Massa atau benjolan payudara umum dikeluhkan pasien wanita pada layanan primer, sehingga klinisi perlu mengerti cara mengevaluasinya. Sebuah studi menunjukkan bahwa 16% wanita berusia 40–69 tahun datang dengan lesi pada payudara. Sebanyak 90% di antaranya jinak dengan penyebab utama berupa fibroadenoma dan kista.[1,2]
Akan tetapi, kanker payudara diharapkan dapat terdeteksi di layanan primer karena 10% wanita yang datang dengan benjolan payudara memiliki risiko pengembangan kanker. Pasien dengan keluhan benjolan payudara harus dievaluasi dengan anamnesis mendetil, pemeriksaan payudara klinis (SADANIS), dan pemeriksaan radiologi.[2]
Evaluasi Pasien Dengan Keluhan Massa di Payudara
Anamnesis pada pasien dengan massa di payudara perlu meliputi karakteristik massa. Beberapa hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah:
- Sudah berapa lama benjolan dirasakan?
- Apakah benjolan membesar/mengecil seiring berjalannya waktu?
- Apakah ukuran benjolan berubah mengikuti siklus menstruasi?
- Adakah gejala penyerta, seperti nyeri, bengkak, kemerahan, demam, cairan yang keluar dari puting payudara?[1,3]
Riwayat penyakit pasien, pengobatan, serta penyakit keluarga juga harus ditanyakan, antara lain:
- Riwayat penyakit pasien, seperti riwayat kanker payudara, benjolan payudara, trauma/operasi payudara, radioterapi/kemoterapi, terapi pengganti hormon (hormone replacement therapy/HRT), riwayat kontrasepsi dan durasinya, serta paparan radiasi
- Riwayat kebiasaan, seperti merokok dan konsumsi alkohol
- Riwayat penyakit payudara pada keluarga. Jika ada, identifikasi hubungan kekerabatan dengan pasien dan berapa usia anggota keluarga tersebut saat onset penyakit
- Riwayat obstetri–ginekologi, seperti usia saat menstruasi pertama, usia saat melahirkan anak pertama, usia menopause, riwayat menyusui, jumlah anak[1,4,5]
Hubungan antara Kanker Payudara, Hormone Replacement Therapy (HRT), Kontrasepsi
Wanita yang mendapat HRT di masa menopause berisiko lebih tinggi menderita kanker payudara dibandingkan wanita seusianya yang tidak pernah mendapat HRT. Risiko kanker payudara pada kelompok yang sedang mendapat HRT juga lebih tinggi dibandingkan kelompok yang memiliki riwayat HRT. Selain itu, peningkatan risiko masih ada hingga lebih dari 10 tahun setelah HRT dihentikan.[6]
Sebuah studi menyatakan bahwa penggunaan HRT selama 5 tahun pada usia 50 tahun akan meningkatkan insidensi kanker payudara. Peningkatan insidensi tersebut pada usia 50–69 tahun sebanyak 1 dari 50 pengguna preparat estrogen dan progestagen harian, 1 dari 70 pengguna estrogen harian dan progestagen intermiten, dan 1 dari 200 pengguna preparat estrogen saja.[6]
Pada pengguna kontrasepsi hormonal, baik yang masih menggunakan atau pernah menggunakan, didapatkan risiko kanker payudara yang lebih tinggi daripada kelompok yang tidak pernah menggunakannya.
Risiko juga meningkat seiring dengan durasi penggunaan, walaupun peningkatan risiko absolut kecil. Setelah penghentian kontrasepsi hormonal, seorang wanita masih mempunyai risiko mengalami kanker payudara hingga 5 tahun kemudian.[7]
Dari anamnesis, dokter layanan primer dapat menentukan apakah pasien memiliki faktor risiko kanker payudara. Karakteristik pasien yang berisiko menderita kanker payudara tercantum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1. Faktor Risiko Kanker Payudara
Faktor Risiko Tinggi | Faktor Risiko Lainnya |
Usia >50 tahun Riwayat terpapar radiasi Melahirkan anak pertama pada usia >20 tahun Status sosioekonomi menengah ke atas Riwayat kanker payudara sebelumnya Riwayat kanker payudara pada anggota keluarga derajat pertama (ibu, putri, saudara perempuan) Menjalani terapi hormon Belum pernah hamil | Konsumsi alkohol Merokok Tidak pernah menyusui Menggunakan kontrasepsi hormonal Menstruasi pertama pada usia <12 tahun Menopause pada usia >45 tahun Diet tinggi lemak |
Sumber: dr. Krisandryka Wijaya, 2020
Pemeriksaan Payudara Klinis (Sadanis)
Pemeriksaan payudara klinis pada pasien dengan benjolan payudara dapat membantu klinisi menentukan langkah manajemen selanjutnya. Sadanis juga dapat mendeteksi lesi yang mungkin tidak tampak pada pemeriksaan radiologi.
Aspek yang perlu dinilai meliputi pemeriksaan fisik pada kedua payudara, dinding dada, aksila, dan kelenjar getah bening regional. Pada wanita premenopause, waktu terbaik untuk melakukan pemeriksaan fisik payudara adalah 1 minggu setelah menstruasi, ketika jaringan payudara tidak membengkak.[1,2]
Pertama–tama, pasien diperiksa dalam posisi tegak dan tangan bertolak pinggang. Dokter menginspeksi payudara dan menilai apakah kedua payudara simetris/tidak, adakah cairan yang keluar dari puting, apakah massa jelas terlihat, dan apakah ada perubahan pada kulit serta puting (dimpling, tanda inflamasi, ruam, retraksi/inversi puting).[1,2]
Kemudian, pasien diposisikan berbaring dengan lengan terangkat pada sisi payudara yang hendak diperiksa. Lakukan palpasi jaringan payudara (superfisial, intermediate, jaringan dalam), aksila, supraklavikula, leher, dan dinding dada.
Palpasi dilakukan secara sirkular dari areola dengan menggunakan bantalan jari telunjuk, tengah, dan manis. Apabila ada massa yang teraba, nilai ukuran, tekstur, mobilitas, nyeri, dan lokasinya (jarak dari areola, letak massa terhadap posisi keseluruhan payudara).[1,2]
Perbedaan Karakteristik Massa Jinak dan Ganas
Massa jinak umumnya memiliki konsistensi lunak hingga kenyal, permukaan rata, dapat digerakkan, berbatas tegas, dan tidak mengakibatkan perubahan pada kulit. Massa ganas umumnya keras, tidak dapat digerakkan, melekat pada kulit dan jaringan sekitarnya, serta batasnya ireguler atau tidak jelas.[2,8]
Massa ganas juga umumnya disertai beberapa gejala lain, seperti perubahan pada kulit (penebalan, pembengkakan, kulit kemerahan), abnormalitas pada puting (inversi yang baru terjadi, ulserasi, retraksi, sekret darah), serta benjolan pada ketiak.[8]
Kriteria Pasien yang Memerlukan Rujukan
Beberapa pasien dengan massa payudara yang datang ke layanan primer perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan lebih lengkap atau dokter spesialis untuk evaluasi lebih lanjut. Berikut kriteria pasien dengan massa payudara yang memerlukan rujukan dalam waktu 2 minggu:
- Massa baru timbul di payudara dengan nyeri atau tanpa nyeri atau benjolan di ketiak yang tidak jelas penyebabnya, pada pasien berusia >30 tahun
- Pasien berusia >50 tahun dengan sekret atau retraksi pada salah satu puting
- Terdapat perubahan pada kulit, seperti mengencang, timbul kemerahan, atau tampak seperti kulit jeruk
- Teraba massa di payudara yang persisten tetapi pemeriksaan radiologi diagnostik menunjukkan hasil normal
- Pemeriksaan radiologi menunjukkan kista kompleks
- Terdapat darah pada hasil aspirasi kista di payudara
- Hasil biopsi abnormal atau tidak sesuai dengan pemeriksaan fisik dan temuan radiologi
- Pada pasien <30 tahun dengan massa payudara yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, dapat dipertimbangkan rujukan non-urgent[1,9]
Peran USG dan Mamografi Dalam Penilaian Massa di Payudara
Pemeriksaan USG dalam mengevaluasi massa di payudara merupakan pemeriksaan yang melengkapi mamografi. Berikut ini merupakan kegunaan USG pada kasus massa di payudara:
- Memberi informasi mengenai ukuran dan jumlah tumor, serta menilai ada/tidaknya invasi ke jaringan sekitar
- Membedakan lesi kistik dan solid
- Mendeteksi kanker payudara yang berukuran kecil, invasif, tanpa keterlibatan nodul pada jaringan payudara yang padat, yang tidak jelas pada mamografi
- Mendeteksi kanker payudara di stadium awal, sehingga berpotensi mengurangi morbiditas dan mortalitas[10–12]
Pemeriksaan USG lebih ideal untuk dilakukan pada pasien wanita usia muda (<30 tahun) karena pada kelompok usia ini jaringan payudara lebih padat. Jika terdapat keluhan sekret patologis pada wanita <30 tahun, USG merupakan modalitas pemeriksaan lini pertama.[1,2]
Akan tetapi, USG tidak direkomendasikan sebagai skrining kanker payudara karena tidak dapat mendeteksi mikrokalsifikasi secara konsisten. Pemeriksaan USG juga tidak spesifik dalam membedakan lesi jinak dan ganas.[2]
Mamografi diagnostik merupakan pemeriksaan radiologi awal yang tepat dilakukan pada wanita berusia >40 tahun dengan massa di payudara. Meskipun belum ada bukti yang menentukan pemeriksaan ideal pada wanita berusia 30–40 tahun, beberapa pedoman merekomendasikan pemeriksaan pada kelompok usia tersebut disamakan dengan wanita >40 tahun.[2]
Kesimpulan
Keluhan massa di payudara pada wanita berusia 40–69 tahun datang ke layanan primer memiliki insidensi sekitar 16%, sehingga menjadikan keluhan ini cukup sering dijumpai. Kebanyakan pasien datang dengan massa yang bersifat jinak, tetapi 10% di antaranya dapat bersifat ganas. Oleh karena itu, dokter layanan primer perlu mengevaluasi massa di payudara untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis kanker payudara.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik payudara merupakan dua komponen penting dalam mengevaluasi massa di payudara. Dari anamnesis, penting untuk menilai karakteristik massa dan mengetahui faktor risiko keganasan yang dimiliki pasien. Area pemeriksaan fisik payudara meliputi kedua payudara, dinding dada, aksila, dan kelenjar getah bening regional.
Pemeriksaan USG merupakan salah satu pemeriksaan penunjang untuk mengevaluasi massa di payudara, tetapi modalitas ini tidak digunakan untuk skrining kanker payudara. USG dapat membedakan lesi kistik dan solid. USG merupakan pemeriksaan ideal pada wanita <30 tahun karena jaringan payudara masih padat, sedangkan mamografi lebih tepat digunakan pada wanita >30 tahun, terutama >40 tahun.
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli