Studi-studi terdahulu menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid dosis tinggi berhubungan dengan peningkatan luaran pada pasien cedera medula spinalis akut. Namun, beberapa studi terkini mulai mempertanyakan peran dan manfaatnya. Bahkan, pedoman klinis terkini sudah banyak yang tidak lagi merekomendasikan steroid.
Cedera medula spinalis merupakan suatu kejadian traumatik yang dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sensorik, motorik, ataupun otonom. Terdapat sekitar 500.000 kasus trauma medula spinalis setiap tahunnya, yang sering kali menyebabkan gangguan neurologis permanen dan memengaruhi kualitas hidup dan kesintasan secara signifikan. Penyebab tersering dari cedera medula spinalis akut adalah kecelakaan lalu lintas, jatuh, penganiayaan, dan olahraga yang memicu adrenalin.[1-3]
Mekanisme Kerja Steroid pada Kasus Cedera Medula Spinalis
Secara umum, terdapat dua mekanisme cedera pada trauma medula spinalis atau spinal cord injury. Cedera primer berkaitan dengan kerusakan langsung akibat efek destruksi dari kekuatan fisik yang dapat menyebabkan disfungsi mekanik dari medula spinalis, termasuk gangguan akson, pembuluh darah, dan membran sel.
Selain itu, terdapat juga cedera sekunder yang berkaitan dengan mekanisme yang terjadi setelah trauma, misalnya disrupsi dari sawar darah-medula yang mengakibatkan infiltrasi sel inflamasi, pelepasan sitokin proinflamasi, inisiasi kaskade proapoptosis, pelepasan neurotransmiter eksitatorik, dan iskemia.[4]
Steroid, dalam hal ini methylprednisolone, diduga akan bermanfaat dalam kasus cedera medula spinalis dengan memediasi cedera sekunder. Methylprednisolone diduga akan menghambat peroksidasi lipid, inflamasi, dan iskemia. Hal ini diharapkan dapat mencegah dan mengurangi kerusakan saraf akibat cedera sekunder.[5]
Basis Bukti Ilmiah Terdahulu
Studi awal yang mendalami penggunaan methylprednisolone (MP) untuk cedera medula spinalis akut adalah NASCIS (National Acute Spinal Cord Injury Studies). NASCIS-1 mengevaluasi manfaat pemberian methylprednisolone 1000 mg loading dose yang diikuti dengan 250 mg per 6 jam selama 10 hari; dibandingkan dengan loading 100 mg dilanjutkan dengan 25 mg per 6 jam selama 10 hari. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam perbaikan fungsi motorik 6 minggu hingga 6 bulan.[6]
Studi tersebut kemudian dilanjutkan dengan NASCIS-2 yang melakukan uji klinis acak terhadap 487 pasien dengan trauma akut kurang dari 12 jam. Partisipan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu methylprednisolone 30 mg/kg bolus dilanjutkan 5,4 mg/kg/jam selama 23 jam; naloxone 5,4 mg/kg bolus dilanjutkan dengan 4 mg/kg/jam selama 23 jam; dan placebo.[7]
Analisis primer menunjukkan tidak ada signifikansi pada perbaikan motorik. Namun, analisis subgrup sekunder menunjukkan adanya hasil yang signifikan terkait perbaikan fungsi motorik pada pasien yang mendapatkan terapi methylprednisolone dalam 8 jam awitan trauma.[7]
Selanjutnya, dilakukan studi NASCIS-3 yang bertujuan mencari durasi terapi ideal untuk pemberian methylprednisolone. Studi ini melibatkan 499 pasien yang dibagi dalam 3 kelompok dengan durasi terapi yang berbeda. Studi ini menunjukkan bahwa durasi pengobatan selama 24 jam sudah cukup untuk menghasilkan perbaikan fungsi motorik yang signifikan pada pasien dengan awitan cedera di bawah 3 jam.[8]
Sementara itu, pada pasien dengan awitan cedera 3-8 jam, dibutuhkan durasi terapi selama 48 jam untuk mendapatkan hasil yang signifikan, walaupun dengan peningkatan risiko infeksi, termasuk pneumonia berat dan sepsis.[8]
Basis Bukti Ilmiah Terbaru Terkait Manfaat Steroid dalam Tata Laksana Cedera Medula Spinalis Akut
Pada tahun 2012, dipublikasikan sebuah tinjauan sistematik Cochrane yang mengevaluasi hasil dari 8 uji klinis. Hasil tinjauan menunjukkan bahwa methylprednisolone dosis tinggi adalah satu-satunya steroid yang terbukti efektif dalam uji klinis acak terkontrol fase III untuk tata laksana cedera medula spinalis, jika diberikan dalam 8 jam awitan cedera. Satu studi yang dianalisis mengindikasikan manfaat pemberian dosis rumatan methylprednisolone hingga 24-48 jam. [9]
Berdasarkan tinjauan ini, banyak organisasi, termasuk American Association of Neurological Surgeons, merekomendasikan untuk tidak menggunakan methylprednisolone secara rutin pada kasus cedera medula spinalis traumatik akut. Selain itu, uji klinis terbaru untuk meneliti efikasi steroid dalam tata laksana cedera medula spinalis sangatlah terbatas karena beban klinis dan biaya yang tinggi.[3]
Pada Agustus 2019, Liu et al mempublikasikan meta analisis untuk mengevaluasi manfaat dan risiko dari penggunaan methylprednisolone dalam tata laksana cedera medula spinalis akut. Studi ini mengevaluasi 13 penelitian observasional dan 3 uji klinis acak terkontrol, dengan total sampel 1.863 partisipan. Hasil analisis menunjukkan bahwa methylprednisolone tidak berhubungan dengan perbaikan skor motorik dan insidensi peningkatan 1 derajat American Spinal Injury Association Impairment Scale.
Studi ini juga menunjukkan bahwa pemberian methylprednisolone tidak menghasilkan perbaikan luaran sensorik. Di lain pihak, pemberian methylprednisolone meningkatkan insidensi perdarahan gastrointestinal dan infeksi saluran napas. Liu et al menyimpulkan bahwa methylprednisolone tidak berhubungan dengan perbaikan luar klinis, dan malah dapat meningkatkan risiko adverse event pada pasien dengan cedera medula spinalis akut.[10]
Tinjauan sistematik dan meta analisis lain, yang melibatkan 5 uji klinis acak terkontrol dan 7 studi observasional, juga menunjukkan hasil serupa. Pada studi yang dipublikasikan di bulan Februari 2020 ini, pemberian methylprednisolone dalam 8 jam awitan tidak ditemukan efektif meningkatkan luaran jangka panjang dan pendek pada pasien dengan cedera medula spinalis akut. Selain itu, ditemukan peningkatan insidensi pneumonia dan hiperglikemia dibandingkan partisipan yang tidak mendapat steroid.[11]
Kesimpulan
Penelitian NASCIS (National Acute Spinal Cord Injury Studies) I hingga III telah menunjukkan potensi manfaat dari methylprednisolone dalam tata laksana cedera medula spinalis akut, tetapi studi yang ada selanjutnya tidak menemukan manfaat dan telah menunjukkan potensi risiko.
Berbagai meta analisis dan tinjauan sistematik terbaru telah mengevaluasi uji klinis acak terkontrol dan studi observasional terkait efikasi steroid dalam terapi cedera medula spinalis akut. Hasil menunjukkan bahwa pemberian methylprednisolone tidak berhubungan dengan peningkatan luaran neurologis pada pasien, bahkan dapat meningkatkan insidensi adverse event berat, termasuk sepsis dan pneumonia.
Saat ini, American Association of Neurological Surgeons dan Congress of Neurological Surgeons telah merekomendasikan untuk tidak menggunakan methylprednisolone secara rutin pada kasus cedera medula spinalis traumatik akut. Uji klinis acak terkontrol dengan skala lebih besar masih diperlukan sebelum kesimpulan yang lebih pasti dapat ditarik, meskipun beban klinis dan biaya yang tinggi masih menjadi penghalang pelaksanaannya.