Injeksi Insulin Seminggu Sekali pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2

Oleh :
Meili Wati

Injeksi insulin seminggu sekali pada pasien diabetes mellitus tipe 2 mulai giat dipelajari dalam beberapa tahun terakhir karena berpotensi untuk menyederhanakan terapi dan meningkatkan kepatuhan pasien berobat. Namun, masih terdapat keraguan mengenai efikasi dan keamanan injeksi insulin seminggu sekali jika dibandingkan dengan injeksi insulin harian yang selama ini telah dilakukan.[1,2]

Diabetes mellitus tipe 2 merupakan jenis diabetes tersering yang ditemukan pada 90% penderita diabetes mellitus. Meskipun sudah ada banyak obat diabetes oral yang dapat membantu kontrol glikemik dan mengurangi komplikasi jangka panjang, sekitar 20–25% penderita diabetes mellitus tipe 2 masih memerlukan terapi insulin.[1-3]

InjeksiInsulinSemingguSekali

Namun, terapi insulin masih menghadapi tantangan tersendiri yang dapat menghambat kesuksesannya, misalnya kurangnya kepatuhan pasien untuk injeksi harian, ketakutan akan jarum, ketakutan akan efek samping hipoglikemia dan peningkatan berat badan akibat injeksi insulin, serta kompleksnya titrasi dosis insulin.[1-3]

Oleh sebab itu, adanya opsi untuk menjalani injeksi insulin hanya seminggu sekali mulai banyak diteliti dalam beberapa tahun terakhir ini karena berpotensi untuk simplifikasi terapi. Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa injeksi insulin seminggu sekali tidak bersifat inferior terhadap injeksi insulin harian untuk mengontrol kadar glikemik dan bisa meningkatkan kepatuhan berobat.[1,2]

Mekanisme Kerja Insulin yang Diberikan Seminggu Sekali

Saat ini bukti yang tersedia tentang injeksi insulin sekali seminggu adalah dari insulin icodec dan BIF (basal insulin Fc). Insulin icodec dan BIF adalah rekombinan insulin yang dikembangkan berdasarkan analog insulin manusia. Insulin ini dapat diberikan secara mingguan karena memiliki farmakokinetik dan farmakodinamik yang berbeda dengan analog insulin.[1,2]

Icodec memiliki substitusi asam amino pada peptida insulin, penghilangan residu asam amino pada rantai B, dan adanya ikatan dengan fatty diacid. Hal ini menyebabkan penurunan degradasi oleh enzim dan penurunan ikatan dengan reseptor insulin, yang berujung pada penurunan klirens insulin. Molekul asam lemak akan berikatan dengan albumin, lalu secara tidak aktif akan bersirkulasi dalam tubuh dan akan dilepaskan secara perlahan dengan paruh waktu 8,2 hari.[1,2]

Sementara itu, BIF berasal dari fusi Fc dengan IgG. Seperti albumin, IgG merupakan protein plasma yang memiliki waktu paruh yang cukup panjang, yaitu sekitar 20 hari. Perbedaan-perbedaan inilah yang membuat insulin icodec dan BIF dapat diberikan sekali seminggu pada pasien diabetes mellitus tipe 2.[1,2]

Bukti Klinis tentang Pemberian Insulin Seminggu Sekali

Uji klinis fase II sudah dilakukan untuk injeksi insulin seminggu sekali. Selain itu, ada beberapa uji klinis fase III yang sedang berlangsung.[2]

Uji Klinis Fase II

Suatu uji klinis fase II membandingkan injeksi insulin icodec 70 U/minggu dan injeksi insulin glargine 100 U dengan dosis 10 U/hari pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Penelitian dilakukan selama 26 minggu dan diberikan secara acak pada 247 partisipan yang memiliki kadar HbA1c 53–80 mmol/mol dan sedang menjalani terapi metformin dengan atau tanpa obat golongan DPP4i.[2]

Hasil uji klinis menunjukkan pada minggu ke-26 terjadi penurunan rerata kadar HbA1c pada kedua kelompok, yaitu -14,54 mmol/mol pada kelompok insulin icodec dan -12,57 mmol/mol pada kelompok insulin glargine. Perbedaan antara kedua kelompok tersebut tidak bermakna secara statistik. Risiko terjadinya hipoglikemia tingkat 1 lebih tinggi pada kelompok icodec daripada glargine. Namun, risiko hipoglikemia tingkat 2 dan kejadian hipoglikemia yang parah tidak berbeda signifikan antara kedua grup.[2]

Suatu uji klinis fase II juga membandingkan pemberian BIF dengan degludec pada 278 penderita diabetes mellitus yang menjalani terapi metformin dengan atau tanpa DPP4i/ SGLT2i. Pasien belum pernah menggunakan insulin. Dosis disesuaikan dengan kadar glukosa masing-masing pasien. Pada minggu ke-26, penurunan HbA1c sebanding pada kedua kelompok. Kejadian hipoglikemia tingkat 1 lebih tinggi pada grup BIF daripada degludec tetapi tidak berbeda bermakna. Kejadian hipoglikemia tingkat 2 juga tidak berbeda bermakna.[2]

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian insulin icodec dan BIF tidak inferior jika dibandingkan dengan pemberian insulin harian untuk mengontrol kadar glikemik dan terbukti cukup aman pada diabetes mellitus tipe 2. Angka terjadinya hipoglikemia level 1 lebih tinggi pada pemberian insulin icodec dan BIF tetapi secara statistik tidak berbeda bermakna. Angka terjadinya hipoglikemia level 3 dilaporkan sama dengan insulin harian.[2]

Uji Klinis Fase III

Uji klinis fase III untuk BIF masih berjalan, tetapi uji klinis fase III untuk insulin icodec telah selesai dan telah melaporkan hasil. Studi-studi klinis ini termasuk dalam program ONWARDS (ONce Weekly Analogue exploRing DiabeteS).[2,3]

Penelitian ONWARDS 1 membandingkan insulin icodec dan glargine 100 U pada 492 penderita diabetes mellitus yang belum pernah mendapat terapi insulin. Penelitian dilakukan dengan metode acak, treat-to-target, dan open-label selama 78 minggu. Dosis permulaan adalah 70 unit per minggu untuk insulin icodec dan 10 unit per hari untuk glargine 100 U dan ditingkatkan bertahap untuk mencapai target glikemik dalam rentang 70–180 mg/dL.[3]

Hasil menunjukan bahwa  insulin icodec mampu menurunkan kadar HbA1c secara lebih baik daripada glargin 100 U pada akhir studi. Kejadian hipoglikemia berat dan insiden merugikan lainnya yang bermakna secara klinis tidak berbeda signifikan antara kedua kelompok. Dengan durasi penelitian yang cukup panjang, penelitian ONWARDS 1 cukup menggambarkan perbandingan kedua jenis insulin tersebut. Namun, penelitian ini tidak menjelaskan bagaimana dosis titrasi insulin yang digunakan.[3]

Dalam hal terjadinya hipoglikemia, beberapa studi klinis memang menunjukkan bahwa kejadian hipoglikemia tingkat 1 lebih tinggi pada insulin decodec. Akan tetapi, kejadian hipoglikemia yang parah hanya dilaporkan signifikan pada 1 dari 6 uji klinis (ONWARDS yang ke-3). Rate hipoglikemia masih <1 kejadian per patient-year of exposure (PYE) pada kedua grup (0.32 di grup icodec, 0.12 di grup degludec; p=0.01).[2]

Pada ONWARDS 5, kepatuhan pasien diabetes mellitus tipe 2 untuk berobat dilaporkan lebih baik dengan insulin icodec. Persentase pasien diabetes mellitus tipe 2 yang berhasil mencapai target HbA1c <53 mmol/mol (7%) tanpa hipoglikemia tingkat 2 dan 3 juga lebih besar pada grup insulin icodec. Namun, pada pasien diabetes mellitus tipe 1 di ONWARDS 6, hasil lebih baik tampak pada insulin degludec.[3,5]

Kandidat Penerima Injeksi Insulin Mingguan

Insulin mingguan dapat diberikan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang tidak bisa mencapai kontrol glikemik yang baik dengan metformin, SGLT2i, dan/atau GLP1-RA, atau memiliki kontraindikasi terhadap obat-obatan tersebut. Indikasi ini serupa dengan insulin harian, tetapi insulin mingguan dapat menjadi pilihan pada pasien yang sulit patuh memakai insulin harian atau tidak ingin regimen terapi yang kompleks.[2,4]

Insulin mingguan juga dapat bermanfaat untuk pasien lansia yang pemberian terapinya sangat tergantung pada keberadaan caretaker atau pengasuh. Insulin mingguan dapat memudahkan pengobatan pada pasien seperti ini.[2,4]

Untuk saat ini, bukti yang ada mendukung penggunaan pada pasien diabetes mellitus tipe 2, tetapi belum adekuat untuk mendukung pada pasien diabetes mellitus tipe 1. Uji klinis lebih lanjut masih diperlukan, termasuk pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan berbagai komorbiditas yang berbeda.[2,4]

Kesimpulan

Pemberian insulin icodec dan BIF yang dilakukan seminggu sekali bisa menjadi pilihan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang membutuhkan insulin tetapi kesulitan untuk patuh menggunakan insulin harian. Insulin mingguan juga bisa dipertimbangkan untuk pasien yang tidak menginginkan regimen terapi yang kompleks dan pasien lansia yang tergantung pada keberadaan caretaker untuk administrasi obat.

Uji-uji klinis yang tersedia saat ini menunjukkan bahwa insulin mingguan tidak inferior bila dibandingkan dengan insulin harian untuk kontrol glikemik pasien diabetes mellitus tipe 2. Beberapa studi bahkan menunjukkan tingkat kepatuhan dan keberhasilan kontrol glikemik yang lebih baik. Namun, angka kejadian hipoglikemia tingkat 1 memang lebih tinggi pada insulin mingguan. Angka kejadian hipoglikemia tingkat 2 dan 3 yang lebih parah dilaporkan tidak berbeda signifikan antara insulin mingguan dan harian.

Ke depannya, studi klinis lebih lanjut masih diperlukan untuk konfirmasi efikasi dan juga keamanan, baik pada pasien diabetes mellitus tipe 2 maupun tipe 1. Selain itu, uji klinis pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan beragam komorbiditas juga diperlukan.

Referensi