Enuresis pada Anak: Pertanyaan yang Sering Diajukan

Oleh :
dr. Utari Nur Alifah

Banyak pertanyaan seputar enuresis pada anak yang sering diajukan keluarga pasien pada dokter, termasuk kapan sebetulnya anak harus berhenti mengompol. Enuresis nokturnal pada anak didefinisikan sebagai inkontinensia atau keluarnya urin secara tidak sadar di malam hari yang terjadi minimal 2 kali seminggu pada anak berusia 5 tahun ke atas.

Enuresis nokturnal bisa disebabkan oleh gangguan tidur, produksi urin berlebih, kapasitas kandung kemih yang kecil, atau aktivitas berlebih dari otot detrusor. Di Indonesia, kondisi ini disebut masyarakat awam sebagai mengompol. Enuresis pada anak sering menyebabkan kegelisahan pada orang tua. Berikut adalah beberapa pertanyaan beserta fakta ilmiah yang diharapkan dapat membantu dokter mengedukasi pasien terkait enuresis pada anak.[1,2]

Pertanyaan Enuresis pada Anak

Di Usia Berapa Anak Seharusnya Sudah Tidak Mengompol?

Mengompol di malam hari atau enuresis nokturnal merupakan kondisi yang sering terjadi pada anak dan dikategorikan normal apabila terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun. Di atas usia tersebut, perlu dilakukan investigasi untuk diagnosis dan terapi.[3,4]

Enuresis pada anak dideskripsikan sebagai ketidakmampuan anak untuk mengontrol pengeluaran kandung kemih pada usia di atas 5 tahun yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab spesifik atau obat-obatan. Enuresis nokturnal terjadi dengan frekuensi setidaknya 2 kali seminggu.

Berdasarkan prevalensinya, enuresis nokturnal sering terjadi pada anak usia 5-7 tahun. Meski demikian, enuresis nokturnal pada anak akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi enuresis pada anak usia 6 tahun sekitar 10%, pada usia 10 tahun sekitar 5%, dan pada usia remaja berkisar 0,5-1%.[3,6]

Apa Penyebab Anak Sering Mengompol?

Manusia pada umumnya akan mengurangi diuresisnya saat tidur, namun anak dengan enuresis nokturnal mengalami poliuri atau produksi urin berlebih di malam hari. Enuresis dapat terjadi karena terganggunya fungsi penyimpanan kandung kemih seperti volume urin yang berlebih atau terganggu dan anak tetap tertidur ketika otot detrusor menginisiasi kontraksi serta otot sfingter berelaksasi sehingga urin secara spontan mengalir.

Enuresis nokturnal dapat terjadi karena adanya gangguan fungsi kandung kemih, gangguan filtrasi ginjal dan cairan, atau kontrol sistem saraf pusat terhadap kandung kemih. Beberapa dekade lalu, enuresis nokturnal dikaitkan dengan kelainan psikiatri, seperti adanya kecemasan berlebih atau stress pada anak. Setelah penelitian lebih lanjut, ditemukan adanya patofisiologi somatik meskipun mekanisme patofisiologi yang lebih jelas masih belum diketahui.[3]

Kaitan dengan Hormon

Produksi urin yang berlebih saat anak tertidur dipengaruhi oleh gangguan irama sirkadian dari antidiuretic hormone arginin-vasopressin (AVP). AVP mengatur keseimbangan cairan manusia dan disekresikan beriringan dengan irama sirkadian dari neurofisis yang kadarnya meningkat lebih banyak di malam hari.

Anak dengan enuresis nokturnal dengan nokturnal poliuria dilaporkan memiliki kadar AVP yang lebih rendah di malam hari dibandingkan anak sebayanya. Namun, terganggunya irama sirkadian AVP tidak dapat menjelaskan seluruh kasus poliuri nokturnal.

Pada anak dengan produksi urin normal, pengosongan kandung kemih saat tidur merupakan akibat aktivitas berlebih dari kandung kemih atau berkurangnya kapasitas kandung kemih. Aktivitas berlebih dari kandung kemih merupakan penyebab tersering pada anak dengan enuresis nokturnal dan biasanya gejala juga terlihat di siang hari.[3]

Bagaimana Cara Mengatasi Anak Yang Mengompol?

Pada enuresis nokturnal primer, terapi umumnya tidak diperlukan, sehingga penting bagi dokter untuk memberikan edukasi pada pengasuh, menghilangkan stigma, serta meyakinkan orang tua pasien bahwa enuresis bisa diatasi dengan modifikasi perilaku tanpa perlu medikamentosa. Jelaskan pula poin apa saja yang harus diamati serta edukasi tanda bahaya apabila kondisi berkelanjutan.[7,8]

Uroterapi

Uroterapi dapat diberikan sebagai terapi modifikasi perilaku. Uroterapi dibagi menjadi terapi standar dan terapi spesifik. Uroterapi diberikan berdasarkan pendekatan terhadap ada tidaknya gejala traktus urinarius bawah (lower urinary tract symptoms/LUTS).

Walaupun LUTS tidak selalu muncul pada anak dengan enuresis nokturnal, uroterapi tetap disarankan untuk dilakukan sebelum memulai terapi dengan medikamentosa. Uroterapi standar terdiri dari:

  • Informasi dan demistifikasi
  • Instruksi bagaimana menangani disfungsi traktus urinarius bawah
  • Saran untuk modifikasi gaya hidup
  • Pencatatan gejala dan kebiasaan buang air kecil
  • Dukungan dan bantuan.

Uroterapi spesifik bergantung pada kondisi yang mendasari, contoh uroterapi spesifik adalah pelatihan otot dasar panggul, neuromodulasi, atau kateter intermiten. Intervensi lain seperti pembatasan cairan dan latihan kontrol retensi dapat diberikan jika anak kooperatif.[7]

Strategi Perubahan Perilaku

Berikut merupakan informasi yang dapat diberikan saat konseling atau strategi perubahan perilaku.

Pengosongan Kandung Kemih Yang Optimal:

Hal pertama yang dilakukan saat bangun tidur adalah buang air kecil. Selain itu, buang air kecil dahulu sebelum anak tidur. Di sepanjang hari, jadwalkan buang air kecil dengan frekuensi 2-3 jam sekali atau 5-7 kali sehari, bisa juga dengan memasang alarm untuk buang air kecil.[8]

Asupan Cairan:

Sebaiknya anak minum air lebih banyak di pagi hari dan siang hari, serta minum lebih sedikit saat makan malam. Beberapa penelitian merekomendasikan 80% cairan harian diminum sebelum pukul 16.00. Hindari minum terlalu banyak 1-2 jam sebelum tidur.[8]

Nutrisi dan Diet:

Lihat apakah ada konstipasi atau tidak. Konsumsi diet gizi seimbang dan targetkan buang air besar minimal  sekali per hari untuk pergerakan usus yang lebih baik.[8]

Afirmasi Positif:

Beri hadiah pada anak yang telah menjalani program dengan baik, seperti buang air kecil sebelum tidur, berhasil tidak mengompol, atau ketika anak membantu membersihkan perlengkapan tidur yang terkena ompol.[8]

Terapi Alarm

Terapi alarm sejak lama digunakan pada anak yang mengalami enuresis. Pada terapi ini, alarm akan melatih anak untuk bangun dan buang air kecil sehingga tidak mengompol. Terapi ini efektif untuk enuresis nokturnal pada anak dengan kapasitas kandung kemih normal atau kecil dibanding pada anak dengan poliuri nokturnal.[8]

Medikamentosa

Pada kondisi khusus, seperti anak yang telah terbukti mengalami gangguan pada vasopressin, terapi dengan desmopressin dapat diberikan. Desmopressin akan mengurangi volume urin dan tekanan intravesika di malam hari.

Antikolinergik atau antispasmodik dapat diberikan pada kondisi aktivitas kandung kemih berlebih (overactive bladder). Penggunaan obat-obatan pada anak sangatlah jarang dan membutuhkan supervisi ketat dari dokter spesialis.[8]

Apakah Anak Yang Sering Mengompol Memiliki Penyakit Tertentu Dan Harus Diperiksakan?

Enuresis nokturnal umum terjadi pada anak, terutama pada usia 5-7 tahun, dan akan berkurang seiring dengan meningkatnya usia. Jika frekuensi enuresis nokturnal tergolong sangat sering, terjadi juga di siang hari, dan ada kecurigaan terhadap penyakit tertentu dokter sebaiknya melakukan beberapa pemeriksaan penunjang.[9]

Urinalisis

Dari pemeriksaan urinalisis, bisa dideteksi beberapa penyakit yang secara tidak langsung dapat menyebabkan enuresis pada anak. Jika terdapat glikosuria, maka dapat dicurigai anak mengalami diabetes mellitus. Jika terdapat nitrit leukosit esterase, leukosit, atau bakteri maka dapat dicurigai anak mengalami infeksi saluran kemih.[9]

Pemeriksaan Lain

Pada kasus enuresis tanpa gejala khusus yang tidak respon terhadap terapi atau jika orang tua menginginkan pemeriksaan lebih lanjut, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan selain urinalisis yaitu USG ginjal dan saluran kemih untuk melihat apakah terdapat kelainan anatomis. Selain itu, dapat dilakukan juga pengukuran volume residu setelah berkemih, pengukuran laju urin, studi urodinamik, dan manometro anorektal.

Pastikan dokter mengeksklusi diagnosa banding seperti disfungsi kandung kemih karena infeksi atau kondisi neurologis, serta inkontinensia karena abnormalitas anatomis. Singkirkan juga diagnosis banding poliuri sekunder karena diabetes mellitus, diabetes insipidus, asupan cairan berlebih, serta penggunaan diuretik atau obat yang dapat meningkatkan diuresis pada anak.[9]

Apakah Anak Yang Mengompol Akan Terus Mengompol Hingga Dewasa?

Kebanyakan kasus enuresis nokturnal akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Kebanyakan kasus dapat sembuh secara spontan dan angka kejadian berkurang sekitar 15% setiap penambahan tahun pada individu. Apabila anak membutuhkan pengobatan, respon terhadap terapi memiliki keberhasilan yang tinggi. [3-6,9]

Apa Saja Tanda Bahaya Mengompol Pada Anak?           

Enuresis cenderung akan sembuh dengan sendirinya secara spontan. Namun, kondisi enuresis ini berkaitan dengan morbiditas yang sangat besar. Anak-anak rentan sekali dengan kekerasan emosional dan fisik. Pada anak yang masih sering mengompol, seringkali anak dimarahi dan mengalami rasa percaya diri yang rendah karena tekanan lingkungan sekitar. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi prestasi akademik anak.

Apabila tidak tertangani, enuresis dapat mempengaruhi kualitas hidup anak dan keluarga, kepercayaan diri yang rendah, masalah mood, dan tingkat stress yang tinggi. Kondisi ini juga dapat mempengaruhi aspek sosial anak saat bergaul dengan teman-temannya. Pada anak yang mengalami enuresis dan tidak terselesaikan dengan terapi perubahan perilaku setelah tiga bulan sebaiknya dievaluasi lebih lanjut.[9]

Anak Mengompol Juga Di Siang Hari Dan Tidak Hanya Saat Tidur, Apakah Berbahaya?

Mengompol di siang hari termasuk dalam kategori inkontinensia urin pada anak. Inkontinensia urin pada anak dibagi menjadi inkontinensia kontinu (berhubungan dengan malformasi urologi kongenital) dan inkontinensia intermiten (seringkali fungsional, non organik). Inkontinensia intermiten dibagi menjadi enuresis nokturnal dan inkontinensia urin siang hari (ketika terbangun).

Pada kondisi anak yang mengompol di siang hari saat terbangun, juga mengompol di malam hari saat tertidur dapat dicurigai terdapat disfungsi dari traktus urinarius bawah. Beberapa gejala disfungsi traktus urinarius bawah yaitu inkontinensia tipe urgensi, penundaan buang air kecil, disfungsional saat buang air kecil, dan penurunan aktivitas otot detrusor. Pada kasus ini, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pasti serta terapi yang lebih spesifik.[10]

Sebelumnya Tidak Pernah Mengompol Tapi Anak Tiba-Tiba Mengompol, Apakah Penyebabnya?

Enuresis sekunder didefinisikan sebagai adanya relaps atau kembali mengompol setelah periode kering atau periode tidak mengompol setidaknya selama 6 bulan. Manifestasi klinis enuresis primer dan sekunder sangatlah mirip. Anak dengan enuresis sekunder memiliki risiko tinggi terhadap penyakit komorbid sehingga pada kasus seperti ini perlu pemeriksaan lebih lanjut.

Enuresis sekunder monosimptomatik atau enuresis tanpa gejala disfungsi traktus urinarius bawah seringkali berkaitan dengan peristiwa besar yang membuat anak stress seperti perceraian orang tua, kelahiran saudara, dan masalah di sekolah anak. Ketika gejala ini muncul dan terdapat peristiwa besar yang dicurigai berkaitan, maka pemeriksaan aspek psikologis atau psikiatri dapat dipertimbangkan oleh dokter.[10]

Apakah Ada Kebiasaan Tertentu Yang Dapat Menyebabkan Anak Menjadi Sering Mengompol?

Beberapa kebiasaan terkait pengosongan kandung kemih seperti menahan buang air kecil atau tidak buang air kecil sebelum tidur dapat menyebabkan gangguan pada kandung kemih. Asupan cairan yang berlebih di malam hari juga dapat menyebabkan kandung kemih menjadi penuh di malam hari sehingga anak berpotensi untuk mengompol.[8]

Apakah Penggunaan Popok Berpengaruh Terhadap Enuresis Nokturnal?

Pada beberapa penelitian, penggunaan popok sekali pakai yang terlalu lama hingga dilakukan toilet training berhubungan dengan enuresis primer. Namun studi ini membutuhkan bukti lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme pasti dan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti adanya disfungsi traktus urinarius dan metode toilet training.

Enuresis nokturnal pada anak kebanyakan terjadi karena otak tidak merespon sinyal dari kandung kemih yang telah penuh. Walaupun mekanismenya belum pasti, adanya keterlambatan perkembangan kontrol buang air kecil dicurigai sebagai penyebab mengapa frekuensi enuresis nokturnal pada anak akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia.

Anak direkomendasikan untuk memulai toilet training di usia 18-24 bulan. Orang tua dapat memulai toilet training kurang dari 18 bulan dengan syarat tidak boleh ada ekspektasi yang berlebihan serta hal lain yang merugikan anak, seperti melakukan hukuman atau penganiayaan pada anak yang tidak berhasil melalui toilet training.[11]

Apakah Sunat Pada Anak Laki-Laki Berhubungan Dengan Frekuensi Mengompol?

Beberapa penelitian terdahulu memiliki hipotesis bahwa anak yang disunat mungkin lebih rentan mengalami enuresis, namun hipotesis ini tidak didukung bukti ilmiah adekuat.[12]

Kesimpulan

Enuresis nokturnal merupakan kejadian yang banyak dialami oleh anak usia di atas 5 tahun. Meski demikian, kondisi ini umumnya akan membaik dengan sendirinya seiring dengan pertambahan usia. Dokter bisa menyarankan beberapa modifikasi perilaku, seperti penjadwalan berkemih dan mengurangi konsumsi air sebelum tidur, untuk membantu mengurangi gejala. Pada pasien dengan gejala yang menetap atau timbul kembali setelah periode tanpa enuresis, pemeriksaan lanjutan bisa bermanfaat.

Referensi