Kebutuhan nutrisi pada pasien kanker payudara setelah kemoterapi perlu mendapatkan perhatian khusus karena kemoterapi dan kanker itu sendiri dapat menyebabkan pasien mengalami kaheksia. Kaheksia adalah gangguan metabolik multifaktorial yang ditandai dengan penurunan berat badan, baik karena pengurangan jaringan adiposa maupun massa otot pasien.
Kanker payudara merupakan jenis kanker tersering yang dialami perempuan hingga saat ini. Menurut data Global Cancer Observatory tahun 2020, terdapat 65.858 kasus kanker payudara (30,8% dari total kasus kanker) pada wanita segala usia di Indonesia.
Survival rate dilaporkan membaik seiring dengan semakin majunya skrining, diagnosis, dan opsi terapi. Namun, kejadian malnutrisi pascaterapi kerap terjadi, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Edukasi mengenai asupan nutrisi yang tepat untuk pasien kanker payudara perlu dilakukan.[1-4]
Kaheksia pada Pasien Kanker Payudara
Insiden kaheksia pada pasien kanker payudara adalah sekitar 40%. Penyebab utama kaheksia adalah inflamasi yang dipicu oleh sitokin pro-inflamasi yang dihasilkan oleh sel-sel kanker, seperti TNF (tumor necrosis factor) dan interleukin 1, 6, dan 8 (IL-1, IL-6, dan IL-8) serta interferon gamma (IFN).[5]
TNF memiliki efek langsung pada katabolisme sel otot dengan cara mengaktivasi jalur NF-kB dan menyebabkan degradasi ubiquitin-mediated proteasome (UPR). TNF juga bertanggung jawab terhadap peningkatan proteolisis dan hilangnya massa sel lemak.[5]
Sitokin IL-1 meningkatkan konsentrasi triptofan plasma yang bisa meningkatkan kadar serotonin, sehingga menekan selera makan. Sementara itu, IL-6 bisa memicu lipolisis, mengaktivasi jalur katabolisme, dan menekan sintesis protein otot.[5]
Agen kemoterapi yang bersifat sitotoksik juga turut berkontribusi terhadap malnutrisi. Kemoterapi dapat merusak epitel saluran cerna, sehingga menyebabkan malabsorpsi dan disbiosis saluran cerna. Kemoterapi juga dapat merusak taste receptor cells (TRC) yang berlokasi di epitel lidah dan saluran cerna, sehingga memicu anoreksia. Aktivasi sitokin pro-inflamasi saat kemoterapi juga memperberat malnutrisi lewat eksaserbasi kaheksia.[3,4,7]
Obesitas Sarkopenik pada Pasien Kanker Payudara
Meskipun angka kaheksia pada pasien kanker payudara cukup tinggi, beberapa pasien mungkin justru mengalami obesitas sarkopenik. Kondisi ini adalah kombinasi antara sarkopenia dan obesitas, yang ditandai dengan massa otot yang rendah tetapi massa lemak yang tinggi.[6]
Obesitas sarkopenik berkaitan dengan tingginya kadar hormon seks, seperti estrone, estradiol, dan testosteron. Hormon-hormon ini adalah stimulator beberapa sel tumor. Kanker yang bertipe sex hormone-responsive dilaporkan berhubungan erat dengan obesitas sarkopenik.[6]
Hormon-hormon tersebut dilaporkan berasosiasi dengan peningkatan akumulasi lemak, inflamasi, stres oksidatif, dan resistensi insulin. Semua mekanisme ini bertanggung jawab terhadap peningkatan IMT, tetapi juga bertanggung jawab terhadap kehilangan massa otot. Pasien kanker payudara dengan obesitas sarkopenik memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien kanker payudara dengan IMT normal.[6]
Skrining Malnutrisi pada Pasien Kanker Payudara
Skrining malnutrisi dilakukan dengan cara menganamnesis riwayat perubahan berat badan yang tidak direncanakan, riwayat perubahan nafsu makan dan asupan makanan, serta kapasitas fungsional.[3,4,8]
Dokter juga dapat menghitung IMT. Namun, ada studi yang melaporkan bahwa IMT mungkin tidak berubah bermakna pada beberapa pasien kanker payudara. Dokter perlu memeriksa komposisi tubuh pasien, yakni massa otot dan massa lemak.[3,4,8]
Rekomendasi Asupan Makronutrien untuk Pasien Kanker Payudara
Rekomendasi nutrisi setelah kemoterapi masih cukup terbatas, tetapi beberapa literatur menyarankan pemberian nutrisi sesuai rekomendasi pencegahan kanker. Pemberian kalori yang seimbang dengan aktivitas fisik dianjurkan pada pasien untuk menjaga berat badan yang stabil.[9-11]
The European Society for Clinical Nutrition and Metabolism (ESPEN) menganjurkan asupan energi total pasien kanker sebesar 25–30 kkal/kg/hari. Sementara itu, restriksi kalori untuk mencegah progresivitas kanker masih perlu diteliti lebih lanjut.[9-11]
Asupan karbohidrat yang dianjurkan masih inkonklusif. Menurut beberapa penelitian, karbohidrat sebanyak 112,3–343,5 gram/hari berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara pada perempuan pramenopause dan pascamenopause.[3,9-12]
Pemberian protein berperan penting untuk setiap fase terapi. ESPEN menganjurkan asupan protein 1–1,5 gram/kgBB/hari. Sumber protein diutamakan yang bersifat rendah lemak. Untuk anjuran asupan lemak, Women’s Intervention Nutrition Study terhadap 2.437 pasien kanker payudara stage I dan II menyatakan bahwa penurunan asupan lemak menjadi 20,3% dari total kalori dapat meningkatkan survival bebas relapse sebesar 24% dibandingkan diet normal (lemak mencakup 30% dari total kalori).[3,9-12]
Studi kohort Sieri, et al., terhadap 337.327 perempuan selama 11,5 tahun juga turut menunjukkan adanya hubungan bermakna antara konsumsi lemak jenuh dan kenaikan risiko kanker payudara, terutama yang terkait human epidermal growth factor 2-receptor (HER2). Dengan demikian, jenis protein dengan kandungan lemak jenuh yang rendah seperti ikan, susu rendah lemak, kacang-kacangan, biji-bijian, dan polong merupakan pilihan yang baik.[3,9-12]
Rekomendasi Asupan Mikronutrien untuk Pasien Kanker Payudara
ESPEN merekomendasikan asupan vitamin dan mineral dalam jumlah yang sama dengan yang dianjurkan pada angka kecukupan gizi (AKG). Pasien tidak dianjurkan untuk mengonsumsi mikronutrien dosis tinggi. Pemberian suplementasi pada pasien kanker tanpa bukti defisiensi yang nyata sebaiknya dihindari. Kebutuhan vitamin dan mineral diutamakan lewat makanan, bukan lewat suplementasi.[3-7]
Namun, selama kemoterapi, pasien dapat mengalami deplesi zinc dalam tubuh karena adanya ikatan agen kemoterapi dengan zinc dan logam berat lain. Salah satu gejala yang muncul adalah penurunan nafsu makan, sehingga suplementasi zinc mungkin bermanfaat pada pasien yang menjalani kemoterapi. Penelitian yang ada saat ini masih terbatas, sehingga penelitian lebih lanjut di masa depan masih diperlukan.[3,11]
Defisiensi vitamin D juga mungkin terjadi pada pasien kanker payudara dan berkaitan dengan hilangnya massa otot. Suplementasi vitamin D bisa dipertimbangkan dengan dosis 600–800 IU untuk mencegah hilangnya massa otot bila pasien berisiko.[3,11]
Kesimpulan
Kebutuhan nutrisi pada pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi sebaiknya diperhatikan oleh dokter dengan cermat karena kemoterapi dan kanker itu sendiri dapat menyebabkan gangguan metabolik. Gangguan ini dapat menimbulkan kaheksia yang ditandai dengan penurunan massa otot dan penurunan jaringan adiposa.
Beberapa pasien kanker payudara juga mungkin mengalami obesitas sarkopenik akibat tingginya kadar estrone, estradiol, dan testosteron. Obesitas sarkopenik ini ditandai dengan penurunan massa otot dan peningkatan massa lemak.
Saat ini rekomendasi diet yang spesifik untuk pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi belum tersedia. Namun, beberapa literatur menganjurkan asupan energi sebesar 25–30 kkal/kg/hari, dengan protein sebanyak 1–1,5 gram/kgBB/hari. Komposisi lemak dalam total asupan kalori sebaiknya tidak terlalu tinggi, yaitu ≤30%.
Asupan mikronutrien dianjurkan agar tetap sesuai dengan angka kecukupan gizi (AKG). Pemberian suplementasi mikronutrien berdosis tinggi pada pasien kanker tanpa bukti defisiensi mikronutrien yang nyata perlu dihindari. Umumnya, kebutuhan mikronutrien dapat dipenuhi lewat makanan.