Mengenali berbagai macam faktor yang memengaruhi ulkus kornea sangat penting untuk menunjang penyembuhannya. Ulkus kornea menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Insidensi ulkus kornea bervariasi, mulai dari 11 kasus per 100.000 orang per tahun di negara maju hingga mencapai 799 kasus per 100.000 orang per tahun di negara berkembang, seperti Indonesia. Ulkus kornea juga menjadi salah satu penyebab kebutaan tersering.
Ulkus kornea dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Bakteri merupakan mikroorganisme penyebab ulkus kornea infeksi tersering. Penelitian deskriptif dalam negeri yang dilakukan oleh Putri et al mendapatkan bahwa insidensi ulkus kornea akibat bakteri adalah sebanyak 48,8% di RS Mata Cicendo, Bandung, Indonesia. Angka ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian prospektif di Asia yang mendapatkan insidens ulkus kornea bakteri sebesar 38%.[1-3]
Timbulnya ulkus kornea dipengaruhi oleh berbagai macam hal. Selain patogenitas bakteri, keadaan lingkungan seperti iklim, letak geografis, dan pekerjaan juga dapat memengaruhi terbentuknya ulkus kornea. Demikian pula halnya dengan penyembuhan ulkus kornea. Berbagai macam faktor memengaruhi penyembuhan ulkus kornea bakteri. [-4]
Studi prospektif oleh Narsani et al melaporkan bahwa prognosis visual pasca ulkus kornea bakteri ditentukan oleh ukuran dan kedalaman ulkus, lokasi ulkus, bakteri penyebab, usia, serta kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan. Luaran yang buruk ditemukan pada pasien dengan gangguan permukaan okular kronis, ukuran ulkus yang besar, lokasi ulkus di sentral kornea, kedalaman ulkus lebih dari 2 per 3 stroma kornea, adanya visus yang buruk saat awal, serta riwayat pemberian kortikosteroid topikal sebelumnya.[5-9]
Faktor Predisposisi Ulkus Kornea
Faktor predisposisi ulkus kornea bakteri adalah trauma mata, gangguan permukaan okular (ocular surface disorder), adanya keratopathy, penggunaan lensa kontak, serta kondisi sistemik yang menyebabkan imunokompromais, seperti diabetes melitus, gagal ginjal, penggunaan imunosupresan, dan keganasan.
Faktor predisposisi tersebut berbeda-beda di setiap negara. Contohnya, di negara maju seperti Taiwan dan Hong Kong, penggunaan lensa kontak menjadi penyebab terbanyak ulkus kornea bakteri, sedangkan di negara berkembang, seperti India dan Indonesia, kasus trauma mata akibat pekerjaan (agrikultur) menjadi penyebab tersering.[4-7]
Mikroorganisme Penyebab
Bakteri Gram positif yang menjadi penyebab ulkus kornea tersering adalah golongan Staphylococcus spp. dan Streptococcus spp. sedangkan Pseudomonas aeruginosa menjadi penyebab tersering dari kelompok Gram negatif.
Penelitian deskriptif yang dilakukan oleh Asroruddin et al di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), Indonesia, melaporkan bahwa organisme terbanyak penyebab ulkus kornea adalah Pseudomonas aeruginosa diikuti dengan Staphylococcus epidermidis. Temuan ini sesuai dengan penelitian prospektif multisenter di Asia, di mana Pseudomonas aeruginosa menjadi penyebab ulkus kornea bakteri tersering. Penelitian Narsani et al juga mendapatkan bahwa Staphylococcus aureus menjadi penyebab 60% ulkus kornea bakteri di Pakistan.[2,4,8,9]
Bakteri Gram positif banyak ditemukan di negara beriklim sedang (curah hujan sedang merata sepanjang tahun dengan kemarau sporadik), sedangkan Gram negatif banyak ditemukan di negara beriklim tropis. Ulkus kornea akibat bakteri Gram negatif berkaitan dengan inflamasi hebat di bilik mata depan dan ulkus yang dalam, yaitu melibatkan lebih dari 2 per 3 ketebalan stroma kornea.
Beberapa studi di Inggris memperlihatkan bahwa terdapat peningkatan prevalensi ulkus kornea akibat Moraxella sp, suatu bakteri Gram negatif, yang berkaitan dengan waktu penyembuhan yang lebih lama.[7-9]
Kultur dan Resistensi Bakteri
Pola penyebaran bakteri dan resistensi terhadap antibiotik tidak sama di setiap negara, tergantung pada iklim dan letak geografis. Asroruddin et al melakukan penelitian deskriptif selama 4 tahun di RSCM terhadap ulkus kornea bakteri dan mendapatkan hasil sebagai berikut: kultur terbanyak didapatkan pada bakteri Pseudomonas aeruginosa (24,7%) dan Staphylococcus epidermidis (18,42%).
Pseudomonas aeruginosa masih sensitif terhadap antibiotik yang biasa digunakan untuk terapi ulkus kornea bakteri, yaitu golongan aminoglikosida (gentamicin), cephalosporin (ceftazidime), dan juga golongan fluoroquinolone (ciprofloxacin, levofloxacin, gatifloxacin). Pada penelitian tersebut, Staphylococcus epidermidis menghasilkan hasil uji resistensi serupa, tetapi sudah resisten terhadap gentamicin.[4,8]
Penelitian retrospektif yang dilakukan Lap-Ki Ng melaporkan hal serupa, yaitu organisme terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa dan bakteri tersebut masih sensitif terhadap antibiotik fluoroquinolone, aminoglikosida, dan cephalosporin. Hasil uji resistensi ini penting dalam menuntun klinisi untuk melakukan terapi. Selain itu, terdapat laporan bahwa adanya resistensi antibiotik membuat penyembuhan ulkus kornea terjadi lebih lama.[5,8]
Keterlibatan Lapisan Kornea
Kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu epitel, membran Bowman, stroma, membran Descemet, dan endotel. Tingkat penyembuhan luka kornea tergantung pada lapisan kornea yang terlibat. Penyembuhan epitel kornea berlangsung cepat, dalam hitungan jam hingga hari dan tidak menimbulkan skar.
Sementara itu, penyembuhan akan lebih lama bila ulkus melibatkan stroma kornea, yaitu lapisan tebal di tengah kornea yang biasa terlibat pada ulkus kornea. Penyembuhan pada stroma kornea memerlukan aktivasi keratosit menjadi fibroblas aktif dan pertumbuhan fibrovaskular. Proses ini dapat berlangsung dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Hasil dari penyembuhan stroma ini berupa bekas luka atau skar berwarna keabuan yang dapat menipis dalam jangka waktu yang lama. Skar kornea dapat menyebabkan turunnya tajam penglihatan.[10,11]
Suatu ulkus kornea dikatakan sembuh apabila keluhan membaik (nyeri berkurang), terjadi epitelisasi kornea, serta sudah tidak terdapat infiltrat di kornea dan telah digantikan oleh jaringan parut (skar kornea). Jika tidak diterapi dengan baik atau pengobatan tidak adekuat, ulkus kornea dapat mengalami komplikasi, yaitu perforasi kornea dan endoftalmitis, yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mengatasinya.[1,4,5]
Pemilihan Antibiotik dan Tingkat Kesembuhan Ulkus Kornea
Antibiotik topikal berspektrum luas merupakan lini pertama untuk pengobatan ulkus kornea bakteri. Penggunaan antibiotik ini harus segera diberikan begitu ditegakkan diagnosis ulkus kornea bakteri berdasarkan pemeriksaan klinis dan usap kornea, sebelum dilakukan hasil kultur. Pemilihan antibiotik ditentukan berdasarkan beberapa faktor, seperti demografi pasien, profil faktor risiko pasien, pola epidemiologi patogen tertentu, pola sensitivitas dan resistensi di suatu daerah, serta ketersediaan antibiotik dan harganya.[5,8,12]
Antibiotik yang sering digunakan dalam pengobatan ulkus kornea bakteri adalah golongan fluorokuinolon, seperti levofloxacin, karena memiliki sensitivitas yang baik terhadap bakteri Gram negatif dan positif (cakupan luas) serta memiliki penetrasi intraokular yang baik dan bertahan cukup lama di dalam bilik mata depan sekitar 12 jam. Selain itu, antibiotik lain yang juga sering menjadi terapi ulkus kornea bakteri adalah kombinasi aminoglikosida, (gentamicin) dan cephalosporin (ceftriaxone).[8,9].
Asroruddin et al melaporkan bahwa pengobatan ulkus kornea bakteri dengan fluorokuinolon monoterapi memiliki tingkat penyembuhan tercepat (14 hari) diikuti dengan aminoglikosida (19.2 ± 8.6 hari) dan cephalosporin (19.8 ± 1.08 hari).
Studi yang dilakukan Lap-Ki Ng juga menyatakan bahwa sekitar 90% kasus ulkus bakteri mengalami perbaikan dengan penggunaan antibiotik fluorokuinolon monoterapi maupun kombinasi. Temuan ini berbeda dengan beberapa laporan yang menyebutkan bahwa penggunaan fluorokuinolon monoterapi dapat meningkatkan risiko perforasi kornea, memperlama penyembuhan epitel, dan meningkatkan kehilangan keratosit.[4-6]
Faktor-Faktor dan Ciri-Ciri Ulkus Kornea yang Memerlukan Manajemen Spesialis Mata
Lin et al melakukan studi retrospektif selama 10 tahun di Taiwan. Berdasarkan hasil studinya, dilaporkan bahwa terdapat beberapa faktor yang memperlama penyembuhan ulkus kornea, yaitu: riwayat pembedahan mata, ukuran ulkus yang besar (>6 mm), infeksi Mycobacterium nontuberculous, dan perlunya pembedahan saat masuk rawat inap.
Selain itu, penggunaan kortikosteroid, adanya penyakit sistemik, interval waktu yang lama antara timbulnya gejala dan berobat ke rumah sakit, serta usia tua juga merupakan faktor risiko akan lamanya perawatan di rumah sakit.
Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Lap-Ki Ng di Hong Kong melaporkan bahwa usia yang lebih tua, ukuran ulkus >3 mm, dan riwayat trauma merupakan faktor yang memengaruhi luaran buruk, di mana partisipan dengan karakteristik tersebut mengalami penurunan visus atau komplikasi selama penelitian.
Kesimpulan
Ulkus kornea bakteri merupakan masalah global penyebab kebutaan terutama di negara berkembang. Faktor predisposisi ulkus kornea bakteri adalah trauma mata, penggunaan lensa kontak, dan kondisi sistemik imunokompromais. Faktor yang dapat memengaruhi penyembuhan ulkus kornea beragam, antara lain: jenis bakteri penyebab, penggunaan jenis antibiotik, usia, penyakit sistemik yang menyertai, ada tidaknya resistensi antibiotik, serta ukuran dan kedalaman ulkus.