Dampak Skoliosis pada Fungsi Respirasi

Oleh :
dr. Elisabet Augustina Sp.KFR

Dampak skoliosis pada fungsi respirasi salah satunya adalah penyakit paru restriktif karena perubahan alignment vertebra yang menyebabkan perubahan konfigurasi dinding dada. Hal ini kemudian berdampak pada struktur dalam rongga dada, yaitu saluran napas, paru–paru, sampai dengan jantung dan pembuluh darah besar.[1–3]

Skoliosis merupakan deformitas torsional vertebra secara tiga dimensi, yaitu kelengkungan ke lateral pada bidang frontal, rotasi aksial pada bidang horizontal, serta perubahan kurvatur di bidang sagital.

Whole,Spine,X-ray,Showing,A,Patient,With,Adolescent,Idiopathic,Scoliosis

Abnormalitas vertebra pada skoliosis menyebabkan kelainan secara langsung pada rongga dada akibat adanya hubungan yang kompleks antara vertebra, sternum dan costae. Hal ini akan mempengaruhi mekanisme fisiologis pernapasan. Bahkan pada skoliosis derajat ringan tanpa gejala, sudah terjadi disfungsi respirasi.[1–3]

Abnormalitas fungsi paru pada skoliosis umumnya berupa gangguan paru restriktif yang mulai terdeteksi saat sudut Cobb lebih dari 50–60°, sedangkan sudut Cobb >90° merupakan predisposisi gagal napas. Ragam dampak skoliosis pada sistem respirasi dapat terjadi pada paru, otot–otot pernapasan, jaringan ikat hingga saluran napas.[4,5]

Dampak Skoliosis pada Paru

Pada proses perkembangan paru, skoliosis dapat mempengaruhi jumlah alveolus jika deformitas rongga dada terjadi sebelum usia 4 tahun, sehingga menyebabkan hipoplasia paru.[4,6]

Gangguan paru tipe restriktif pada skoliosis dipengaruhi besar derajat sudut Cobb, lokasi kelengkungan, rotasi vertebra, serta hilangnya kurva kifosis pada segmen vertebra torakal. Semakin tinggi lokasi kelengkungan dari vertebra torakal, semakin berat kompresi sisi paru di sisi konveks skoliosis.

Rotasi vertebra turut menyebabkan pergeseran costae ke lateral, sehingga terjadi kompresi dan distorsi paru ke arah lateral. Perubahan volume paru ini menyebabkan penurunan fungsi paru, yaitu kapasitas paru total (total lung capacity/TLC) dan kapasitas vital. Didapatkan adanya korelasi antara kapasitas vital dengan sudut Cobb dan panjang kurva.[4,6]

Dampak Skoliosis pada Pola dan Saluran Napas

Abnormalitas konfigurasi rongga dada menurunkan compliance dinding dada. Perubahan tersebut akan menyebabkan pola napas dangkal dan cepat untuk meminimalisir kerja otot–otot pernapasan. Akan tetapi, konsekuensi yang terjadi adalah peningkatan dead space dari saluran napas.

Pola napas akan secara signifikan terganggu pada skoliosis derajat berat, yaitu sudut Cobb lebih dari 70°, baik saat aktivitas maupun istirahat. Laju napas akan meningkat sebagai kompensasi dari volume tidal yang lebih rendah. Pasien dengan skoliosis juga dapat dijumpai adanya kelainan pola napas hipopnea sentral dan/atau apnea yang berisiko hipoksia. Hal ini didapatkan terutama saat tidur fase rapid eye movement.[6]

Meskipun tidak umum, obstruksi jalan napas pada skoliosis bisa terjadi. Rotasi torakal menyebabkan pergeseran bronkus utama. Selain itu, dapat terjadi kompresi bronkus terhadap vertebra dan struktur di mediastinum. Hal ini menyebabkan obstruksi saluran napas mekanik, penurunan aliran udara ekspirasi dan peningkatan resistensi jalan napas.

Obstruksi saluran napas bawah dapat terjadi saat progresivitas skoliosis semakin memberat yang dapat reversible dengan pemberian bronkodilator. Hal ini mengindikasikan adanya respon berlebih dari jalan napas akibat inflamasi kronis menyebabkan sistem sekresi mukus buruk.[4,7,14]

Dampak Skoliosis pada Otot Pernapasan dan Jaringan Ikat

Melemahnya otot-otot respirasi terjadi akibat konfigurasi abnormal diafragma. Perubahan posisi vertebra berpengaruh terhadap penurunan kapasitasnya dan membuat kerja diafragma tidak efisien. Begitu pula dengan kerja otot interkosta dapat terganggu. Kontraksi otot pernapasan akan berubah akibat berubahnya panjang otot optimal, sehingga berisiko mechanical disadvantage.[4]

Mohammadi et al. membandingkan aktivitas listrik otot pernapasan pada pasien adolescent idiopathic scoliosis (AIS) dengan subyek sehat menggunakan surface elektromiografi (EMG). Pada hasil penelitian, didapatkan perbedaan yang signifikan antara otot pernapasan pasien AIS, terutama derajat berat, dengan subyek sehat pada saat istirahat. Otot yang lebih terkena dampak adalah otot interkosta eksterna, diikuti otot diafragma akibat terlalu teregang dan tidak mampu kembali ke posisi semula secara optimal.[8]

Penilaian kekuatan otot pernapasan dilakukan dengan alat manuvacuometer, yaitu pengukuran tekanan inspirasi maksimal atau maximal inspiratory pressure (MIP) dan tekanan ekspirasi maksimal atau maximal expiratory pressure (MEP). Pengukuran tekanan ini dilakukan dengan cara menilai usaha maksimal pada saat melawan saluran udara yang dihambat.

Martínez–Llorens et al. melakukan studi untuk menilai perbedaan kekuatan otot pernapasan pasien skoliosis dengan sudut Cobb lebih dari 40° yang dibandingkan dengan subyek sehat. Didapatkan hasil 83% subyek skoliosis (n=60) memiliki disfungsi otot–otot pernapasan dengan karakteristik penurunan maximal inspiratory (MIP) dan expiratory pressures (MEP).[9]

Tidak hanya pada otot, jaringan lunak juga dapat terkena dampak dari skoliosis. Jaringan lunak seperti ligamen, kapsul sendi kostovertebra dan kostotransversa dapat mengalami pemendekan dan kontraktur. Hal ini menyebabkan deformitas costae di mana akan terjadi peningkatan sudut costae di area konveks dan penurunan sudut di area konkaf.

Mobilitas rongga dada akan menurun terutama pada bagian konkaf, misalnya skoliosis torakal ke arah kanan akan menurunkan mobilitas sisi konkaf paravertebral kiri hemitoraks bagian posterior dan sisi konkaf hemitoraks kanan bagian anterior.[10]

Dampak Skoliosis pada Kapasitas Fisik

Penurunan kapasitas fisik sudah ditemukan pada pasien skoliosis derajat ringan. Hal ini ditandai keluhan mudah lelah hingga sesak saat latihan fisik.

Shen, et al melakukan studi pada pasien skoliosis dengan rerata usia 15 tahun dengan menggunakan cardiopulmonary exercise test (CPET) dengan alat sepeda ergometer. Didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara sudut Cobb >60° dengan saturasi oksigen yang lebih rendah, laju napas yang lebih meningkat dan volume ventilasi per menit lebih rendah.

Studi oleh Shen et al. ini juga menguji latihan submaksimal seperti uji jalan enam menit (six–minute walk test/6MWT) pada pasien skoliosis. Pada uji 6MWT juga didapatkan kapasitas latihan fungsional pasien skoliosis lebih rendah ditandai dengan jarak tempuh berjalan lebih rendah dibanding subyek normal.[11,12]

Barios, et al. dalam studinya mendapatkan adanya hubungan antara kelengkungan kurva >40° dengan penurunan kapasitas latihan akibat disfungsi otot pernapasan. Hal ini diperparah dengan adanya penurunan fungsi otot ekstremitas bawah.

Kapasitas latihan juga dipengaruhi oleh sistem kardiovaskular yang terganggu akibat peningkatan tekanan arteri pulmonal dan kompresi jantung akibat deformitas dinding dada. Penurunan diameter anterioposterior dada dan pergeseran jantung berhubungan dengan berkurangnya kemampuan untuk meningkatkan volume sekuncup (stroke volume) pada kondisi di mana terjadi peningkatan kebutuhan metabolisme, seperti saat latihan fisik.[13]

Kesimpulan

Skoliosis sebagai deformitas tulang belakang tidak hanya berdampak pada sistem muskuloskeletal. Adapun komplikasi yang paling berbahaya adalah gangguan sistem kardiorespirasi. Gangguan ini berhubungan terhadap pengembangan paru, perubahan efektivitas kerja otot pernapasan dan saluran napas hingga fisiologi kardiovaskular. Pada akhirnya skoliosis dapat menurunkan kapasitas fungsional latihan pasien. Semua dampak tersebut sudah dapat terjadi sejak skoliosis derajat ringan.

Hingga saat ini, kriteria operasi untuk koreksi skoliosis masih kontroversial, dan seringkali difokuskan pada sudut deformitas vertebra. Akan tetapi, sudah jelas bahwa penilaian fungsi respirasi juga penting bahkan untuk skoliosis ringan ketika mempertimbangkan waktu untuk intervensi operasi.

 

Referensi