Tamoxifen sudah secara luas dipergunakan dalam terapi infertilitas pada pria. Secara umum, tamoxifen digunakan dalam terapi berbagai jenis kanker payudara. Hal ini berkaitan dengan kerja utama obat ini yang dapat menghambat efek dari hormon estrogen yang berperan dalam perkembangan sel kanker payudara.
Tamoxifen termasuk dalam kategori selective anti-estrogen receptor modulator (SERM) yaitu obat yang menghambat kinerja dari hormon estrogen. Sudah sejak lama berbagai penelitian menelaah fungsi lain dari obat ini, termasuk dalam mengobati kejadian infertilitas pada pria.[1-3]
Mekanisme Aksi Tamoxifen dalam Mempengaruhi Kualitas Sperma
Tamoxifen digunakan dalam terapi infertilitas pria terutama pada kasus idiopatik normogonadotropik oligozoospermia. Tamoxifen dikenal dengan efek antiestrogennya yang bekerja pada reseptor estrogen di hipotalamus. Aksi ini akan memicu peningkatan sekresi gonadotropin releasing hormone (GnRH), yang kemudian memicu pelepasan gonadotropin yang akan menstimulasi gonad.[1,2]
Uji klinis yang dilakukan oleh Kotoulas et al, melakukan evaluasi terapi tamoxifen terhadap densitas, motilitas, vitalitas, dan morfologi sperma. Penelitian ini membagi subjek penelitian dalam dua kelompok. Grup A berjumlah 122 pria, mendapatkan terapi 10 mg tamoxifen dua kali sehari selama 3 bulan. Sementara itu, Grup B berjumlah 117 pria mendapatkan placebo untuk waktu yang sama.[2]
Seluruh subjek berada pada kondisi yang sehat, tanpa kelainan testis, dan tanpa gangguan hormon, tetapi memiliki masalah oligozoospermia (<20 x 106 mL) atau asthenozoospermia (>30% immotil spermatozoa pada 1 jam pertama). Hasil penelitian menunjukan bahwa terapi tamoxifen terbukti secara statistik memberikan efek peningkatan densitas sperma, penurunan jumlah sperma imotil, peningkatan jumlah sperma hidup (vitalitas), dan penurunan jumlah sperma abnormal.[2]
Peningkatan densitas sperma, setelah terapi tamoxifen, diduga terjadi akibat stimulasi spermatogenesis oleh follicle-stimulating hormone (FSH) dan testosteron akibat efek tamoxifen pada aksis hipotalamus. Namun demikian, peningkatan signifikan dari densitas sperma hanya ditemukan pada kasus oligozoospermia hingga oligozoospermia berat dan bukan pada kasus normozoospermia. Hal ini mengonfirmasi efikasi terapi dari tamoxifen lebih bermanfaat pada kasus oligozoospermia.[2]
Penelitian Kotoulas et al juga menunjukan bahwa setelah diberikan terapi jumlah spermatozoa hidup meningkat secara signifikan. Kondisi ini diduga disebabkan karena tamoxifen mempengaruhi fase awal dari maturasi spermatozoa dan bukan pada fase lanjutan (proses pematangan sperma di sepanjang saluran genitalia).[2]
Pemberian Tamoxifen pada Infertilitas Pria
Tamoxifen, pada kasus infertilitas pria diindikasikan untuk :
- Infertilitas idiopatik
- Oligoasthenoteratozoospermia: jumlah sperma kurang dari normal dan motilitas kurang baik
- Non-obstruktif azoospermia: tidak adanya sperma pada ejakulat
Konsumsi harian tamoxifen 20 mg pada pria dengan disfungsi seksual selama 6 bulan berturut-turut dilaporkan menghasilkan peningkatan pada jumlah sperma yang diejakulasikan.[4]
Sebuah studi mengenai manfaat tamoxifen terhadap kualitas sperma pria infertil dengan nonobstruktif azoospermia menunjukan bahwa obat antiestrogen, seperti tamoxifen, dapat meningkatkan proses spermatogenesis pada pria dengan nonobstruktif azoospermia setelah dikonsumsi selama 3 bulan berturut-turut. Penggunaan obat ini memberikan efek positif pada pematangan sperma, sehingga dapat meningkatkan probabilitas terjadinya kehamilan.[4]
Studi kohort retrospektif terhadap 57 pria mengenai efikasi tamoxifen pada pasien idiopatik oligoasthenozoospermia juga mendukung hal tersebut. Pemberian tamoxifen selama 3 bulan menunjukan angka kehamilan sebesar 42% dengan angka kelahiran 56% dari semua pasangan wanita yang hamil setelah 11 bulan pemantauan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tamoxifen efektif dalam meningkatkan jumlah total sperma, motilitasnya, dan dapat secara aman digunakan sebagai terapi empirik dari idiopatik oligoasthenozoospermia.[5]
Pengaruh Dosis Tamoxifen pada Infertilitas Pria
Sebuah studi eksperimental mengenai efek pemberian tamoxifen pada dosis berbeda terhadap kualitas sperma dan kromatin mencit, dilakukan guna mencari dosis terbaik. Subjek penelitian dibagi dalam 3 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok yang mendapat terapi tamoxifen 0,4 mg/KgBB/hari, dan kelompok yang mendapat tamoxifen 0,6 mg/KgBB/hari selama 35 hari.[3]
Di akhir penelitian, spermatozoa epididimal mencit diperiksa, berikut kromatin nuklearnya menggunakan pewarnaan Anilin Blue dan Toluidin Blue. Hasil penelitian menunjukan persentase sperma dengan morfologi abnormal lebih tinggi ditemukan pada kelompok yang mendapatkan terapi tamoxifen dibandingkan dengan kontrol, meski tidak ada perbedaan bermakna pada kelompok yang mendapat terapi tamoxifen 0,4 mg/KgBB/hari dengan 0,6 mg/KgBB/hari.[3]
Namun demikian, pada studi kromatin dengan pewarnaan Anilin Blue ditemukan perbedaan bermakna secara statistik terkait kelainan kromatin pada kelompok yang mendapat tamoxifen dosis 0,6 mg/KgBB/hari. Hal ini menunjukan bahwa pemberian tamoxifen dosis tinggi tidak akan mempengaruhi parameter analisis sperma, tetapi memberikan efek negatif pada morfologi sperma dan kualitas kromatin yang penting dalam fertilitas pria dan perkembangan embrio.[3]
Uji klinis prospektif oleh Boonyarangkul et al membandingkan efek tamoxifen dan kombinasinya dengan asam folat terhadap kualitas sperma pria dengan abnormalitas semen. Hasil studi menunjukan bahwa pemberian tamoxifen sitrat 20 mg/hari selama 3 bulan dapat meningkatkan secara signifikan konsentrasi sperma.[6]
Jika tamoxifen dikombinasikan dengan asam folat 5 mg/hari selama 3 bulan, dilaporkan konsentrasi dan motilitas sperma meningkat secara signifikan, serta terjadi perubahan panjang DNA ekor yang akan mempengaruhi integritas DNA sperma.[6]
Perhatian Khusus pada Pemberian Tamoxifen untuk Infertilitas Pria
Pada uji klinis oleh Kotoulas et al yang telah disebutkan di atas, ditemukan hasil kontradiktif dimana 10 kasus pada kelompok yang mendapatkan terapi tamoxifen dan 13 kasus pada kelompok placebo menunjukan penurunan secara signifikan dari densitas sperma.[2]
Penemuan ini memunculkan pemikiran bahwa tamoxifen, selain menurunkan aktivitas intrinsik estrogen, dapat pula menimbulkan aksi paradoks berupa penekanan proses spermatogenesis selama terapi idiopatik oligozoospermia. Meskipun kejadian serupa juga terjadi pada kelompok placebo, tidak dapat dikatakan bahwa penurunan densitas sperma ini adalah kejadian yang acak.[2]
Hal menarik lain yang ditemukan adalah ada 3 kasus di kelompok tamoxifen dan 1 kasus di kelompok placebo yang mengalami penurunan libdo; serta 7 pasien dari kelompok tamoxifen dan 2 pasien dari kelompok placebo yang mengalami penurunan signifikan densitas sperma adalah kasus normozoospermia. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat kontraindikasi relatif dari penggunaan tamoxifen terhadap pria normozoospermia dengan subfertilitas idiopatik.[2]
Kesimpulan
Efek antiestrogen yang dihasilkan oleh tamoxifen dinilai dapat memicu pelepasan gonadotropin yang akan menstimulasi perkembangan sel gonad, termasuk proses spermatogenesis, pada kasus infertilitas pria. Bukti ilmiah yang ada menunjukkan bahwa tamoxifen efektif dalam meningkatkan densitas sperma, termasuk motilitas dan vitalitas, hingga mengurangi abnormalitas dari sperma. Tamoxifen umumnya diberikan dalam dosis 20 mg/hari selama 3 hingga 6 bulan. Pemberian dosis yang berlebihan justru dapat menimbulkan efek negatif pada morfologi dan kualitas DNA sperma.