Antibiotik profilaksis sering diberikan pada pasien trauma toraks yang memerlukan pemasangan kateter interkostal atau chest tube. Hal ini bertujuan untuk menurunkan risiko infeksi intratoraks, seperti epiema dan pneumonia. Meski demikian, bukti ilmiah yang tersedia menunjukkan hasil yang bertentangan terkait manfaat antibiotik profilaksis untuk mencegah risiko infeksi tersebut.[1,2]
Rasionalisasi Pemberian Antibiotik Profilaksis pada Pemasangan Kateter Interkostal Terkait Trauma Toraks
Cedera toraks berkontribusi sebesar 60% dari semua kasus trauma. Sekitar 30% dari pasien cedera toraks dilaporkan mengalami pneumothorax, hemothorax, atau hemopneumothorax. Kondisi tersebut dapat ditangani dengan observasi menggunakan pemeriksaan radiologis serial, ataupun pemasangan kateter interkostal (chest tube atau tube thoracostomy).
Antibiotik profilaksis banyak digunakan pada prosedur bedah untuk mengurangi risiko infeksi insisional. Pada prosedur pemasangan kateter interkostal, antibiotik profilaksis diberikan untuk mencegah empiema atau pneumonia akibat masuknya flora kulit ke dalam rongga toraks yang steril. Apabila terjadi, pengobatan empiema biasanya mencakup prosedur invasif lebih lanjut yang dapat memperpanjang lama rawat pasien dan meningkatkan risiko mortalitas.[3,4]
Bukti Ilmiah Efikasi Pemberian Antibiotik Profilaksis pada Prosedur Kateter Interkostal
Bukti ilmiah terkait efikasi antibiotik profilaksis dalam mencegah infeksi intratoraks terkait pemasangan kateter interkostal pada pasien trauma toraks masih saling bertentangan. Sebuah studi prospektif observasional (2019) melibatkan 1887 pasien trauma toraks yang menjalani pemasangan kateter interkostal. Dalam studi ini, antibiotik profilaksis yang paling sering diberikan adalah cefazolin. Hasil studi menunjukkan bahwa pemberian antibiotik profilaksis tidak menghasilkan perbedaan signifikan terhadap kejadian empiema dan pneumonia. Pada analisis subgrup, dilaporkan adanya penurunan risiko empiema terkait pemberian antibiotik profilaksis pada pasien dengan trauma tembus.[2]
Berbeda dengan hasil tersebut, tinjauan sistematik (2019) terhadap 12 uji klinis dengan total 1263 pasien menunjukkan bahwa pemberian antibiotik profilaksis efektif dalam menurunkan risiko empiema dan pneumonia. Dalam studi ini, pemberian antibiotik ditemukan menghasilkan relative risk (RR) 0,25 untuk empiema dan 0,41 untuk pneumonia. Hasil serupa juga didapatkan dalam tinjauan sistematik lain (2022) dimana pemberian antibiotik profilaksis dilaporkan menghasilkan odds ratio (OR) 0,47 untuk empiema.[1,4]
Meta analisis lain (2021) mengevaluasi hasil dari 12 uji klinis dan 1 studi observasional, dengan total 1877 partisipan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian antibiotik profilaksis menghasilkan penurunan risiko infeksi dengan OR 0,6. Manfaat ini ditemukan lebih besar pada kelompok pasien dengan cedera tembus (penetrating injury).[5]
Risiko Penggunaan Antibiotik Profilaksis
Pemberian antibiotik profilaksis bukanlah sebuah intervensi yang tidak membawa risiko. Penggunaan antibiotik yang tidak pada tempatnya akan memaparkan pasien pada risiko medis yang dapat dihindari. Ini mencakup peningkatan resistensi antibiotik dan infeksi Clostridium difficile. Infeksi C.difficile memiliki tingkat mortalitas yang tinggi. Oleh karenanya, pertimbangan klinis yang cermat diperlukan dalam menentukan kapan dan bagaimana antibiotik diberikan.[4]
Kesimpulan
Bukti ilmiah yang tersedia menunjukkan hasil yang bertentangan terkait manfaat pemberian antibiotik profilaksis pada pasien trauma toraks yang menjalani pemasangan kateter interkostal (chest tube atau tube thoracostomy). Satu studi observasional prospektif menunjukkan bahwa pemberian antibiotik profilaksis tidak membawa manfaat signifikan dalam menurunkan risiko empiema dan pneumonia. Meski demikian, tinjauan sistematik dan meta analisis yang tersedia menunjukkan bahwa antibiotik profilaksis menurunkan risiko infeksi secara signifikan, terutama pada pasien dengan cedera tembus (penetrating injury).
Uji klinis acak terkontrol skala besar masih diperlukan sebelum kesimpulan yang lebih definitif dapat diambil. Studi lanjutan juga diperlukan untuk memandu seleksi pasien yang akan mendapat manfaat lebih besar dari pemberian antibiotik profilaksis, serta memandu pilihan dan durasi pemberian antibiotik.