Suplementasi Serat Bagi Kesehatan

Oleh :
dr.Kurnia Agustina Sitompul, M.Gizi, Sp.GK

Asupan tinggi serat dilaporkan memberikan keuntungan bagi kesehatan, bukan hanya pada pasien sehat tetapi juga pada pasin dengan obesitas, hiperglikemia dan hiperlipidemia. Serat salah satunya terkandung dalam buah dan sayur, namun jumlah konsumsi kedua jenis bahan pangan tersebut di Indonesia masih kurang dari yang dianjurkan.

Banyak strategi gaya hidup telah dikembangkan untuk memperbaiki kekurangan tersebut, termasuk dengan pemberian suplementasi serat. Meskipun telah banyak bukti empiris menegaskan keuntungan suplementasi serat, namun hingga kini suplementasi serat masih diperdebatkan dan belum terdapat saran khusus mengenai jenis dan jumlah suplementasi serat yang paling efektif untuk diberikan.[1-4]

Suplementasi Serat Bagi Kesehatan-min

Sekilas Mengenai Serat

Serat secara umum merupakan istilah yang ditujukan pada nutrien yang tahan terhadap proses enzim pencernaan manusia. Secara garis besar, serat dibagi dalam dua kelompok utama yang didasarkan pada kemampuannya larut dalam air. Contoh serat tidak larut adalah lignin, selulosa, dan beberapa hemiselulosa. Contoh serat larut atau serta yang cenderung membentuk gel secara alami adalah pektin, gum, dan residu hemiselulosa.[3]

Kini telah banyak suplementasi serat yang ditemukan di pasaran. Beberapa mengandung serat alami seperti inulin, psyllium atau β-glucan. Produk suplementasi lainnya mengandung bahan artifisial seperti polydextrosewheat dextrin, atau methylcellulose polydextrose.

Menurut Institute of Medicine di Amerika Serikat, serat dalam makanan perlu dibedakan dengan suplementasi serat. Untuk dapat dinyatakan sebagai serat fungsional, maka suplementasi serat perlu memberikan bukti klinis yang menguntungkan bagi kesehatan.[5]

Efek Suplementasi Serat

Berdasarkan uji klinis, suplementasi serat dianggap berperan dalam terapi obesitas, penanganan diare, konstipasi, hingga perbaikan profil metabolik individu dengan sindrom metabolik.

Suplementasi Serat Menurunkan Berat Badan

Sebuah meta analisis mengevaluasi 62 studi dengan total subjek 3877 orang. Berdasarkan analisis ditemukan bahwa suplementasi serat kental (viscous fiber) dengan dosis median 8 gram/hari dalam median waktu 8 minggu akan menurunkan berat badan 0,33 kg apabila dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini terutama diobservasi pada individu dengan status overweight dan obesitas, serta individu dengan diabetes dan sindrom metabolik.

Walaupun demikian, penelitian ini menyatakan setidaknya butuh durasi yang lebih lama untuk memberikan efek positif. Hal tersebut dicetuskan mengingat sebagian besar durasi uji klinis memang cukup singkat. Selain itu, dipaparkan kelemahan penelitian berupa kelompok kontrol yang sebagian besar telah menjalankan diet tinggi serat sehingga dapat dikategorikan dalam kontrol positif.[6]

Pemberian serat juga sering dikaitkan dengan perbaikan mikrobiota usus yang merupakan salah satu faktor penting dalam obesitas. Mayengba et al., telah melakukan penelitian terhadap 29 subjek yang overweight dan obesitas dengan memberikan 5 g yellow pea fiber dalam bentuk wafer sebanyak tiga kali per hari, sedangkan 24 orang yang tergabung dalam kelompok kontrol mendapatkan diet isokalori dan wafer yang tidak mengandung serat.

Setelah mendapatkan tambahan serat 15 g/hari terdapat perubahan bermakna serum metabolik di kelompok perlakuan. Terjadi peningkatan short chain fatty acids (SCFAs) yang diproduksi Lachnospira sedangkan pada kelompok kontrol justru menurun. Selain itu, terjadi perubahan berat badan pada kelompok perlakuan, dan hal tersebut menunjukkan korelasi negatif dengan perubahan Lachnospira.[7]

Suplementasi Serat Menurunkan Kadar Kolesterol

Sebuah uji acak terkontrol memberikan suplementasi psyllium sebanyak 10,5 g selama 8 minggu terhadap pasien yang baru didiagnosis Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2). Sebanyak 36 pasien dikelompokkan menjadi kontrol (n=18) dan perlakuan (n=18). Suplementasi serat larut menghasilkan perbedaan pada ukuran lingkar pinggang, kadar trigliserida, kolesterol total, tekanan darah sistolik dan gula darah puasa.[3,8]

Efek menguntungkan psyllium juga didukung penelitian Clark et al., yang menunjukkan penurunan bermakna tekanan darah sistolik setelah suplementasi pada pasien hipertensi. Peningkatan viskositas kandungan usus akan mengurangi difusi nutrien di usus, sehingga turut menurunkan penyerapan kolesterol dan asam empedu. Selain itu, diduga ada penghambatan sintesis kolesterol oleh SCFA yang merupakan hasil fermentasi serat oleh bakteri usus.[3,8]

Penurunan kadar gula darah puasa dan tekanan darah sistolik berhubungan dengan perbaikan respon insulin setelah penambahan serat. Serat larut mampu mempertahankan rasa kenyang dengan memperlambat waktu transit makanan sehingga terjadi penurunan konsumsi. Peningkatan viskositas usus juga meningkatkan respon peptida usus terutama grelin dan peptida YY sehingga terjadi perlambatan absorpsi makronutrien, diikuti penurunan glukosa darah puasa.[3,7]

Penelitian lain juga menunjukkan keuntungan suplementasi serat jenis inulin. Tinjauan terhadap 9 uji acak terkontrol menyatakan bahwa suplementasi inulin memperbaiki kadar glukosa darah puasa, Homeostatic Model Assessment for Insulin Resistance (HOMA-IR) dan HbA1C pasien DMT2. Jumlah suplementasi inulin yang dianggap memberi hasil bermakna adalah 8,4–10 g selama lebih dari 8 minggu. Meski begitu, dinyatakan terdapat bias cukup besar dalam penelitian ini.[9]

Suplementasi Serat Dikaitkan dengan Perbaikan Usus

Penelitian serat larut lain yaitu β-fructan juga dilakukan oleh Vries et al., dengan memilih 47 artikel yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan meta analisis tersebut, dinyatakan bahwa suplementasi teratur β-fructan memiliki efek positif terhadap peningkatan gerakan usus, konsistensi feses, dan berat kering feses bila dibandingkan individu yang tidak mendapat suplementasi. Ketiga hal tersebut merupakan faktor penting dalam proses laksatif normal.

Dalam penelitian ini dikatakan bahwa konsumsi β-fructan hingga 30 g/hari masih dapat ditoleransi, dan secara umum tidak ditemukan gejala gastrointestinal bermakna bila dikonsumsi 10–12 g/hari secara teratur, termasuk pada pasien hipersensitif. Berdasarkan mekanisme normalnya, serat dalam makanan dapat meningkatkan massa intraluminal usus, mempertahankan air, dan meningkatkan massa feses.[10,12]

Efek Samping Suplementasi Serat

Terdapat beberapa efek samping yang dilaporkan setelah konsumsi serat, seperti munculnya pusing, insomniagastrectasia, diare, dan konstipasi. Namun, tidak terdapat perbedaan bermakna efek samping antara kelompok kontrol dan perlakuan. Selain itu, ada pula efek samping seperti flatus berlebihan, perut kembung, kram perut, dan diare setelah suplementasi serat >50 g/hari.[9,10]

Rekomendasi Suplementasi Serat

Hingga saat ini belum ada rekomendasi yang menyebutkan dosis efektif dalam suplementasi serat, dan berdasarkan bukti klinis di atas dosis pemberian serat yang menguntungkan masih bervariasi, namun sebagian besar memberikan keuntungan setelah konsumsi setidaknya 8 minggu.[3-11]

Rekomendasi asupan serat tidak spesifik pada jenisnya, dan bervariasi tiap negara. Berdasarkan American Diabetes Association, rekomendasi asupan harian serat adalah 25 g/hari untuk perempuan dan 38 g/hari untuk laki-laki dewasa usia 21–50 tahun. Untuk lansia diperkirakan konsumsi kalori lebih sedikit, sehingga rekomendasi asupan serat untuk laki-laki dan perempuan berusia lebih dari 50 tahun masing-masing adalah 21 dan 30 g/hari.[3-11]

Kesimpulan

Serat merupakan nutrien yang tahan terhadap proses enzim pencernaan, dan berdasarkan sifatnya dibagi menjadi serat larut dan tidak larut. Kurangnya asupan serat dari yang direkomendasikan telah memunculkan alternatif berupa suplementasi serat yang berasal dari serat alami dan artifisial.

Walaupun telah banyak bukti klinis yang menunjukkan keuntungan suplementasi serat, namun tetap dibutuhkan penelitian dengan durasi lebih lama untuk melihat efektifitas dalam kesehatan pada kondisi di mana serat menguntungkan.

Sebelum mempertimbangkan suplementasi serat, sebagai klinisi dianjurkan untuk tetap melakukan edukasi terkait konsumsi sumber serat dalam diet sehari-hari. Kebanyakan dari penelitian yang tersedia saat ini, hanya menggunakan studi dengan jumlah sampel yang kecil, sehingga membutuhkan penelitian yang lebih besar untuk melihat peran suplemen serat bagi kesehatan.

 

Direvisi oleh: dr. Bedry Qintha

Referensi