Pemeriksaan non-structural protein 1 (NS1) dan pemeriksaan imunoglobulin M atau G (IgM-IgG) dengue sering digunakan untuk diagnosis demam dengue. Infeksi dengue memberikan gejala klinis yang bervariasi dan dapat menyerupai penyakit infeksi lain, sehingga pemeriksaan penunjang yang cepat dan akurat seperti NS1 dan IgM-IgG berperan penting dalam diagnosis.[1-4]
Berdasarkan pedoman dari WHO, diagnosis infeksi dengue dapat ditegakkan melalui pemeriksaan definitif berupa isolasi virus, deteksi asam nukleat virus, deteksi antigen, atau uji serologi. Namun, isolasi virus dan deteksi asam nukleat virus tentu lebih sulit dilakukan, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Oleh karena itu, tes NS1 dan antibodi IgM-IgG dengue lebih umum dilakukan dalam praktik sehari-hari.[3,5]
Sekilas tentang Pemeriksaan Antigen NS1
Antigen NS1 adalah salah satu penanda infeksi virus dengue. NS1 merupakan suatu glikoprotein nonstruktural yang disintesis oleh virus dengue, yang akan disekresikan ke dalam darah penderita oleh sel terinfeksi. Protein NS1 diperlukan oleh virus dengue untuk bertahan hidup dan bereplikasi.[5-7]
Pemeriksaan NS1 dilakukan dengan metode quantitative capture ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) untuk menilai konsentrasi antigen NS1 di darah. Namun, ELISA membutuhkan waktu yang relatif lama dan tidak semua laboratorium memiliki ELISA quantitative analyser. Oleh karena itu, saat ini ada alat rapid diagnostic test (RDT) untuk mendeteksi antigen NS1.[1,20]
RDT antigen NS1 merupakan pemeriksaan kualitatif dengan hasil pembacaan negatif atau positif. Kelebihan RDT adalah prosedur pemeriksaan yang lebih mudah diterapkan di berbagai fasilitas kesehatan dan hasil yang lebih cepat didapatkan daripada ELISA. Hal ini membantu diagnosis dan pembuatan keputusan terapi dengue lebih cepat.[1,20]
Sekilas tentang Pemeriksaan Antibodi IgM-IgG Dengue
Pemeriksaan IgM dan IgG dengue merupakan uji serologi yang dapat dilakukan dengan metode ELISA atau metode imunokromatografi. Pada metode MAC-ELISA (IgM antibody capture ELISA), IgM manusia ditangkap dengan menggunakan antibodi anti-human-IgM dan antigen virus. Sementara itu, pada pemeriksaan IgG, deteksi dilakukan dengan menggunakan antibodi monoklonal reaktif dan antigen virus. Sampel yang disarankan untuk pemeriksaan IgM-IgG ELISA adalah serum.[8-10]
Pemeriksaan IgM dan IgG dengue juga dapat dilakukan dengan RDT. Seperti RDT yang mendeteksi NS1, RDT yang mendeteksi IgM dan IgG dengue juga memberikan hasil yang lebih cepat dan lebih mudah diterapkan di fasilitas kesehatan.[20]
Memilih Jenis Pemeriksaan Dengue yang Sesuai
Dokter harus memahami perjalanan penyakit demam dengue untuk dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium yang sesuai. Hasil pemeriksaan antigen NS1 dan antibodi IgM-IgG dengue berhubungan dengan proses infeksi dan respons imun pasien terhadap infeksi dengue.[11]
Ketika nyamuk vektor menggigit manusia, terjadi viremia yang dapat terdeteksi dengan metode molekuler dalam 4–6 hari pertama sejak gejala muncul. Viremia menimbulkan respons imun humoral dan seluler. Sel limfosit B memproduksi antibodi (terutama IgM) pada hari ke-3 hingga ke-5. Antigen NS1 dapat terdeteksi lebih awal sebelum antibodi IgM terbentuk.[4,6]
Antigen NS1
Antigen NS1 dapat terdeteksi sehari setelah gejala dengue muncul. Pemeriksaan NS1 memiliki sensitivitas yang sebanding dengan tes molekuler bila dilakukan di hari 0–7 sejak gejala muncul. Pemeriksaan NS1 tidak dianjurkan dilakukan di atas hari ke-7. Studi di Singapura menyarankan pemeriksaan NS1 dilakukan sebelum hari ke-5. Bila sudah melebihi hari ke-5, pemeriksaan IgM lebih disarankan.[1,5,9,12]
Pemeriksaan NS1 pada kasus infeksi sekunder memiliki periode deteksi yang lebih singkat daripada infeksi primer. Pada infeksi primer dengue, NS1 dapat terdeteksi hingga hari 9–10, sedangkan pada infeksi sekunder, kadarnya akan menurun dan bisa tidak terdeteksi lagi di hari 5–6. Oleh karena itu, pada kasus infeksi sekunder, kombinasi pemeriksaan NS1 dan IgM-IgG lebih disarankan untuk meningkatkan akurasi diagnosis dengue.[1,5]
Antibodi IgM dan IgG Dengue
Antibodi IgM terhadap virus dengue terdeteksi mulai hari 3–5, mencapai kadar puncak di minggu kedua, lalu menurun perlahan tetapi dapat tetap terdeteksi hingga 2–3 bulan kemudian. Sekitar 80% pasien dengue yang positif saat pemeriksaan isolasi virus memberikan hasil IgM positif pada hari ke-5 dan 99% memberikan hasil IgM positif pada hari ke-10. Pada infeksi sekunder, IgM dapat tidak terdeteksi pada 20–30% kasus.[1,6,9,13]
Antibodi IgG dapat terdeteksi di atas hari 5–7 dan dapat bertahan tetap positif hingga bertahun-tahun. Pada infeksi sekunder dengue, kadar IgG lebih dominan dibandingkan kadar IgM dan dapat terdeteksi di awal infeksi, bahkan di hari sakit ke-3.[1,6,9,13]
Pada fase konvalesen, pemeriksaan IgM-IgG lebih bermanfaat daripada antigen NS1. Mahapatra, et al., menyimpulkan bahwa pemeriksaan NS1 sama efektifnya dengan MAC-ELISA untuk 5 hari pertama sejak gejala muncul. Setelah hari ke-5, tes NS1 sebaiknya dikombinasi dengan MAC-ELISA.[9,10,14]
Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Interpretasi hasil pemeriksaan NS1 yang positif adalah pasien mengalami infeksi virus dengue. Namun, hasil NS1 yang negatif tidak langsung menyingkirkan infeksi dengue. Pemeriksaan IgM dengue dapat membantu diagnosis pada kondisi tersebut.[9,15]
Kasus diinterpretasikan sebagai infeksi dengue positif bila ditemukan:
- Serokonversi IgM dari negatif (sampel serum fase akut) menjadi positif (sampel serum fase konvalesen), atau
- Serokonversi IgG dari negatif menjadi positif atau ada peningkatan titer IgG menjadi 4 kali lipat pada serum yang diambil di fase konvalesen (minimal 7 hari dari pengambilan sampel fase akut)[2]
Kasus dicurigai sebagai infeksi dengue bila ditemukan:
- Hasil IgM yang positif di sampel serum tunggal (kemungkinan infeksi yang baru saja terjadi), atau
- Hasil IgG positif di satu sampel serum dan titer HI (haemagglutination-inhibition assay) ≥ 1:1280[2,9]
Hasil IgM yang negatif dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
- Hasil negatif pada pemeriksaan yang dilakukan dalam 7 hari sejak gejala muncul diklasifikasikan sebagai kasus belum terkonfirmasi. Pemeriksaan ulang dengan sampel yang diambil setelah hari sakit ke-7 diperlukan untuk mengonfirmasi diagnosis
- Hasil negatif disertai hasil NS1 yang juga negatif setelah 7 hari onset gejala diklasifikasikan sebagai negatif infeksi dengue[9]
Rasio IgM/IgG dari ELISA saat fase akut dapat digunakan untuk penentuan infeksi primer atau sekunder. Infeksi primer dengue ditandai dengan rasio IgM/IgG >1,2 (sampel serum dengan pelarutan 1/100) atau >1,4 (sampel serum dengan pelarutan 1/20). Infeksi sekunder dengue ditandai dengan rasio IgM/IgG <1,2 atau <1,4.[1,2,13]
Kelebihan dan Kekurangan Pemeriksaan Laboratorium Dengue
Masing-masing pemeriksaan laboratorium dengue memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dan Kekurangan Deteksi Antigen NS-1
Kelebihan pemeriksaan antigen NS1 adalah kemampuan lebih awal untuk mendeteksi infeksi dengue tanpa menunggu terbentuknya antibodi. Pemeriksaan antigen NS-1 dapat digunakan untuk deteksi infeksi akut.[1,3,5]
Sensitivitas pemeriksaan antigen NS-1 ELISA dalam 3 hari pertama dapat mencapai 81,7%. Selain itu, spesifisitasnya dapat mencapai 100%. Namun, berbagai studi juga menunjukkan bahwa sensitivitas dan spesifisitas setiap produk deteksi antigen NS1 di pasaran dapat bervariasi.[3,12,16]
Kekurangan pemeriksaan antigen NS1 adalah sensitivitas yang berkurang pada infeksi sekunder. Sensitivitas dilaporkan lebih tinggi pada kasus infeksi primer. Selain itu, reaksi silang dengan protein NS1 dari infeksi flavivirus lain masih bisa terjadi dan bisa memberikan hasil positif palsu. Deteksi NS1 juga belum bisa membedakan serotipe virus dengue.[1-5,17,18]
Kelebihan dan Kekurangan Deteksi Antibodi IgM dan IgG Dengue
Kelebihan pemeriksaan antibodi IgM dan IgG dengan metode ELISA adalah biaya pemeriksaan yang relatif murah dan dapat digunakan untuk membedakan infeksi primer dengan infeksi sekunder.[2,19]
Kekurangan pemeriksaan ini adalah kebutuhan waktu pemeriksaan yang cukup lama (3–5 jam) dan kebutuhan mengambil sampel serum dua kali untuk mengonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan IgM-IgG dengue dengan metode immunochromatography test (ICT) dengan RDT lebih banyak dipakai karena hasilnya yang cepat (<30 menit).[2,3]
Pemeriksaan IgM-IgG dengue dapat memberikan hasil positif palsu karena reaksi silang dengan flavivirus lain, misalnya pada kasus Japanese encephalitis, infeksi virus Zika, dan yellow fever. Selain itu, pemeriksaan IgM-IgG juga tidak bisa membedakan serotipe virus dengue.[1,6,9]
Rapid Diagnostic Test yang Dapat Mendeteksi NS1 dan IgM-IgG Sekaligus
Saat ini terdapat RDT yang bisa mendeteksi NS1 dan IgM-IgG dengue sekaligus. Studi cross-sectional prospektif terhadap 494 pasien di Malaysia yang dicurigai mengalami dengue menunjukkan bahwa RDT yang mengombinasikan NS1 dan IgM-IgG memiliki sensitivitas yang lebih tinggi daripada RDT NS1 saja (82,4% vs 52,4%). RDT kombinasi ini dapat mengurangi angka negatif palsu.[21]
RDT kombinasi NS1 dan IgM-IgG juga dapat mengatasi kekurangan pemeriksaan NS1 saja yang biasanya kurang sensitif untuk kasus infeksi dengue sekunder. Kombinasi pemeriksaan ini dapat membantu diagnosis infeksi primer maupun sekunder secara sekaligus dalam satu pemeriksaan.[1,5,21]
Kesimpulan
Pemeriksaan antigen NS1 maupun antibodi IgM-IgG bermanfaat untuk menegakkan diagnosis demam dengue, terutama pada kasus dengan gejala klinis yang tidak khas. Jenis pemeriksaan yang dipilih akan tergantung pada fase penyakit setiap pasien. Terkadang, pemeriksaan-pemeriksaan tersebut perlu dipadukan untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Pemeriksaan antigen NS1 dapat mengonfirmasi diagnosis infeksi dengue sejak hari pertama gejala muncul. Sementara itu, antibodi IgM biasanya muncul pada hari 4–5 dan dapat bertahan lebih lama dibandingkan NS1. Oleh karena itu, pemeriksaan IgM lebih disarankan bila onset gejala telah melebihi 5 hari.
Antibodi IgG dapat terdeteksi setelah hari 5–7 dan dapat bertahan tetap positif selama bertahun-tahun. Pada kasus infeksi sekunder, kadar IgG lebih dominan daripada kadar IgM. Pemeriksaan rasio IgM/IgG dapat dilakukan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi sekunder.
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur