulang terhadap pasien apakah tetap memerlukan pemasangan kateter interkostal atau dapat dilepas. Contoh pada kasus pneumotoraks, hal yang dapat dilakukan adalah melakukan pemeriksaan fisik dan rontgen toraks untuk evaluasi ekspansi paru.[8]

Bekuan Darah dalam Drainase

Mayoritas kasus sumbatan cairan akan bersih secara spontan tanpa manipulasi. Tindakan lain yang dapat dilakukan saat sumbatan tuba adalah tindakan manipulasi seperti milking, stripping, dan fan folding, namun ada risiko meningkatkan perdarahan dan sumbatan tuba oleh jaringan.[4]

Milking melibatkan pemijatan lembut pada tabung, sementara stripping melibatkan pemerasan atau kompresi manual pada tabung untuk mendorong materi yang terakumulasi ke arah sistem drainase. Fan folding, atau lipatan kipas, merupakan teknik untuk mencegah penyekatan atau kelengkungan pada tabung dengan melipatnya ke depan dan ke belakang seperti akordeon, tetapi perlu dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan tabung.

Infeksi

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi infeksi adalah melepas kateter, pemberian antibiotik, atau intervensi bedah sesuai kasus. Infeksi yang perlu diwaspadai adalah nekrosis jaringan fascia (fasciitis nekrosis) yang dapat memburuk dengan cepat dan mengancam nyawa.

Pada awalnya, selulitis dan fasciitis nekrosis akan sulit dibedakan. Seiring waktu, fasciitis nekrosis akan memberikan tanda krepitus pada subkutis. Tindakan yang perlu dilakukan adalah bedah debridement segera dan pemberian antibiotik.

Infeksi berat lain yang dapat terjadi adalah osteomielitis. Tanda yang dapat muncul adalah bengkak pada dinding dada dan keluar cairan dari sinus dinding dada. Pemberian antibiotik juga diindikasikan pada osteomielitis.[4]

Kehilangan Cairan secara Cepat

Pada kasus efusi pleura, maksimum cairan yang dapat dikeluarkan adalah 1,5 liter di satu jam pertama. Setelahnya, kecepatan cairan perlu dikurangi agar mengurangi risiko terjadinya re-expansion pulmonary edema.[6]

Kehilangan Darah secara Cepat

Dokter perlu waspada jika ada gejala perdarahan yang berdenyut, darah merah gelap, nafas pasien menjadi pendek, takikardi dan hipotensi karena dapat menjadi tanda komplikasi perdarahan yang serius. Tindakan yang dapat dilakukan adalah penggantian volume darah yang hilang, mengklem kateter dan tindakan operasi terhadap arteri yang terdampak.[4]

Kateter Terlepas (Dislodgement)

Ketika kateter toraks tercabut, perlu dilakukan evaluasi ulang indikasi pemasangan kateter. Jika masih dibutuhkan pemasangan kateter, perlu memilih lokasi baru pemasangan kateter. Tindakan untuk mengurangi risiko kateter tercabut adalah jahitan untuk fiksasi kateter dan jahitan untuk menutup luka insisi. Benang yang dapat dipakai adalah benang non-absorbable besar dengan teknik jahitan simple interrupted.[4]

Kesimpulan

Pemasangan kateter interkostal dapat menyebabkan berbagai komplikasi sehingga perlu pemahaman kasus dan tindakan untuk mengatasi komplikasi. Komplikasi yang sering terjadi seperti pemasangan ektopik, perdarahan, kateter tercabut, malfungsi dari kateter dan sistem drainase serta infeksi.

Dokter perlu memantau keadaan umum, tanda-tanda vital, SpO2, dan fungsi drainase pasca pemasangan kateter interkostal mengingat dapat terjadinya komplikasi. Tanda yang dapat dipantau dari fungsi drainase adalah keluarnya udara atau cairan (bergantung kasus) pada tuba ke sistem drainase.

Prinsip-prinsip penanganan meliputi repositioning kateter, penilaian rontgen toraks, dan strategi pengelolaan nyeri. Dalam kasus-kasus yang lebih kompleks, seperti infeksi atau perdarahan serius, penggantian kateter atau intervensi bedah mungkin diperlukan.

Referensi