Peresepan vitamin B kompleks dalam praktik sehari-hari sering dilakukan tanpa indikasi klinis dan hanya berdasarkan mitos medis bahwa akan meningkatkan energi. Vitamin B merupakan vitamin larut air yang relatif aman bila diberikan dengan sesuai. Meskipun demikian, klinisi perlu mengetahui adanya efek samping bila vitamin B diberikan dalam dosis yang berlebihan.
Komposisi dan jumlah dari vitamin B kompleks dapat berbeda-beda tergantung dari masing-masing pabrik. Kandungan yang terdapat dalam vitamin B kompleks secara umum meliputi:
- Thiamin (vitamin B1)
- Riboflavin (vitamin B2)
- Niasin (vitamin B3)
- Asam pantotenik (vitamin B5)
- Piridoksin (vitamin B6)
- Biotin (vitamin B7)
- Asam folat (vitamin B9)
- Cyanocobalamin (vitamin B12)
Anjuran untuk dosis vitamin B yang dibutuhkan penting untuk diketahui untuk meminimalkan efek samping yang dapat terjadi.[1] Sumber utama vitamin B adalah dari asupan makanan sehari-hari. Secara umum, vitamin B dapat ditemukan pada tumbuhan, kecuali vitamin B12 yang disintesis oleh bakteri dan umumnya ditemukan pada makanan hewani.[1,2]
Angka Kecukupan Gizi (AKG) merupakan kebutuhan rata-rata suatu komponen gizi setiap harinya dan dapat diaplikasikan pada populasi yang sesuai. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan referensi untuk Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang telah diperbaharui pada tahun 2019. Tabel 1 menunjukkan AKG dari setiap komponen vitamin B pada laki-laki dan wanita dewasa (di atas usia 18 tahun).[3]
Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi Vitamin B
Rekomendasi | Vit. B1 (mg) | Vit. B2 (mg) | Vit. B3 (mg) | Vit. B5 (mg) | Vit. B6 (mg) | Vit. B7 (mcg) | Vit. B9 (mcg) | Vit. B12 (mcg) |
Laki-laki dewasa | 1.2 | 1.3 | 16 | 5.0 | 1.3 | 30 | 400 | 4.0 |
Wanita dewasa* | 1.1 | 1.1 | 14 | 5.0 | 1.3 | 30 | 400 | 4.0 |
*wanita dewasa yang hamil atau menyusui memiliki AKG yang berbeda |
Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia[3]
Pemberian vitamin B sebaiknya diberikan pada kondisi-kondisi defisiensi, antara lain malnutrisi, penyakit beri-beri, pellagra, dan anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 [4-6]. Selain itu, asupan tinggi vitamin B juga disarankan untuk orang-orang yang mengonsumsi alkohol dalam jumlah tinggi. Hal ini karena kelompok populasi alkoholik cenderung memiliki defisiensi vitamin B.[7]
Vitamin sintetik dibuat untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang tidak dapat terpenuhi karena adanya perubahan asupan makanan. Sebagai contoh, pada negara dengan empat musim, asupan vitamin pada musim dingin relatif lebih rendah karena sayur-sayuran tidak dapat tumbuh pada musim ini. Namun, perlu diingat bahwa manusia adalah makhluk yang dapat beradaptasi. Terkait dengan contoh sebelumnya, pada musim panas, vitamin dapat keluar melalui keringat dan minyak, sedangkan saat musim dingin pengeluaran ini berkurang. Lebih lanjut lagi, pada asupan yang cukup dan kondisi yang normal, manusia dapat menyimpan vitamin dalam jumlah tertentu. Hal ini dapat dilihat dari jeda antara kurangnya asupan dengan terjadinya manifestasi klinis pada defisiensi vitamin tertentu. Oleh karena itu, pemberian suplementasi vitamin setiap hari pada kondisi asupan yang baik sebenarnya tidak diperlukan.[8]
Dalam sebuah studi kohort prospektif, ditemukan bahwa ada hubungan antara asupan vitamin B6 serta B12 yang berlebihan dan peningkatan kejadian fraktur pada wanita pasca menopause meskipun benang merah patomekanismenya masih belum diketahui dengan pasti.[9]
Zhou et al. dalam kajiannya menjelaskan bahwa pemberian vitamin B berlebihan dapat memicu obesitas karena beberapa vitamin B bekerja pada jalur anabolisme lemak dalam tubuh (sintesis lemak dari protein dan karbohidrat). Kedua, resistensi insulin dapat terjadi pada konsumsi suplemen vitamin B yang berlebihan. Reaksi antara glukosa dengan nikotinamid dapat menimbulkan reactive oxygen species (ROS) yang dapat berujung pada resistensi insulin yang merupakan salah satu penyebab dari obesitas.[8]
Efek Samping Vitamin B1 (Thiamine)
Kelebihan vitamin B1 (thiamine) di dalam tubuh akan disimpan di liver dan eritrosit dalam batas tertentu dalam bentuk TPP (thiamine pyrophosphate). Sejauh ini, tidak ada batas atas rekomendasi pemberian thiamine. Hal ini disebabkan karena belum adanya laporan efek samping terkait dengan pemberian suplemen thiamine yang berlebihan.[10,11]
Efek Samping Vitamin B2 (Riboflavin)
Vitamin B2 (riboflavin) relatif aman untuk dikonsumsi dan kelebihannya akan dikeluarkan oleh ginjal melalui urine dan menyebabkan urine berwarna kuning cerah. Penggunaan dosis yang tinggi (>100 mg) memiliki potensi menjadi hepatotoksik, sitotoksik, serta kerusakan lensa dan retina akibat adanya pajanan cahaya.[12]
Efek Samping Vitamin B3 (Niasin)
Salah satu efek samping dari kelebihan vitamin B3 adalah flushing atau kulit wajah kemerahan yang dapat disertai dengan rasa hangat dan gatal pada kulit. Dosis 50 mg per hari pernah dapat menyebabkan flushing. Selain itu, efek samping niasin yang dapat timbul adalah gejala gastrointestinal, flu-like symptoms, dan gejala seperti kesemutan.[13]
Efek Samping Vitamin B5 (Asam Pantotenik)
Asam pantotenik memiliki efek samping yang sangat sedikit sehingga tidak ada upper limit yang ditetapkan. Menurut Food Standards Agency di Inggris, konsumsi suplementasi asam pantotenik (di luar asupan sehari-hari) masih dikatakan tidak memiliki efek samping.[14]
Efek Samping Vitamin B6 (Piridoksin)
Upper Limit konsumsi vitamin B6 (piridoksin) di Eropa adalah 50 mg per hari karena adanya laporan gangguan neurologis pada dosis ini.[15] Dalam sebuah laporan kasus keracunan piridoksin, gejala yang timbul tidak hanya manifestasi neuropati dari jaringan saraf besar, tetapi juga jaringan saraf kecil dan sistem saraf otonom. Secara umum, manifestasi gejala neurologis yang timbul adalah gangguan sensori yang progresif (terdistribusi stocking-glove). Meskipun demikian, gejala motorik seperti gangguan gait juga pernah dilaporkan.[16]
Efek Samping Vitamin B7 (Biotin)
Biotin pada umumnya dianggap aman untuk digunakan. Dalam sebuah studi pada tikus, ditemukan bahwa tikus yang diberi perlakuan suplementasi biotin sebanyak 97,7 mg per kilogram berat badan mengalami perubahan struktural dan fungsional dari testisnya dibandingkan dengan tikus dari kelompok kontrol yang diberikan biotin sebanyak 1,76 mg per kilogram berat badan. Hal ini berpotensi mengurangi spermatogenesis. Namun, hal ini belum pernah diteliti di manusia.[17]
Efek samping lain yang berpotensi terjadi akibat tingginya kadar biotin dalam darah adalah gangguan interpretasi hasil laboratorium yang menggunakan teknik biotin-streptavidin binding kinetics. Pemeriksaan laboratorium yang dapat terganggu akibat hal ini antara lain pemeriksaan fungsi tiroid, hormon paratiroid, pemeriksaan elektrolit, dan troponin. Oleh sebab itu, pengecekan hasil laboratorium perlu disesuaikan dengan klinis.[18]
Efek Samping Vitamin B9 (Asam Folat)
Asam folat digunakan oleh tubuh salah satunya adalah untuk proses metabolisme sintesis DNA. Sehingga, kelebihan asam folat diduga dapat memicu terjadinya kanker yang diakibatkan dari peningkatan aktivitas sintesis DNA dan replikasi sel. Hal ini diperberat dengan tingginya UFA (unmetabolized folic acid) dapat mengurangi aktivitas dari natural killer cell. Meskipun demikian, dosis asam folat yang berhubungan dengan karsinogenesis belum diketahui secara pasti.
Kedua, suplementasi asam folat yang berlebihan berpotensi memberikan efek masking pada anemia megaloblastik yang dapat juga disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. Ketiga, efek samping hepatotoksisitas dapat terjadi pada asupan asam folat yang berlebihan. Keempat, interaksi UFA dengan antikonvulsan seperti phenytoin, carbamazepine, dan phenobarbital justru berpotensi menyebabkan kejang.[19]
Efek Samping Vitamin B12 (Cyanocobalamin)
Secara umum, cyanocobalamin aman untuk diberikan dan efek sampingnya jarang dilaporkan. Efek samping yang dapat timbul antara lain gangguan kulit, seperti kemerahan, gatal, dan urtikaria; gangguan sistem saraf, seperti rasa cemas dan insomnia; dan gangguan saluran cerna, seperti mual, muntah, dan diare. Dalam sebuah laporan kasus, erupsi akneiformis juga dapat timbul akibat hiperkobalaminemia.[20]
Kesimpulan
Vitamin B kompleks merupakan suplementasi makanan yang banyak diberikan. Kandungan vitamin B dan kadarnya berbeda-beda pada setiap tablet yang diproduksi oleh pabrik yang berbeda. Vitamin B kompleks pada umumnya jarang dilaporkan menyebabkan efek samping. Pada orang tanpa kondisi medis yang membutuhkan vitamin, suplementasi vitamin B dapat berpotensi menyebabkan efek samping dari ringan hingga berat, seperti gangguan neurologis. Selain itu, perlu juga diperhatikan ada tidaknya interaksi antara vitamin B dengan obat yang saat ini dikonsumsi pasien. Contohnya, pemberian asam folat berlebihan dapat berinteraksi dengan obat antikonvulsan.
Klinisi perlu mengetahui komposisi dan kadar masing-masing vitamin B yang terkandung dalam vitamin B kompleks yang akan diberikannya. Vitamin B kompleks seharusnya tidak diberikan tanpa indikasi yang spesifik. Selain itu, peresepan vitamin B komplek untuk jangka waktu yang panjang atau dalam dosis besar perlu pemantauan klinis.