Usia paternal dilaporkan turut berpengaruh terhadap luaran reproduksi berbantuan atau assisted reproduction, seperti luaran in-vitro fertilization atau bayi tabung. Selama ini, usia maternal sering menjadi fokus utama ketika mendiskusikan peluang keberhasilan atau kegagalan program reproduksi berbantuan. Namun, bukti yang ada menunjukkan bahwa usia paternal juga perlu mendapatkan perhatian, sebab dapat memengaruhi kualitas sperma dan keberhasilan tindakan.
Keberhasilan reproduksi berbantuan atau assisted reproduction technology (ART) dapat dilihat dari terjadinya implantasi dan kelahiran bayi hidup. Selama ini, usia maternal merupakan salah satu faktor yang paling diperhatikan karena bukti menunjukkan bahwa semakin tinggi usia maternal, semakin sedikit jumlah folikel telur dan semakin rendah angka kelahiran hidup dengan ART. Hal ini membuat sebagian besar ART menerapkan batasan usia untuk wanita.[1-3]
Di sisi lain, hubungan usia paternal dan keberhasilan ART masih sering diperdebatkan. Umumnya, laki-laki dianggap masih mampu untuk terus menghasilkan sel sperma dan memiliki anak di usia lanjut. Namun, ada perkiraan bahwa usia paternal yang semakin tua akan memengaruhi kualitas spermanya, yang mungkin turut memengaruhi peluang keberhasilan ART dan kesehatan bayi. Studi-studi tentang hal ini pun mulai banyak dilakukan, mengingat semakin meningkatnya rerata usia paternal saat ini.[4-6]
Sekilas tentang Reproduksi Berbantuan
Reproduksi berbantuan dilakukan untuk pasangan yang mengalami infertilitas dengan tujuan untuk mencapai kehamilan aterm dan kelahiran hidup. Contoh dari reproduksi berbantuan atau ART adalah in-vitro fertilization (IVF), gamete intrafallopian transfer (GIFT), atau zygote intrafallopian transfer (ZIFT).[7,8]
Prosedur IVF merupakan reproduksi berbantuan yang paling umum dilakukan. Proses diawali dengan stimulasi ovarium yang terkontrol dan diikuti dengan pengambilan oosit. Sperma dari sampel semen yang disiapkan kemudian digunakan untuk membuahi oosit dengan cara inseminasi atau dengan intracytoplasmic sperm injection (ICSI). Setelah fertilisasi, embrio yang sudah mencapai tahap tertentu akan ditransfer ke uterus.[7,8]
Ada banyak faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan IVF, seperti usia, gaya hidup, kualitas sperma dan oosit, serta ada tidaknya abnormalitas organ reproduksi. Oleh sebab itu, reproduksi berbantuan memerlukan skrining dan persiapan yang panjang, yang melibatkan berbagai pemeriksaan untuk calon ibu maupun ayah.[7,8]
Studi tentang Pengaruh Usia Paternal pada Reproduksi Berbantuan
Suatu studi kohort retrospektif dilakukan oleh Marsidi, et al. terhadap 77.209 siklus IVF di Amerika Serikat. Hasil menunjukkan bahwa usia paternal ≥46 tahun berhubungan dengan peluang kehamilan dan peluang kelahiran hidup yang lebih rendah per siklus jika dibandingkan dengan usia paternal ≤45 tahun. Namun, efek negatif dari kenaikan usia paternal ini tampak lebih jelas pada wanita berusia ≥35 tahun. Oleh sebab itu, usia maternal masih dinilai sebagai faktor yang lebih kuat pengaruhnya daripada paternal.[9]
Studi kohort retrospektif oleh Lu, et al. terhadap 381 siklus IVF mencoba membatasi usia maternal agar <35 tahun. Hasil menunjukkan bahwa angka kehamilan pada grup usia paternal >40 tahun jauh lebih rendah daripada grup usia paternal <35 tahun, yaitu 26,1% vs. 40,3%. Angka implantasi juga berkurang cukup signifikan dengan kenaikan usia paternal. Angka kelahiran hidup juga menunjukkan tren menurun seiring kenaikan usia paternal.[11]
Suatu tinjauan sistematik oleh Gourinat, et al. terhadap 111 literatur menyatakan bahwa pertambahan usia paternal berkaitan dengan perburukan beberapa parameter sperma seperti volume semen dan motilitas sperma. Selain itu, usia paternal ternyata berkaitan dengan peningkatan morbiditas bayi, yaitu dalam hal terjadinya achondroplasia, Apert syndrome, autisme, dan skizofrenia. Hal ini pernah dilaporkan juga oleh beberapa studi lain.[6,12,13]
Tinjauan sistematik tersebut kesulitan mengonfirmasi hubungan usia paternal dengan angka kehamilan dan kelahiran hidup karena mayoritas literatur yang tersedia hanya merupakan studi retrospektif longitudinal dengan kekuatan statistik lemah dan hasil yang berbeda-beda. Usia paternal diperkirakan berpengaruh, tetapi pengaruhnya dinilai lebih lemah daripada pengaruh usia maternal.[6]
Para peneliti memperkirakan bahwa peningkatan usia paternal berpengaruh karena ada degenerasi sistem organ, gangguan hormonal, kerentanan organ reproduksi terhadap infeksi, penyakit sistemik, dan paparan terhadap toksin seiring naiknya usia.[2,9,10]
Salah satu temuan yang menarik adalah penelitian memang menunjukkan penurunan angka keberhasilan reproduksi berbantu saat usia >35 tahun. Akan tetapi, bila fertilisasi dilakukan dengan injeksi intrasitoplasmik (ICSI), korelasi antara usia dan kesuksesan menjadi tidak berarti. Hal ini menunjukkan adanya penurunan kemampuan sel sperma dalam mempenetrasi oosit seiring pertambahan usia. Selain itu, pertambahan usia paternal berkaitan dengan adanya fragmentasi DNA sel sperma.[5,6,11]
Kesimpulan
Selama ini, usia maternal sering menjadi fokus utama ketika pasangan ingin menjalani program reproduksi berbantu atau assisted reproduction technology (ART), contohnya IVF. Namun, selain usia maternal, usia paternal juga ternyata berpengaruh terhadap luaran program reproduksi berbantu.
Bukti klinis saat ini menunjukkan bahwa pertambahan usia paternal berkaitan dengan penurunan kualitas sperma. Pertambahan usia paternal juga menunjukkan tren angka kehamilan dan angka kelahiran hidup dari IVF yang menurun. Hal ini masih inkonsisten dalam beberapa studi, tetapi patut dipertimbangkan dan didiskusikan dengan pasien ketika merencanakan reproduksi berbantu, mengingat prosedur ini memerlukan biaya yang tinggi dan persiapan yang panjang.
Berdasarkan penelitian, pertambahan usia paternal juga berhubungan dengan risiko penyakit tertentu pada bayi, seperti achondroplasia, Apert syndrome, autisme, dan skizofrenia. Oleh sebab itu, edukasi pasien yang komprehensif mengenai reproduksi berbantuan pada usia parental lanjut penting dilakukan.