Alo dokter, selamat malam sejawat sekalian... izin untuk konsul pasien Baru tadi malam sepulang dinas dari kabupaten setempat, saya didatangi pasien saya,...
Advice buat orang tua, dan kontrol dengan BPJS pada kasus remaja Bipolar? - Diskusi Dokter
general_alomedikaDiskusi Dokter
- Kembali ke komunitas
Advice buat orang tua, dan kontrol dengan BPJS pada kasus remaja Bipolar?
Alo dokter, selamat malam sejawat sekalian... izin untuk konsul pasien
Baru tadi malam sepulang dinas dari kabupaten setempat, saya didatangi pasien saya, remaja laki-laki usia 19 tahun, BB 44 TB 173 untuk kontrol lanjutan.
Dia kembali dari rujukan Poli Jiwa 4 hari yang lalu ke praktek saya dgn diagnosis oleh Sp.KJ nya sebagai Bipolar disorder F32 fase depresif yang sebelumnya saya diagnosis sbg anxiety disorder.
Pasien ini meminta kembali surat rujukan karena dia memakai kartu BPJS, tanpa sepengetahuan orang tua nya sebagai tanggungan, terkhusus ibu pasien sangat menolak anaknya didiagnosis F32 Bipolar ini, dan mengambil kartu berobat, surat rujukan dan obat-obatan psikiatrik anak nya, dan anaknya melapor ke saya. Saya sempat bingung dok terhadap tindakan ibunya.
Benar saja tepat tadi sore, saya sempat didatangi ibu pasien dan menanyakan keputusan saya merujuk dia ke psikiater, dan meminta saya untuk tidak memberikan surat rujukan kepada anaknya, dan meminta saya agar berhenti memberikan arahan/motivasi ke anaknya untuk berobat ke psikiater dan tidak memberitahukan kepada dia sbg ortunya. Disini saya merasa keberatan, karena anak ini terlihat depresif sebelumnya dan dia memohon kepada saya agar bisa merujuknya dgn kartu BPJS dan merahasiakan ini kepada keluarganya, dan saya menuruti. Saya ceritakan hal tsb dengan hati-hati dan tetap menjaga perasaan ibu nya, saya menjelaskan bahwa bipolar memang suatu gangguan yang terjadi, dan bukan lah hal yang perlu dikhawatirkan jika segera di tangani scr tepat.. Kasus bipolar merupakan masalah kejiwaan umum dan bukan sesuatu yang berat. Namun, ibunya tetap tidak terima dengan edukasi saya dan sempat menekan saya dengan nada intimidasi, mengancam jika surat rujukan saya akan diambil dri anaknya, dan melaporkan ke BPJS untuk mencabut hak klaim dari anaknya karena alasan melarangnya ke spKJ.
Apa yang harus saya lakukan? Apakah tetap memberikan surat rujukan kepada pasien ini? Adakah aspek medicolegal autonomy untuk kasus seperti ini jika saya menuruti ortu pasien?
Terimakasih banyak dok, mohon pencerahan khusus nya TS SpKJ disini.
Alo dokter, selamat malam sejawat sekalian... izin untuk konsul pasien
Baru tadi malam sepulang dinas dari kabupaten setempat, saya didatangi pasien saya, remaja laki-laki usia 19 tahun, BB 44 TB 173 untuk kontrol lanjutan.
Dia kembali dari rujukan Poli Jiwa 4 hari yang lalu ke praktek saya dgn diagnosis oleh Sp.KJ nya sebagai Bipolar disorder F32 fase depresif yang sebelumnya saya diagnosis sbg anxiety disorder.
Pasien ini meminta kembali surat rujukan karena dia memakai kartu BPJS, tanpa sepengetahuan orang tua nya sebagai tanggungan, terkhusus ibu pasien sangat menolak anaknya didiagnosis F32 Bipolar ini, dan mengambil kartu berobat, surat rujukan dan obat-obatan psikiatrik anak nya, dan anaknya melapor ke saya. Saya sempat bingung dok terhadap tindakan ibunya.
Benar saja tepat tadi sore, saya sempat didatangi ibu pasien dan menanyakan keputusan saya merujuk dia ke psikiater, dan meminta saya untuk tidak memberikan surat rujukan kepada anaknya, dan meminta saya agar berhenti memberikan arahan/motivasi ke anaknya untuk berobat ke psikiater dan tidak memberitahukan kepada dia sbg ortunya. Disini saya merasa keberatan, karena anak ini terlihat depresif sebelumnya dan dia memohon kepada saya agar bisa merujuknya dgn kartu BPJS dan merahasiakan ini kepada keluarganya, dan saya menuruti. Saya ceritakan hal tsb dengan hati-hati dan tetap menjaga perasaan ibu nya, saya menjelaskan bahwa bipolar memang suatu gangguan yang terjadi, dan bukan lah hal yang perlu dikhawatirkan jika segera di tangani scr tepat.. Kasus bipolar merupakan masalah kejiwaan umum dan bukan sesuatu yang berat. Namun, ibunya tetap tidak terima dengan edukasi saya dan sempat menekan saya dengan nada intimidasi, mengancam jika surat rujukan saya akan diambil dri anaknya, dan melaporkan ke BPJS untuk mencabut hak klaim dari anaknya karena alasan melarangnya ke spKJ.
Apa yang harus saya lakukan? Apakah tetap memberikan surat rujukan kepada pasien ini? Adakah aspek medicolegal autonomy untuk kasus seperti ini jika saya menuruti ortu pasien?
Terimakasih banyak dok, mohon pencerahan khusus nya TS SpKJ disini.
Di Indonesia memang stigma terhadap psikiater masih kuat.. Ini yang harus disosialisasikan kepada masyarakat pada umumnya.. Untuk kasus yg TS hadapi, tetap beri edukasi kepada keluarganya terutama ibunya.. Seandainya ibunya tetap tidak mau menerima masukan, dokter bisa sarankan Ibunya untuk menemani anaknya berobat ke psikiater, agar ibunya lebih mengerti kondisi anaknya, atau jangan² keluarganya yang menjadi pencetus sakit pada anaknya..
Mengenai batas usia seseorang dianggap dewasa untuk berdiri sendiri di usia 21 tahun atau telah menikah berdasarkan hukum perdata pasal 330. Setau saya seperti ini. Cmiiw.
Untuk surat rujukan baiknya tetap berikan, jika mau dengan sepengetahuan ibunya, untuk selanjutnya mereka tetap kontrol ke psikiater atau tidak diserahkan kembali kekeluarganya dengan edukasi..
Semoga bermanfaat ya dok..
Baik dok, terimakasih banyak atas masukan nya....
Untuk sementara pasien dan ortu nya saya stabilkan dulu, Dok.
Saya baru dapat WA dari pasien saya, bahwa dia ingin konsul tapi sendirian. Kata dia ortu nya masih dalam keadaan emosional/marah. Apakah kita minta anaknya memanggil ibu nya atau keluarga jauh dia saja ya dok..? Trims
Tetap semangat ya dok..
Terimakasih dok atas infonya....hatur nuhun baru tau dgn sistem online tanpa rujukan fisik bisa lanjut ke fktl.
Menurut saya kalau umur 19th itu bisa memutuskan sendiri dan tidak perlu persetujuan orang tua ya. Batas dewasakan 18th. Berarti pasien td berhak memutuskan pilihannya sendiri. Kemungkinan orang tuanya takut kl anaknya dicap sbg sakit jiwa oleh masyarakat krn berobat ke psikiater. Karena mnrt pandangan masyarakat kl ke psikiater berarti orang gila pdhl masih banyak penyakit kejiwaan lainnya. Nah pandangan itu yg hrs diluruskan tp memang sulit.
Setuju dok, saya berpikiran dari segi umur sudah mempunyai hak autonomy nya sendiri. Mungkin pasien ini masih kuliah dan jadi tanggungan orang tua nya ya Dok? Terimakasih banyak dok atas infonya
Tidak perlu bingung. Usia 19 thn sy pikir sdh cukup dari segi umur utk memutuskan sendiri...trm ksh
Pasien > 18 th dgn gangguan psikiatri, bila selama pada pemeriksaan dokter meyakini pasien tersebut kooperatif dan kompeten utk mengambil keputusan, maka hak pengambilan keputusan berada pada pasien, bukan orang tua. Mungkin bisa mengakali dengan cara menuliskan kejadian pada status, dan meminta anak tsb kontrol tanpa ibunya.
Semoga membantu.
Terimakasih banyak dok, pasien sy mmg sangat kooperatif dan memiliki kesadaran diri bahwa sedang "sakit".
Tetap semangat ya dok..
Siap dok, terimakasih banyak. Pasien sudah sy rujuk kembali, dengan pendampingan kaka sepupu nya.
Saya turut prihatin dengan kejadian yg menimpa dokter terkait keluarga yg dalam hal ini adalah ibu dari pasien menghalangi proses pengobatan.
Saya sependapat dengan jawaban beberapa TS sebelumnya.
Sedikit sharing kaidah etik & medikolegal, bahwa usia tersebut sudah tepat bila dikategorikan dewasa & mampu bertanggungjawab secara hukum. Aspek otonomi, beneficence, maleficence sudah dokter jalankan. Berikutnya adalah kita sepakat bahwa hubungan hukum yg terjadi adalah inspaning verbintenis antara 2 subjek hukum (dokter & pasien), kita tidak menjanjikan suatu hasil melainkan proses disini, ada upaya yg dilakukan (dalam hal ini dokter sudah membantu memberikan rujukan) sehingga dokter memiliki payung hukum yg melindungi.
Berikutnya adalah apabila dalam praktek klinis didapatkan ancaman tindak kekerasan atau intimidasi, dokter perlu memiliki alat bukti & saksi. Bahwa ancaman kekerasan juga diatur dalam pasal 368 ayat (1) KUHP dan pasal 369 ayat (1) KUHP.
Saya yakin dokter sudah melakukan upaya terbaik, dan semoga ke depan tidak lagi ada kendala stigma dan permasalahan kompleks yg lebih rumit lagi.
Semoga bermanfaat, salam.