Hendaya kognitif banyak dialami oleh pasien HIV. Hal ini merupakan bagian dari komplikasi sistem saraf pusat (SSP) yang disebut sebagai HIV-associated neurocognitive disorders (HAND).[1-3] Prevalensi HAND dari 35.513 kasus HIV yang dikumpulkan dari 32 negara, mencapai 42,6%; terdiri dari 23,5% asymptomatic neurocognitive impairment (ANI), 13,3% mild neurocognitive disorder (MND), dan 5% HIV-associated dementia (HAD).[4] Usia yang lebih tua dan jumlah sel CD4 < 200 sel/mm3 berasosiasi signifikan dengan peningkatan risiko HAD.[2,4]
Mekanisme Terjadinya Hendaya Kognitif pada Penderita HIV
Dahulu, sebelum penelitian terkait HIV semaju saat ini, pasien HIV sering mengalami berbagai masalah yang dapat menyebabkan efek jangka panjang pada otak, seperti infeksi sistem saraf pusat, kanker, dan toksisitas dari obat antiretroviral generasi awal. Selain itu, pada perjalanan penyakitnya, terdapat berbagai proses yang berhubungan dengan gangguan kognitif pada pasien HIV, termasuk neuroinflamasi, atrofi otak, dan cedera neuron. Walaupun proses ini dianggap mampu dikendalikan setelah terapi antiretroviral mulai dikonsumsi pasien dan supresi virus tercapai, panjangnya durasi infeksi HIV sebelum memulai terapi tetap dipercaya menyebabkan disfungsi neuron yang permanen.[5]
Aspek Klinis HIV-Associated Neurocognitive Disorders (HAND)
HIV-associated neurocognitive disorders (HAND) ditandai dengan hendaya minimal dua ranah fungsi kognitif dan disertai dengan penurunan kemampuan beraktivitas sehari-hari pada kasus yang berat.[4,6,7] HAND berkaitan dengan hendaya pada high-order cognitive abilities, seperti kemampuan belajar dan memori, fungsi eksekutif, dan memori kerja.[5]
Kriteria baku yang sering dipakai untuk subklasifikasi HAND adalah kriteria Frascati. Kriteria ini mengklasifikasikan HAND berdasarkan beratnya gejala hendaya kognitif dan defisit fungsi yang dialami, menjadi asymptomatic neurocognitive impairment (ANI), mild neurocognitive disorder (MND), dan HIV-associated dementia (HAD).[4-6]
Subtipe dibedakan berdasarkan pada keberadaan dan keparahan defisit fungsional, yaitu :
- Secara fungsional intak atau tidak ada penurunan pada ANI
- Penurunan sedang pada MND
- Penurunan mayor dapat diamati pada MND atau HAD, tergantung pada tingkat hendaya neurokognitif yang dialami
Penurunan fungsional ringan ditandai dengan :
- Kesulitan melakukan Instrumental Activities of Daily Living (IADLs) atau pekerjaan secara efektif
- Memiliki dua atau lebih gejala neurokognitif pada keseharian, atau
- Menunjukkan hendaya ringan di performance-based functional task
Penurunan fungsional mayor ditandai dengan :
- Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan harian
- Memiliki empat atau lebih gejala neurokognitif dalam keseharian, atau
- Menunjukkan hendaya sedang hingga berat pada performance-based functional task
Pasien dikatakan fungsional intak jika tidak terdapat penurunan fungsional ringan ataupun mayor.[7]
Diagnosis HAND perlu dibuktikan dengan hasil tes neuropsikologi yang memiliki nilai normatif yang telah disesuaikan dengan kontrol demografi. Namun hingga saat ini belum terdapat standar tes neuropsikologi, sehingga biasa digunakan tes yang bersifat penapisan gejala kognitif. Tes penapisan tersebut juga belum mampu mengklasifikasikan tingkat keparahan hendaya kognitif yang dialami.[4]
Diagnosis Hendaya Kognitif
Hingga saat ini belum ada konsensus yang menetapkan instrumen baku untuk pengukuran hendaya kognitif pada penderita HIV. Kebanyakan masih menggunakan kriteria Frascati.[8,9]
Adapun instrumen neuropsikologi yang direkomendasikan berdasarkan kriteria Frascati adalah :
- Fungsi intelektual menggunakan subtes Vocabulary and Matrix Reasoning dari Wechsler Adult Intelligence Scale/ WAIS-III
- Atensi dan kecepatan memproses informasi, menggunakan Trail Making Test (TMT) A, TMT B, dan subtes coding dari WAIS-III
- Memori operasional atau jangka pendek, menggunakan subtes digit span direct dan indirect dari WAIS-III
- Kapasitas pendengaran segera dan tertunda, menggunakan The Rey Auditory Verbal learning test (RAVLT)
- Kapasitas visual segera dan tertunda, menggunakan Rey Complex Figure Test
- Fungsi eksekutif, menggunakan TMT B, Phonemic Verbal Fluency Test (FAS), dan Categorical Verbal Fluency or Animal Naming
- Fungsi visuospatial dan visiokonstruktif, menggunakan Rey Complex Figure Test
- Keterampilan motorik, menggunakan Grooved Pegboard dan Finger Tapping Test (FTT)[6]
Proses diagnostik yang dilakukan perlu bersifat komprehensif, mencakup anamnesis dan pemeriksaan fisik, penapisan depresi, tes neuropsikologi, MRI otak, dan pungsi lumbal. Tujuan pemeriksaan cairan serebrospinal adalah untuk mendeteksi adanya supresi yang disebabkan oleh replikasi HIV di dalam plasma dan komponen cairan serebrospinal. Selain itu, pemeriksaan ini berguna untuk mengidentifikasi penyebab lain yang dapat mempengaruhi terjadinya HAND misalnya neurosifilis, ataupun menyingkirkan diagnosis lain seperti dementia Alzheimer.[8]
HIV-Associated Neurocognitive Disorders (HAND) pada Anak dan Remaja
HIV-associated neurocognitive disorders (HAND) dilaporkan lebih berat dan lebih sering dialami pada anak dan remaja. Gejalanya akan lebih berat pada infeksi HIV perinatal dibandingkan pada infeksi yang didapat. Pada neuroimaging, remaja dengan HIV diketahui mengalami kerusakan mikrostruktur neuronal. Selain itu, terdapat penurunan volume otak dan terdapat hiperintensitas yang lebih tinggi pada anak-anak dengan infeksi HIV perinatal. Efek kerusakan virus terhadap otak juga lebih berat pada anak-anak karena degenerasi otak akibat HIV terjadi selama periode pertumbuhan dan perkembangan otak yang cepat.[10-12]
Sebuah meta-analisis dan tinjauan sistematik terhadap 22 penelitian dilakukan untuk mengamati derajat hendaya kognitif dan ranah kognitif spesifik pada anak dan remaja dengan infeksi HIV perinatal. Terdapat total 3734 subjek; 2390 mengalami infeksi HIV dan 1312 kontrol. Kontrol terdiri dari 807 terekspos HIV tetapi tidak terinfeksi dan 505 tidak terekspos HIV. Rentang usia subjek 2 bulan hingga 17 tahun. Hasil studi ini menunjukkan bahwa anak dan remaja dengan infeksi HIV perinatal mengalami hendaya bermakna di fungsi eksekutif dan kecepatan memproses informasi jika dibandingkan kelompok kontrol.[10]
Hasil meta-analisis tersebut juga mengungkapkan hendaya kognitif terbesar (effect size estimate/ESE ≥ 0,8) terdapat pada ranah memori kerja, kecepatan memproses informasi, fungsi eksekutif, dan memori visual. ESE rendah diamati pada kemampuan visuospasial, atensi, berbahasa, fungsi intelektual umum, koordinasi motorik, dan memori verbal.[10]
Faktor Risiko Hendaya Kognitif pada Infeksi HIV
Sebuah studi di Brazil, terhadap 412 pasien dewasa terinfeksi HIV (83,7% memiliki viral load tidak terdeteksi) berusaha mengevaluasi faktor risiko HIV-associated neurocognitive disorders (HAND). Prevalensi HAND didapatkan sebesar 73,6%. Dari jumlah itu, 50,9% mengalami ANI, 16,2 % mengalami MND, dan 6,3% mengalami HAD. Fakor risiko yang berkorelasi dengan MND dan HAD antara lain jenis kelamin wanita, usia di atas 50 tahun, lama sekolah <11 tahun, perhitungan CD4 di bawah 200 sel/mm3, terdapat komorbiditas seperti hipertensi dan diabetes mellitus, memiliki riwayat penyakit oportunistik, dan skor Beck Depression Inventory (BDI) antara 13-19. Skor BDI sendiri dikatakan sebagai variabel independen yang berkaitan dengan terjadinya MND dan HAD.[6]
Pasien dengan ANI sebelumnya berisiko 2 hingga 6 kali lebih tinggi untuk mengalami HAND simtomatik dibandingkan yang tidak mengalami ANI. Prevalensi ANI dan HAND juga lebih tinggi pada pasien yang mengalami penurunan kadar CD4 <200 sel/mm3. Adapun komorbid yang paling sering terjadi berupa gangguan mood dan infeksi virus hepatitis C (HCV).[4,6,13]
Rekomendasi Manajemen Hendaya Kognitif pada HIV
Saat ini belum terdapat rekomendasi yang disepakati bersama dalam penanganan HIV-associated neurocognitive disorders (HAND).
Obat Antiretroviral
Hampir setengah dari pasien HIV yang diterapi dengan obat antiretroviral (ART) dan memiliki komorbiditas diperkirakan mengalami HAND, namun sangat jarang yang mencapai dementia. Hal ini menandakan bahwa eradikasi HIV, terutama di SSP, dapat mereduksi keparahan gejala HAND. Kepatuhan berobat dianggap salah satu faktor protektif dan telah dijadikan target terapi pada pasien yang mengalami hendaya kognitif.[4,6,8]
Inisiasi ART sedini mungkin untuk menjaga kadar hitung sel CD4 setinggi mungkin, serta upaya pencegahan terjadinya imunosupresi dianggap bermanfaat mereduksi prevalensi dan keparahan gejala HAND. [4,8] Pemberian ART perlu dioptimalisasi berdasarkan pemeriksaan genotip di plasma dan cairan serebrospinal jika tersedia. Selain itu, perlu dilakukan pemeriksaan resistensi ART.[8]
Tidak ditemukan perbedaan bermakna antara jenis obat ART terhadap tingkat pencegahan terjadinya HAND. [4] Namun, terdapat panduan yang merekomendasikan zidovudin (AZT), darunavir, dan dolutegravir sebagai ART yang memiliki efek menguntungkan untuk HAND. Selain itu, terdapat juga panduan yang menganjurkan untuk menghindari pemberian efavirenz, maupun monoterapi regimen nucleoside sparing seperti golongan protease inhibitor (PI).[8]
Penapisan Hendaya Kognitif
Kebanyakan pedoman manajemen HIV yang ada tidak mencantumkan penapisan spesifik untuk hendaya kognitif. Adapun ketetapan penapisan yang tersedia umumnya berfokus pada pasien HIV yang telah bergejala dan tidak disertai kondisi penyerta. Hal ini mungkin karena tes neuropsikologi pada ranah kognitif memakan waktu, berbiaya besar, dan tidak selalu tersedia di pusat layanan kesehatan.[8,14]
Penapisan dianjurkan pada saat awal sebelum inisiasi ART, jika terjadi gejala, atau sekurangnya setiap 2 tahun sekali bila tanpa gejala. Metode penapisan European AIDS Clinical Society (EACS) sering digunakan. Metode ini menggunakan pertanyaan seperti:
- “Apakah sering mengalami lupa?”
- “Apakah Anda merasa melambat saat memberikan alasan, melakukan kegiatan perencanaan, atau mengatasi masalah?”
- Apakah Anda mengalami kesulitan dalam mempertahankan atensi?”
Jika pasien menjawab “iya” pada sekurangnya satu pertanyaan tersebut, maka pasien perlu menjalani pemeriksaan fungsi kognitif lanjutan. Namun, penilaian ini dianggap kurang spesifik dan sensitif dalam menapis gejala HAND.[8,14]
Hingga kini juga belum ditetapkan instrumen baku untuk penapisan HAND. Namun, instrumen yang sering digunakan adalah The International HIV Dementia Scale (IHDS) dan Mini-mental State Examination (MMSE).[6,8,14,15]
Pemantauan dan Tindak Lanjut
Panduan yang ada merekomendasikan melakukan pemeriksaan ulang pungsi lumbal, tes neuropsikologi, dan MRI setelah 12 minggu pada penggunaan regimen ART baru. Pada pasien dengan HAD, tes neuropsikologi dapat diulang setiap 6 bulan, disertai dengan pengulangan pungsi lumbal jika terdapat bukti relapse.
Berdasarkan derajat keparahan HAND, tes neuropsikologi dapat diulang setiap 3-12 bulan sekali. Pengulangan 1 tahun sekali disarankan pada pasien dengan gejala ringan atau yang telah mengalami penyembuhan. Pada pasien HAND yang tidak mendapatkan ART, disarankan pemeriksaan setiap 1 bulan jika memungkinkan.[8]
Kesimpulan
Hendaya kognitif sering terjadi pada pasien HIV, walaupun sangat jarang yang mencapai dementia. Hendaya kognitif pada HIV dapat dibagi berdasarkan kriteria Frascati, menjadi asymptomatic neurocognitive impairment (ANI), mild neurocognitive disorder (MND), dan HIV-associated dementia (HAD). Faktor risiko hendaya kognitif ini antara lain jenis kelamin wanita, usia di atas 50 tahun, lama sekolah <11 tahun, perhitungan CD4 di bawah 200 sel/mm3, terdapat komorbiditas seperti hipertensi dan diabetes mellitus, serta memiliki riwayat infeksi oportunistik.
Hingga saat ini tata laksana hendaya kognitif pada pasien HIV masih berfokus pada pencegahan berupa eradikasi HIV, terutama di saraf pusat. Penggunaan obat antiretroviral, penapisan, dan pemantauan yang baik akan meningkatkan prognosis pasien.